Indonesia (Kita) Bubar(kan)?


Jangan berharap ada banyak ruang bagi rakyat miskin di negeri ini. Hak-hak sipil untuk mendapat pelayanan (public goods) mengabur seiring dengan suburnya praktek-praktek komersialisasi dan kapitalisasi di segala lini kehidupan.

Di mana-mana, untuk bersekolah saja, kita mesti merogoh kantong dalam-dalam (itu jika kita masih punya isi kantong). Sebagian dari kita hanya bisa gigit jari karena tidak punya materi apa-apa untuk disumbangkan kepada penyelenggara pendidikan di negeri ini.

 

Penyakit merajalela tak mau kalah dengan pergiliran bencana di sana-sini. Untuk berobat butuh biaya mahal dan birokrasi berbelit-belit. Untuk mendapat bantuan hidup paskabencana mesti antri setengah mati.

BACA:  Yang Masih Tersisa dari Sebuah Senja Perjalanan

Pada gilirannya, untuk dapat sekadar bertahan hidup saja, kita mesti berjuang dan saling berkompetisi antar sesama anak bangsa yang besar nan kaya ini.


Entah apa maunya negeri kita? Mengkhianati rakyatnya dengan terang-terangan, kemudian berdalih : “semua ini akibat anggaran pembangunan kita yang defisit”.

Ke mana larinya uang-uang rakyat yang dibayarkan per bulan sebagai “pajak”? Mengapa ketika hendak bersekolah atau kuliah, rakyat mesti gigit jari akibat tidak punya uang cukup?

Mengapa pelayanan kesehatan sangat sulit dijangkau oleh ekonomi rakyat kebanyakan kita? Mengapa masih banyak korupsi, kolusi dan nepotisme di tengah amburadulnya sistem kenegaran kita?

BACA:  Mimpi

Apakah negeri yang bernama “INDONESIA” ini sudah saatnya kita bubarkan?