Peran Pemerintah dalam Pembangunan Kesehatan


Sistem kesehatan dapat diidentifikasi dalam berbagai komponen yaitu: pemerintah, masyarakat, pihak ketiga yang menjadi sumber pembiayaan seperti PT Askes Indonesia, JPKM; Penyedia pelayanan, termasuk industri obat dan tempat-tempat pendidikan tenaga kesehatan, serta berbagai lembaga pemberi hutan dan grant untuk pelayanan kesehatan.

Kovner menyatakan bahwa peran pemerintah ada 3, yaitu (1) regulator, (2) pemberi biaya; dan (3) pelaksana kegiatan. Peran pemerintah sebagai regulator merupakan hal penting.

 

Rumahsakit dan berbagai lembaga pelayanan kesehatan termasuk perusahaan asuransi kesehatan dalam konsep ini merupakan lembaga jasa pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta yang perlu diawasi mutunya oleh pemerintah dan juga oleh masyarakat.

Oleh karena itu timbul berbagai mekanisme pengawasan, termasuk adanya lembaga bantuan hukum untuk kesehatan, lembaga pengawas mutu pelayanan kesehatan, sampai ke sistem akreditasi rumahsakit. Di dalam PP 25 tahun 2000 yang mengacu pada UU no 22 tahun 1999, terlihat mencolok peran pemerintah dalam regulasi.

Peran Pemerintah Sebagai Regulator

Pemerintah pusat berperan sebagai regulator dengan berbagai fungsi antara lain:

  • Penerapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi;
  • Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan;
  • Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan;
  • Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan;
  • Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat;
  • Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan, dan standar etika penelitian kesehatan;
  • Pemberian ijin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi;
  • Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapanpedoman pengawasan peredaran makanan;
  • Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.
BACA:  Peran Masyarakat dalam Pembangunan Kesehatan

Kewenangan Propinsi sebagai regulator adalah:

  • Penetapan pedoman penyuluhan dan kampanye kesehatan;
  • Pengelolaan dan pemberian ijin sarana dan prasarana kesehatan khusus seperti rumahsakit jiwa, rumahsakit kusta, dan rumahsakit kanker;
  • Steknologi kesehatan dan gizi.

Aspek tata hukum yang kuat dalam konsep good-governance ini akan mempengaruhi rumahsakit sebagai lembaga usaha untuk memperkuat sistem manajemennya sehingga dapat menjadi efektif, bermutu, transparan dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Peran pemerintah sebagai pembayar di sektor kesehatan tergantung pada kekuatan dan situasi ekonomi negara. Dalam hal ini negara-negara sedang berkembang relatif mempunyai kemampuan ekonomi rendah sehingga pembiayaan pelayanan kesehatan cenderung dibiayai oleh masyarakat.

BACA:  Fenomena New Emerging Forces

Hal ini berarti sistem pelayanan kesehatan bertumpu pada kemampuan untuk membeli atau sistem pasar. Tabel 1 menunjukkan bahwa di negara-negara sedang berkembang peranan pemerintah lebih rendah dibanding swasta, kecuali di Kuba yang merupakan negara sosialis.

China sebagai negara komunis peranan swasta meningkat karena mulai menggunakan ekonomi pasar. Sebaliknya di negara maju peranan pemerintah sangat besar, kecuali di Amerika Serikat yang mengandlkan pada kekuatan masyarakat.

Krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997 menyebabkan berbagai negara di Asia Timur, terutama negara sedang berkembang semakin kekurangan kemampuan untuk membiayai pembangunan di berbagai sektor. Indonesia merupakan negara yang paling parah keadaannya, termasuk dalam penurunan mata uang terhadap dollar.

Sebagai gambaran, dibanding dengan negara-negara lain, pengeluaran perkapita Indonesia untuk kesehatan sangat rendah, terutama setelah krisis ekonomi. Apabila negara-negara lain pengeluaran kesehatan (diukur dengan dollar) meningkat, maka Indonesia justru menurun.

Satu catatan penting untuk peran pemerintah adalah bahwa dalam tahun-tahun krisis anggaran Departemen Kesehatan RI banyak dibiayai oleh hutang. Pada tahun 1996, 23% anggaran pembangunan berasal dari hutang luarnegeri. Angka ini naik terus menjadi 48% di tahun 2000.

BACA:  Make Money Blogging dengan PPC AdHitz.com

Persentase yang cukup besar ini menimbulkan keadaan bahwa peran pemerintah sebagai pembayar pelayanan kesehatan menjadi semakin tergantung pada lembaga-lembaga pemberi hutang seperti Bank Dunia ataupun ADB.

Peran Pemerintah Sebagai Pelaksana

Peran pemerintah sebagai pelaksanadi sektor rumahsakit dilakukan terutama oleh rumahsakit pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Di sektor rumahsakit Indonesia, jumlah rumahsakit milik pemerintah sejak tahun 1995 berkurang sedikit.

Sebaliknya di sektor swasta antara 1995 – 2000 tercatat pendirian73 rumahsakit swasta baru. Pertumbuhan ini berarti kenaikan 15%. Krisis ekonomi terlihat tidak mempengaruhi kenaikan jumlah rumahsakit swasta.

Terlihat bahwa fungsi pemerintah sebagai pelaksana kegiatan relatif berkurang. Sektor swasta berkembang, namun di Indonesia tidak terjadi proses privatisasi rumahsakit pemerintah.

Pemerintah tetap menjadi pemilik rumahsakit. Akan tetapi ada proses otonomi manajemen rumahsakit dimana terjadi semacam pemisahan antara fungsi pemerintah sebagai pemberi biaya atau regulator dengan fungsi pelayanan. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain adanya perubahan RSUP menjadi Perjan, atau RSD menjadi BUMD.