Masyarakat Miskin dan Retorika Pemerintah


Kemiskinan dan KelaparanSaya akhirnya menuliskan kegusaran setelah mendengar, membaca dan mencoba ikut merasakan bagaimana kenyataan tragis terjadi di tengah-tengah kita.

Mungkin bukan lagi hal yang luar biasa (terutama bagi pemerintah yang kerap bermain retorika untuk menutupi kegagalannya sendiri).

 

Tetapi menurut saya, meninggalnya Daeng Basee (35 tahun) bersama jabang bayi yang masih dikandungnya serta anaknya Bahir (5) pada hari Jumat (29/2) lalu di kota Makassar, sudah merupakan siri’ yang mesti menjadi bahan introspeksi kita semua!

Betapa tidak, coba Anda bayangkan ada seorang warga dari daerah yang dikenal sebagai ‘lumbung beras‘ akhirnya meninggal dunia karena tidak makan selama 3 hari! Sebuah kenyataan teramat pahit untuk bisa kita telan begitu saja, sangat kontradiktif dengan pernyataan pemerintah yang seolah berkilah dan lari dari duduk persoalan sebenarnya.


BACA:  Waspadai Resiko Verifikasi Paypal dengan VCC

Kadis Kesehatan Kota Makassar, dr. Naisah Tun Asyikin mensinyalir bahwa tragedi ini bukan disebabkan karena korban tidak makan selama 3 hari, tetapi akibat menderita diare akut. Sementara, sumber lain mengatakan sebaliknya.

Informasi yang beredar menjadi simpang siur. Setelah melakukan investigasi dan mempelajari fakta yang ada, saya akhirnya mencoba mengambil kesimpulan sendiri; bahwa penyebab kematian tragis ini adalah kelaparan!

Alasannya, patogenesis penyakitnya telah diawali oleh kelaparan yang kronik, sehingga berujung pada diare akut yang mematikan. Apalagi jika dilihat dari profil keluarga korban yang memang hidup nomaden dengan pendapatan ekonomi di bawah kebutuhan sehari-hari keluarga.

Ada beberapa catatan saya untuk kenyataan ini:

  • Pemerintah, pada beberapa kasus yang jelas menunjukkan ‘borok’ kepemimpinan mereka, cenderung berupaya menutup-nutupi hal tersebut melalui ‘counter offer’ isu dengan memanfaatkan media massa. Saya pikir ini strategi yang cukup jitu. Hanya saja, saat ini tidak semua orang bisa tertipu dengan skenario penyelamatan diri seperti ini. Ke-goblog-an dr. Naisyah justru terletak pada ketergesa-gesaannya menyimpulkan penyebab kematian warganya sendiri, padahal kesimpulan tersebut justru sangat subjektif dan cenderung berakibat fatal. Ini semakin menggambarkan kualitas, dedikasi dan moralitas pemerintah kita!
  • Jangan mudah terperdaya oleh media! Apalagi jika berita atau wacana yang ada berkaitan dengan kinerja pemerintahan. Pemerintah cenderung lebih (sangat) berkuasa dibanding kaum miskin.
  • Kematian Dg. Beese dan anaknya, merupakan tragedi Hak Asasi Manusia (HAM) yang tidak dapat dimaafkan begitu saja. Pemerintah, bagaimana pun caranya, wajib bertanggung jawab! Ilham Arif Sirajuddin selaku Walikota Makassar dan seluruh jajarannya mesti melakukan klarifikasi atas hal ‘memalukan’ ini.
  • Kasus kelaparan, gizi buruk dan gizi kurang merupakan fenomena gunung es (iceberg phenomenon). Artinya, masih besar kemungkinan peluang terjadinya kasus serupa –atau bahkan yang lebih berat lagi — pada masa mendatang, jika tidak segera dilakukan langkah antisipasi secara dini. Saya kira, pada wilayah ini, pemerintah tidak lagi boleh berperan hanya sebagai ‘pemadam kebakaran’ saja; ada api baru bergerak ke TKP.

Mari kita mengevaluasi diri masing-masing. Semoga kejadian tragis yang memilukan hati ini tidak lagi terulang di manapun di negeri ini.