Status gizi ibu untuk Indonesia menjadi lebih penting karena selain tingginya berbagai keadaan kurang gizi, persentase kehamilan pada usia muda masih cukup tinggi. Dari data SDKI 2003, walaupun menunjukkan kecenderungan menurun, ternyata persentase ibu yang melahirkan anak pertamanya pada usia kurang dari 20 tahun masih cukup tinggi. Di antara responden wanita menikah yang berusia kurang dari 25 tahun, sekitar 12% mempunyai anak pada waktu berusia 18 tahun atau mulai hamil pada usia mereka 17 tahun. Kehamilan pada remaja sangat beresiko terhadap dirinya karena pertumbuhan linier (tinggi badan) pada umumnya baru selesai pada usia 16 – 18 tahun dan dilanjutkan dengan pematangan pertumbuhan rongga panggul beberpa tahun setelah pertumbuhan linier selesai (Achadi, 2007)
Reproduksi adalah merupakan proses perkembangbiakan dari suatu mahluk hidup untuk menghasilkan organisme lain (Penghulu, 1993). Kesehatan reproduksi adalah didapatnya keadaan sehat yang mencakup keadaan fisik, mental, sosial serta spiritual dan tidak adanya kecacatan yang terkait dengan sistem reproduksi fungsi dan prosesnya (Martodipuro, 2000). Kesiapan reproduksi berhubungan dengan tugas remaja nantinya sebagai calon ibu yang memiliki tanggung jawab besar dalam kehidupan keluarga. Untuk memulai kehidupan keluarga dengan baik, perlu kesiapan fisik dan mental, diantaranya kesiapan dalam hal reproduksi. Kesiapan fisik remaja diukur dari status gizi remaja. Penelitian yang dilakukan Morse, dkk (1975), membandingkan status gizi dari wanita hamil remaja dan wanita hamil dewasa. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wanita hamil remaja membutuhkan lebih banyak gizi selama kehamilan dibandingkan dengan wanita hamil dewasa. Hal ini disebabkan remaja membutuhkan banyak gizi untuk pertumbuhannya dan juga untuk anak yang sedang dikandungnya.
Status gizi wanita, terutama pada masa usia subur, merupakan elemen pokok dari kesehatan reproduksi karena keterkaitan ibu hamil dengan pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandungnya, yang pada akhirnya berdampak pada masa dewasanya. Memperbaiki status gizi ibu yang sedang hamil dengan demikian merupakan suatu bagian yang sangat penting walaupun bukan merupakan satu – satunya intervensi yang harus dilakukan karena KEK dan stunting pada wanita di negara berkembang merupakan hasil kumulatif dari keadaan gizi kurang sejak masa janin, bayi dan kanak – kanaknya dan berlanjut hingga masa dewasa. WHO memperkirakan bahwa 80% kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung (pendarahan, infeksi, eklamsia, partus macet dan aborsi) dan 20% oleh penyebab tidak langsung. Kematian ibu dikaitkan dengan berbagai status gizi atau dengan suplementasi gizi. Penelitian terkini menunjukkan bahwa defisiensi vitamin A pada wanita dapat meningkatkan resiko kematian. Penelitian terhadap lebih dari 20.000 ibu hamil di Nepal menunjukkan bahwa suplementasi vitaminA sebesar 7.000 RE/minggu menurunkan kematian ibu hamil sampai 12 minggu pasca persalinan sebesar 44 persen.
Tinggi badan ibu dikaitkan dengan meningkatnya resiko terjadinya proses persalinan yang lama/macet sehingga menimbulkan resiko terhadap ibunya antara lain fistula yaitu suatu keadaan dimana terjadi lubang antara vagina dengan rectum disebut rectovaginal fistula atau antara vagina dengan kandung kemih yang disebut vesicovaginal fistula, dan resiko terhadap bayinya antara lain asfiksia yaitu kesulitan bernapas sebagai akibat kekuranga oksigen (O2) atau terlalu banyak karbondioksida (CO2) dalam darah.
Jones (1997) dalam Afifah (2003) menyatakan bahwa terjadi komplikasi selama kehamilan dan persalinan semakin sedikit pada ibu yang memiliki tinggi lebih dari 155 cm, tidak terlalu kurus atau tidak terlalu gemuk. Hal ini berarti mereka yang berstatus gizi (IMT) tidak normal memiliki peluang lebih besar mengalami komplikasi dan persalinan. Selanjutnya Kasdu (2001) dalam Afifah (2003) menambahkan kesuburan wanita berkaitan dengan keteraturan siklus haid. Hal ini berhubungan dengan hormon esterogen dalam tubuh. Sel – sel lemak dalam tubuh mempengaruhi proses penahanan dan pelepasan hormon estrogen sehingga terjadi haid. Orang yang gemuk menyebabkan produksi hormon estrogen berlebihan sehingga haid menjadi tidak teratur, sedangkan pada orang kurus jumlah sel lemak yang sedikit akan menurunkan produksi estrogen sehingga haid jarang terjadi.
Jadi dapat disimpulkan ibu yang kurang gizi(status gizi kurang) pada umumnya mempunyai kapasitas fisik yang kurang optimal (pendek dan kurus) sehingga dapat meyebabkan tingkat kesuburannya rendah karena terjadi penurunan produksi esterogen sehingga haid jarang terjadi. Selain itu tubuh yang pendek akibat status gizi ibu kurang dapat menyebabkan komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Hal ini juga dapat terjadi pada ibu yang memiliki status gizi lebih (overweight). Ibu dengan status gizi yang buruk pada saat hamil akan melahirkan anak dengan beran badan lahir yang rendah (? 2,5 kg).