Alpha Centaury; Sahabat Merengkuh Asa


Karena telah begadang semalam sebelumnya, siang tadi saya mengambil jatah tidur untuk tetap menjaga keseimbangan internal tubuh. Kantuk yang tak tertahan membuat sebentar saja akhirnya kuterlelap dalam pulas tidur, hingga tak lagi kudengar dering ketika sebuah pesan singkat (SMS) masuk di handphone-ku.

Ketika terbangun, baru akhirnya kubaca perlahan.

 

“Masih mengejar fatamorgana di batas ilusi, sembari merengkuh maut di tepian nyawa.
Adakah yang lebih berarti ketimbang mencari cermin hidup diri di ujung langit?
Masih berpeluh noda…”

Sender : +628526083xxxx
Time : 16:07:45
18/06/2007

Ah, SMS dari seorang sahabat, yang juga tidak berlebih kalau saya menyebutnya sebagai saudara, Alpha Centaury. Mungkin dari tempat tugas PTT, gumanku dalam hati.

Beberapa waktu belakangan sejak kepergiannya ke salah satu daerah terpencil di Kabupaten Mamasa, intensitas komunikasi kami memang menurun. Bukan karena enggan, tapi lebih karena kendala teknis. Maklum, di daerah tugas PTT-nya itu signal belum ada. Mamasa sendiri merupakan kabupaten yang baru dimekarkan beberapa tahun terakhir.


BACA:  Pada Sebuah Senja

Kembali kubaca SMS tersebut, sedikit memelototkan mata, karena rasanya waktu istirahat sepanjang siang tadi belum juga cukup menggantikan rasa kantuk akibat semalam.

Membaca SMS itu berulang kali membuat semua kenangan kembali silih berganti bermain dalam ingatan. Mulai tentang masa-masa kuliah di Fakultas dulu, Stem Cell Institute, Ekstase-nya Cute hinga beragam peristiwa yang membuat kami kini bisa merasa cukup kaya dengan asam-garam kemahasiswaan. Ada suka duka yang selalu menyertai. Tak ayal, konflik pun sejalan menyertai beberapa harapan.

Sosok saudara yang begitu sederhana yang kini tengah memangku amanah menjalankan kewajiban mulia, jauh dari rumah sendiri, untuk satu tujuan : Menjadi Manusia! Saya ingat dengan kebiasaan-kebiasaan kami untuk saling mendebat tulisan masing-masing di papan hijau HMI Komisariat di Fakultas, hingga orang-orang menganggap kami berbeda prinsip yang sangat mendasar.

BACA:  Berbagi SMS

Padahal, itu hanya sebuah strategi memancing kawan-kawan yang lain untuk mulai masuk dalam lingkaran polemik literer, sebuah keadaan yang sangat kami idamkan ada di dunia kedokteran.

Sosok sahabat yang selalu setia menemani dan memberi peringatan untuk hal-hal yang hampir keluar jalur komitmen. Sosok pujangga yang selalu menuliskan puisi untuk sekadar mengungkapkan kegalauan hati atas realitas yang terjadi, meski saya tahu, sebagian diantaranya dibuat dengan maksud lain, hehehe.

Tapi SMS ini rasanya memiliki makna tertentu. Ada nuansa harapan dan beban besar yang seperti menghinggapi diri hingga begitu jujur mengakui keadaan. Usia kami saat ini memang sudah bisa dianggap “matang” untuk benar-benar membuktikan diri dalam hidup, mencapai keparipurnaan diri, kata lain untuk maksud : berkeluarga. Bukan begitu, Bung Alpha Centaury?

BACA:  Perlukah Ada Surga dan Neraka?

Perjalanan memang masih panjang, meski waktu selalu tak mau kompromi. Di sini kita masih ditantang untuk mengukir kembali gagasan-gahasan tentang masa depan yang dulu kita tuliskan dalam angan kemudaan kita.

Di sini, dimana masih tersisa beberapa pekerjaan rumah yang mesti segera saya benahi dengan menyisihkan beberapa hal lain, terukir harapan, semoga semuanya akan tetap baik-baik saja, dan kita masih tetap bisa berkomunikasi dan menanti waktu saat kita saling mengundang untuk hadir di akad nikah atau resepsi masing-masing.

Salam untukmu, Sahabat!