Teknologi Intervensi Fisioterapi Pada Penderita Fraktur


Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan menggunakan gerak tubuh baik secara active maupun passive untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner, 1996).

Teknologi intervensi Fisioterapi yang dapat digunakan antara lain :


1. Positioning

Dengan mengelevasikan tungkai yang sakit maka dengan posisi ini bermanfaat untuk mengurangi oedem.

2. Rileks passive movement

Merupakan gerakan yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien.

Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif, oleh karena gerakan berasal dari luar atau terapis sehingga dengan gerak rileks passive movement ini diharapkan otot yang dilatih menjadi rilek maka menyebabkan efek pengurangan atau penurunan nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot (Kisner, 1996).

Mekanisme penurunan nyeri oleh gerakan rileks passive movement sebagai berikut: adanya stimulasi kinestetik berupa gerakan rileks pasif movement yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien akan merangsang muscle spindle dan organ tendo golgi dalam pengaturan motorik.

Fungsi dari muscle spindle adalah:

(1) mendeteksi perubahan panjang serabut otot,

(2) mendeteksi kecepatan perubahan panjang otot, sedangkan fungsi dari organ tedo golgi adalah mendeteksi ketegangan yang bekerja pada tendo golgi saat otot berkontraksi (Guyton, 1991).

Dengan terstimulasinya muscle spindle dan organ tendo golgi lewat gerakan rileks passive movement akan mempengaruhi mekanisme kontraksi dan rileksasi otot, yaitu bahwa ion-ion calsium secara normal berada dalam ruang reticulum sarcoplasma.

Potensial aksi menyebar lewat tubulus transversum dan melepaskan Ca 2+. Filamen-filamen actin (garis tipis) menyelip diantara filamen-filamen myosin, dan garis-garis bergerak saling mendekati. Ca 2+ kemudian dipompakan kedalam reticulum sarcoplasma dan otot kemudian mengendor (Chusid, 1993).

Dengan kedaaan otot yang sudah mengendor maka penurunan nyeri dapat terjadi melalui mekanisme-mekanisme sebagai berikut:

BACA JUGA:  Sistem Saraf Otonom

(1) Tidak ada lagi perbedaan tekanan intramuscular yang menekan nociceptor sehingga nociceptor tidak terangsang untuk menimbulkan nyeri,

(2) Dengan gerakan rileks passive movement yang berulang-ulang maka nociceptor akan beradaptasi terhadap nyeri.

Suatu sifat khusus dari semua reseptor sensoris adalah bahwa mereka beradaptasi sebagian atau sama sekali terhadap rangsang mereka setelah suatu periode waktu.

Yaitu, bila suatu rangsang sensoris kontinu bekerja untuk pertama kali, mula-mula reseptor tersebut bereaksi dengan kecepatan impuls yang sangat tinggi, kemudian secara progresif makin berkurang sampai akhirnya banyak diantaranya sama sekali tidak bereaksi lagi. Hal ini dapat pula untuk menentukan dosis gerakan rileks passive movement agar dapat menstimulasi muscle spindle.

Mekanisme umum dari adaptasi dibagi dua yaitu:

(1) Sebagian adaptasi disebabkan oleh penyesuaian didalam struktur reseptor itu sendiri,

(2) Sebagian disebabkan oleh penyesuaian didalam fibril saraf terminal. (Guyton, 1991)

(3) Dengan mengendornya otot melalui gerakan rileks passive movement akan mempengaruhi spasme otot dan iskemi jaringan sebagai penyebab nyeri.

Spasme otot sering menimbulkan nyeri alasanya mungkin dua macam, yaitu :

(1) Otot yang sedang berkontraksi menekan pembuluh darah intramuscular dan mengurangi atau menghentikan sama sekali aliran darah,

(2) Kontraksi otot meningkatkan kecepatan metabolisme otot tersebut.

Oleh karena itu, spasme otot mungkin menyebabkan iskemi otot relatif sehingga timbul nyeri iskemik yang khas.

Penyebab nyeri pada iskemik belum diketahui, salah satu penyebab nyeri pada iskemik yang diasumsikan adalah pengumpulan sejumlah besar asam laktat didalam jaringan, yang terbentuk sebagai akibat metabolisme anaerobic yang terjadi selama iskemik.

Akan tetapi, mungkin pula zat kimia lain, seperti bradikinin dan poliopeptida, terbentuk didalam jaringan karena kerusakan sel otot dan bahwa inilah, bukannya asam laktat yang merangsang ujung saraf nyeri. (Guyton, 1991).

