Fenomena Sampah (Kasus Kota Palu)


Sampah merupakan salah satu masalah lingkungan yang perlu mendapat perhatian. Permasalahan sampah tersebut semakin kompleks dalam kaitannya dengan pengelolaannya karena, kuantitasnya semakin meningkat, semakin bervariasi jenis komposisinya, keterbatasan sumber dana bagi pelayanan umum, dampak perkembangan ekonomi dan juga semakin tingginya aktivitas-aktivitas sumber potensial adanya sampah.

Kehadiran sampah merupakan hal yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan pencemaran apabila daya asimilasi alam tidak mampu lagi mendukungnya.

 

Selain itu sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat karena dari sampah tersebut dapat hidup berbagai organisme penyebab penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung melalui perantara vektor. Penyakit-penyakit terbut seperti Tyhpus abdominalis, diare, Dengue Haemorhagic Fever (Mukono, 1999).

Selain dapat menyebabkan penyakit, dari segi estetika sampah akan menjadi hal terburuk yang merusak pemandangan serta menimbulkan bau tidak sedap yang akan menjadi tolak ukur identitas kota dalam segala aspek.


BACA:  Keluarga dan Hubungannya dengan Sosialisasi Pada Anak

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola perkotaan adalah penanganan masalah persampahan. Berdasarkan data BPS tahun 2002, dari 384 kota yang menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari, penanganan sampah yang diangkut ke dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir sebesar 4,2%, yang dibakar sebesar 37,6%, yang dibuang ke sungai 4,9% dan tidak tertangani sebesar 53,3% (Bappenas, 2003).

Beberapa studi memberikan angka timbulan sampah di beberapa kota berkisar antara 2-3 liter per orang per hari dengan densitas 200 – 250 kg/m3, dan komposisi utamanya adalah sampah organik 70 – 80%. Menurut data Dinas Kebersihan Jakarta Timur bahwa produksi harian sampah di Jakarta Timur sebesar 5.442 m3 per hari, sedangkan volume timbulan sampah di seluruh TPS Jakarta Timur sebesar 5.325 m3 per hari.

BACA:  Geriathocracy

Untuk DKI Jakarta menurut hasil penelitian JICA laju produksi sampah di DKI Jakarta sebesar 2,69 liter/orang/hari. Dengan penduduk Jakarta sekitar 12 juta jiwa, maka sampah yang dihasilkan adalah 32,28 juta liter sampah/hari atau ekuivalen dengan 8.070 ton sampah/hari. Sementara kota lain menurut Data Status Lingkungan Hidup Daerah, timbulan sampah untuk Kota Makassar adalah 3918 m3 per hari (Bapedalda, 2004).

Penelitian Arianto Wibowo mengenai penanganan sampah perkotaan terpadu mejelaskan bahwa cakupan pelayanan persampahan di Indonesia, untuk DKI Jakarta dengan penduduk 12.506.352 sebesar 7.567.450 jiwa atau 60,5 %, dibandingkan dengan Sulawesi Tengah dengan penduduk 635.055 hanya sebesar 183.124 atau 18,1%.

Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Pertamanan bahwa jumlah sampah yang dihasilkan Kota Palu sebanyak 863 m3 per hari dan yang terangkut hanya sekitar 840 lebih m3 per hari. (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu, 2004).

BACA:  Iran vs Amerika; Akhir Sejarah dan Khoemeinisme

Kelurahan Layana dengan luas wilayah 12 km2, dengan jumlah penduduk mencapai 2685 jiwa menghasilkan volume sampah sebanyak 14,72 m3 per hari. Volume sampah ini belum tertangani dengan baik, dimana masih terdapat beberapa warga yang menumpuk sampah di lahan terbuka dan tidak terangkut, sebab sampah yang terangkut hanyalah sampah yang berada di sekitar jalan poros, sedangkan sampah yang berasal dari areal pemukiman yang tidak dapat dilalui oleh mobil angkutan tidak terangkut.

Akibatnya menimbulkan beberapa masalah dampak lingkungan. Masalah tersebut antara lain seperti penyumbatan saluran drainase yang mengakibatkan bnajir dan genangan air pada beberapa lokasi, tempat berkembang biaknya lalat, nyamuk dan kecoa (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Provinsi Sulawesi Tengah, 2004).