HARI senin (16/04)lalu, panitia pelaksana HMI Komisariat FKG UNHAS mengundang saya sebagai pembicara di kegiatan seminar mereka. Temanya lumayan hangat dan sedikit banyak menjadi kontroversi. Bukan saja karena dampak sosial yang dapat diakibatkannya, melainkan juga karena teknologi kedokteran ini terbilang baru di negara kita. Apa itu? Yakni, hymenoplasty atau bedah/operasi selapaut dara. Saya yakin kita sudah pada tahu tentang apa itu selaput dara. Berikut sedikit penjelasannya. (DOWNLOAD Full Presentation Here)
Dalam ilmu kedokteran, selaput dara (yang hanya ada pada wanita) disebut sebagai “hymen”. Konon sejarahnya, istilah hymen diambil dari Hymenaeus, Dewa Pernikahan bagi bangsa Yunani. Hymenaeus sendiri adalah anak dari Aphrodith dan Dionysus.
Hymen merupakan sebuah membran elastis yang sangat tipis, bahkan lebih tipis dari kulit. Secara klinis, belum ditemukan spesifikasi fungsi dari selaput dara ini, meskipun secara biologis diduga berpengaruh positif untuk mencegah terjadinya infeksi pada vagina perempuan.
Hymen merupakan salah satu bagian dari sistem kelamin luar (systema genitalia externa) perempuan. Banyak dari kita yang biasa tertipu dengan menganggap hymen itu ada di dalam vagina. Mungkin karena posisi eksternal ini sehingga dugaan hymen berfungsi protector (melindungi vagina) itu muncul.
Tetapi fungsi hymen sesungguhnya yang paling terasa dan dapat kita jumpai di mana-mana adalah dalam kaitannya dengan struktur sosial budaya masyarakat kita. Hampir di setiap tempat, hymen selalu dianggap sebagai ukuran perawan atau tidaknya seorang wanita. Jika hymen seorang wanita sudah robek/rusak, maka ia akan dicap sebagai “tidak perawan lagi”.
Tidak jarang di antara wanita-wanita yang bernasib malang ini -karena hymennya yang rusak- semakin diasingkan dari lingkungannya karena dianggap telah melakukan hubungan kelamin sebelum nikah (berzina), dan karenanya ia tidak layak menikah dengan laki-laki yang baik. Padahal, hymen dapat saja rusak bukan karena melakukan hubungan kelamin.
Hymen dapat rusak oleh :
- Hubungan kelamin dengan penetrasi (baik sekali maupun berulang)
- Olahraga berat, seperti menunggang kuda, balap sepeda, naik motor dsb
- Aktivitas berat
- Masturbasi
Dalam masyarakat sosial kita, mengukur perawan atau tidaknya seorang wanita menjadi agenda penting sang suami pada malam pertama.
Jika seorang wanita pada malam pertamanya didapati suaminya tidak lagi mengeluarkan darah keperawanan ketika “ML”, maka besar kemungkinan pernikahan akan diakhiri dengan perceraian esok harinya.
Atau kemungkinan buruk lainnya. Ini menjadi sangat menyedihkan, jika saja mislanya, robeknya hymen wanita tersebut bukan karena berzina sebelumnya, tetapi karena aktivitas berat atau olahraga. Siapa yang patut disalahkan?
Setiap wanita memiliki hymen dengan ukuran, bentuk dan elastisitas yang berbeda-beda. Namun, ada juga wanita yang dilahirkan tidak memiliki hymen sama sekali. Berhadapan dengan stigma sosial yang begitu kejam terhadap hymenisasi ini, membuka jalan mengapa fenomena hymenoplasty mulai berkembang di negeri kita.
Setuju atau tidak setuju, dengan segala kontroversinya, kini hymenoplasty hadir di lingkungan kita dengan menawarkan sejumlah keringanan dan kemudahan akses, terutama bagi mereka yang selama ini menderita atau akan menderita jika hymennya ketahuan telah robek/rusak.
Pembahasan ini sebenarnya panjang. Jika berminat melihat presentasi saya pada Seminar ini, Anda bisa mendownloadnya disini.