BACA JUGA:  Asuhan Fisioterapi PadaTenosynovitis M. Abduktor Policis Longus dan M. Extensor Policis Brevis

3. Passive joint mobility

Gerakan tubuh manusia terjadi pada persendian. Macam gerakan dan ROM tergantung dari struktur anatomi sendi, juga posisi otot yang mengontrol gerakan tadi.

Kapsular ligament yang seluruhnya terdapat didalam kapsul sendi akan memberikan penguat terhadap synovial membrane, dimana synovial membrane tadi akan mengeluarkan cairan ke dalam rongga sendi yang menjamin gerakan sendi tetap licin, juga memberikan makan terhadap cartilago.

Pada kaki banyak terdapat persendian, sehingga memungkinkan kaki dapat berjalan, menyesuaikan bermacam-macam permukaan dan tampak lentur atau mengeper.

4. Active exercise

Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri. Gerak dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari.

Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti rileksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri (Kisner,1996).

Mekanisme gerak yang disadari dalam penurunan nyeri adalah bahwa perananan muscle spindle sangat penting dalam mekanisme ini, sama pentingnya dalam penurunan nyeri dengan menggunakan gerakan pasif.

Untuk menekankan pentingnya system eferen gamma, eferen gamma adalah suatu serabut saraf kecil yang bertugas merangsang ujung-ujung serabut intrafusal agar daerah sentral berkontraksi.

Orang perlu menyadari bahwa 31 persen dari semua serabut saraf motorik ke otot merupakan serabut eferen gamma, bukannya serabut motorik besar jenis A alfa.

Bila sinyal dikirimkan dari korteks motorik atau dari daerah otak lain apapun ke motoneuron gamma hampir selalu terangsang pada saat bersamaan. Ini menyebabkan serabut otot ekstrafusal dan intrafusal berkontraksi pada saat yang sama.

Tujuan mengkontraksikan serabut muscle spindle pada saat bersamaan dengan kontraksi serabut otot rangka besar mungkin ada dua macam:

(1) mencegah muscle spindle menentang kontraksi otot,

(2) mempertahankan sifat responsif muscle spindle terhadap peredaman dan beban yang tepat dengan tidak menghiraukan perubahan panjang otot.

Dengan bekerjanya muscle spindle secara sadar dan optimal maka dengan mekanisme adaptasi dan rileksasi akan menimbulkan penurunan nyeri.(Guyton,1991).

BACA JUGA:  Norma/Kaidah Dalam Fisioterapi

Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise dan resited active exercise. Assisted exercise dapat mengurangi nyeri karena merangsang rileksasi propioseptif.

Resisted active exercise dapat meningkatkan tekanan otot, dimana latihan ini akan meningkatkan rekruitment motor unit-motor unit sehingga akan semakin banyak melibatkan komponen otot yang bekerja, dapat dilakukan dengan peningkatan secara bertahap beban atau tahanan yang diberikan dengan penurunan frekuensi pengulangan (Kisner, 1996).

Mekanime peningkatan kekuatan otot melalui gerakan resisted active execise adalah dengan adanya irradiasi atau over flow reaction akan mempengaruhi rangsangan terhadap motor unit, motor unit merupakan suatu neuron dan group otot yang disarafinya.

Komponen-komponen serabut otot akan berkontraksi bila motor unit tersebut diaktifir dengan memberikan rangsangan pada cell (AHC)nya.

Jadi kekuatan kontraksi otot ditentukan motor unitnya, otot akan berkontraksi secara kuat bila otot tersebut semakin banyak menerima rangsangan motor unitnya.

Karena otot terdiri dari serabut-serabut dengan motor unit yang mensyarafinya, maka kontraksi otot secara keseluruhan tergantung dari jumlah motor unit yang mengaktifir otot tersebut pada saat itu.

Jumlah motor unit yang besar akan menimbulkan kontraksi otot yang kuat, sedangkan kontraksi otot yang lemah hanya membutuhkan keaktifan motor unit relatif lebih sedikit (Heri Priatna, 1983).

5. Latihan jalan

Aspek terpenting pada penderita fraktur tungkai bawah adalah kemampuan berjalan, latihan yang yang dilaksanakan adalah ambulasi non weight bearing, dengan menggunakan alat bantu berupa 2 buah kruk, caranya kedua kruk dilangkahkan kemudian diikuti kaki yang sehat sementara kaki yang sakit menggantung (Cash, 1966).

Syarat berjalan dengan alat bantu:

(1) Otot-otot lengan harus kuat,

(2) Harus mempertahankan keseimbangan dalam posisi berdiri dengan alat bantu,

(3) Bisa berdiri lama minimal 15 menit.