Kompleks mycobacterium avium
Terapi kompleks mycobacterium avium (MAC; mycobacterium avium complex) masih belum ditentukan dengan jelas dan melihat penggunaan lebih dari satu macam obat selama periode waktu yang lama.
Terapi kombinasi dengan etambutol, rifampin, klofazimin (Lamprene) dan siprofloksasin (Cipro) dengan atau tanpa amikasin ternyata disertai dengan efek toksisitas obat, tidak menghasilkan kesembuhan secara bacterial dan juga memberikan prognosis penyakit yang buruk.
Klaritromisin (Biaxin) dan azitromisin (Zithromax), yaitu preparat antibiotic yang lebih baru dalam pengobatan multidrug, sedang dievaluasi efektifitasnya dalam pengobatan MAC. Rifabutin ternyata efektif untuk mencegah MAC pada penderita infeksi HIV dengan jumlah sel CD4+ sebesar 200/mm2 atau kurang.
Meningitis.
Terapi primer yang mutakhir untuk Meningitis Kriptokokus adalah amfoterisin B IV dengan atau tanpa flusitosin atau flukonazol (Diflucan).
Keadaan pasien harus dipantau untuk mendeteksi efek yang potensial merugikan dan serius dari amfoterisin B, yang mencakup reaksi anafilaksis, gangguan renal serta hepar, gangguan keseimbangan elektrolit, anemia, panas dan mengigil.
Pemberian amfoterisin B intratekal telah digunakan sebagai pengganti pemberian intravena atau dalam bentuk kombinasi dengan pemberian intravena pada pasien-pasien yang tidak responsive terhadap cara terapi yang terakhir ini.
Sebelum flukanazol yang merupakan preparat antifungus yang baru itu disetujui dan digunakan untuk terapi supresif seumur hidup, kejadian relaps yang frekuen dan angka mortalitas yang tinggi kerapkali mengharuskan terapi yang lama dengan amfoterisin B IV.
Pada sebagian kasus, pasien terus mendapatkan amfoterisin B IV dirumah. Preparat Flukonazol oral digunakan sebagai terapi supresif kalau pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan hasil yang negative untuk mikroorganisme tersebut. Obat ini tidak begitu toksik dan lebih ditoleransi oleh pasien ketimbang amfoterisin B.