Selama 7 hari pertama setelah cedera, terjadi proses imflamasi/peradangan akut. Timbukl rasa nyeri yang meningkat, efusi dan edema/ bengkak. Program rehabilitasi menghambat proses perandangan serta mengurangi rasa nyeri, efusi dan mencegah terjadinya imobilitas. Pada hari ke 7 sampai 21 terbentuk jaringan kolagen dan maktiks fibrin selular yang berinfiltrasi. Agar kolagen tidak membentuk pola tak beraturan (scar), diperlukan peregangan/sretching agar membentuk kolagen dengan pola yang teratur (hukum Wolff); sehingga terjadi peningkatan “Range of motion” ( ROM)/mobilisasi sendi terkait dan menghambat terbentuknya scar yang merugikan. Serabut elastin yang terbentuk akibat peregangan tersebut merupakan faktor yang berperan penting terhadap “tensile strength” jaringan. Dengan demikian hilangnya kekuatan dapat di cegah, proses rehabilitasi lebih cepat, dan yang bersangkutan dapat segera berolahraga kembali.
Hubungan dokter-olahragawan-terapis adalah merupakan suatu aliansi kerja yang dinamis. Dokter bertindak sebagai pembimbing yang membawa olahragawan kepada pengertian baru tentang kerja tubuh. Terapis berfungsi membantu dokter dalam proses pendidikan, dan dengan menggunakan teknik terapeutik pada olahragawan dalam memperoleh kembali kesehatannya dan memeliharanya. Di sini kerjasama tim sangatlah diperlukan untuk mencapai target optimal program rehabilitasi.
Peran Rehabilitasi medik pada cedera olahraga kiranya perlu lebih di masyarakatkan agar olahragawan bisa memperoleh pelayanan kesehatan yang leibh lengkap. Kita memang harus mengejar ketertinggalan kita dalam hal penanganan cedera olahragawan. Bahkan sudah sepantasnya apabila rumah sakit Indonesia unit pelayanan khusus cedera olahraga, agar olahragawan tidak kehilangan masa depan di usia emasnya.