Motivasi Bekerja Tenaga Kesehatan


Dalam suasana bekerja dengan teknologi tinggi dan dipengaruhi oleh budaya global, masalah pengharga an bagi tenaga kesehatan di rumahsakit menjadi isu yang semakin penting dalam strategi pengembangan rumahsakit di masa mendatang.

Dokter spesialis, dokter, manajer rumahsakit dan perawat merupakan profesi-profesi utama di rumahsakit yang perlu dilihat kecenderungan sikapnya dalam penghargaan.

 

Dalam teori manajemen sumber daya manusia (Cenzo dan Robbins, 1996) lembaga menggunakan penghargaan untuk memotivasi sumber daya manusia. Secara garis besar ada dua macam penghargaan yaitu (1) intrinsic yang merupakan pengahargaan diri sendiri terhadap pekerjaannya; dan (2) ekstrinsik yang berasal dari lembaga tempat bekerja.

Penghargaan dari tempat bekerja ini terbagi dua kelompok besar yaitu perhargaan uang dan penghargaan non-uang. Contoh penghargaan instrinsik adalah kepuasan bekerja di perusahaan, mendapat tanggung-jawab lebih besar, kesempatan mengembangkan pribadi, dan bekerja sesuai dengan keyakinan pribadi.


Penghargaan keuangan antara lain gaji, insentif berdasarkan kinerja pekerjaan, berbagai program perlindungan social dan kesehatan dan lain sebagainya. Penghargaan dari perusahaan yang berwujud bukan keuangan antara lain ruangan kantor yang nyaman, adanya ruang kerja sendiri, keluwesan dalam jam kerja, diberi hak untuk menggunakan kartu nama, sampai mendapat sekretaris sendiri. Berbagai jenis penghargaan ini dapat dipunyai seorang pekerja.

Bagaimana keadaan motivasi bekerja sumber daya manusia di rumahsakit, termasuk golongan apa, ataukah campuran. Dapat dilihat bahwa ada sumber daya manusia seperti para suster di rumahsakit Katolik yang mempunyai motivasi bekerja berdasarkan penghargaan intrinsik yang kuat.

BACA:  Pelayanan Kedokteran Keluarga dan JPKM

Motivasi bekerja mereka adalah aspek surgawi, bukan mencari pendapatan tinggi. Keyakinan pribadi akan ibadah terhadap agama dimana menghasilkan jalan ke surga yang merupakan penghargaan terhadap pekerjaannya. Dengan demikian masalah penghargaan materi bukan merupakan hal penting.

Berbagai rumahsakit di Indonesia mempunyai kelompok karyawan jenis ini, misalnya RS Panti Rapih di Yogyakarta, RS St. Elizabeth di Semarang, RS Borromeus di Bandung. Juga ada anggota-anggota Yayasan rumahsakit yang bekerja bukan untuk mencari kompensasi materi namun lebih ke kompensasi non-materi.

Sejarah menunjukkan bahwa pada masa lalu banyak sumber daya manusia yang bekerja berdasarkan motivasi non-ekonomi, termasuk dokter. Sejarah perkembangan sebuah rumahsakit keagamaan menunjukkan bahwa para dokter Belanda misi masih bekerja sampai tahun 1970an.

Setelah dokter misi pulang, walaupun rumahsakit tetap mempunyai misi non-materi, pengamatan menunjukkan para dokter yang menggantikan dokter misi adalah profesional yang bekerja dengan kadar kompensasi keuangan yang kuat.

BACA:  ILMIAH: Efek Mozart dan Terapi Musik dalam Dunia Kesehatan

Berbagai rumah dan kendaraan yang dimiliki oleh para dokter di rumahsakit keagamaan pada tahun 1990an tidak mencerminkan lagi model dokter yang mempunyai penghargaan non-materi.

Penghargaan materi untuk sumber daya manusia ditetapkan berdasarkan kebutuhan professional yang meliputi berbagai hal misalnya: gaji, insentif, dan berbagai keuntungan keuangan tidak langsung.

Kompensasi materi dan berbagai fasilitas untuk karyawan merupakan faktor penting dalam situasi lembaga yang membutuhkan kinerja tinggi dan menuntut sumber daya manusia yang mempunyai kinerja tinggi (Marten 2002).

Di rumahsakit, kebutuhan akan besarnya penghargaan materi dalam bentuk pendapatan tergantung pada jenis profesi. Pendapatan seorang dokter sub-spesialis bedah berbeda dengan pendapatan dokter umum di Bangsal rumahsakit, dan berbeda pula dengan pendapatan seorang manajer instalasi.

Pendapatan seorang perawat berbeda dengan pendapatan seorang pegawai administrasi. Jenis pekerjaan mempengaruhi besarnya pendapatan. Beda pendapatan antara dokter spesialis dengan seorang perawat dapat sangat jauh.

Mengapa penghargaan materi berbeda-beda antar profesi? Hal ini disebabkan perbedaan risiko pekerjaan, lamanya pendidikan dan pelatihan, jumlah profesi yang ada. Penetapan besaran ini dilakukan melalui Job-evaluation (Cenzo) yang rumit.

BACA:  Masyarakat Miskin dan Retorika Pemerintah

Disamping itu ada pula Peraturan Pemerintah, atau Standar yang dapat diacu. Namun di Indonesia belum ada standar pendapatan dokter. Hal ini pernah dibahas pada Seminar mengenai standarisasi pendapatan spesialis oleh Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan di tahun 2000.

Disamping itu besarnya perbedaan penghargaan materi berbasis pula pada standar kebutuhan jenis rumah, kendaraan, keperluan pendidikan anak, pola makan, sampai jenis rekreasi. Perbedaan kebutuhan dapat besar pada berbagai profesi yang mempunyai standar kehidupan tinggi.

Karena tidak ada standar, kemudian berkembang terus sesuai dengan kebutuhan yang semakin meningkat. Globalisasi dan konsumerisme meningkatkan kebutuhan hidup para profesional dalam hal materi. Sebagai contoh perbedaan antara rumah tipe 154m2 dengan 1,000 m2 dapat sepuluh kali lipat.

Harga sedan Timor dengan sedan BMW dapat jauh berbeda. Pendidikan anak di universitas dalam negeri berbeda jauh biayanya dengan pendidikan di universitas di Inggris atau Amerika Serikat.

Rekreasi keluarga di Dunia Fantasi Ancol berbeda jauh biayanya dengan Rekreasi Keluarga ke Disneyland di Orlando Florida. Bagaimanakah keadaan penghargaan dari rumahsakit yang berwujud bukan keuangan? Tergantung rumahsakit masing-masing.