Matahari Cinta dan Matahati


Alangkah bahagianya menjadi matahari
Yang tak pernah lelah menyinari bumi
Meskipun terkadang ia harus rela tertutupi
Oleh pekatnya hitam awan

Betapa indahnya menjadi matahari
Setiap pagi mendapati bumi dengan punggungnya yang masih polos
Dan meninggalkannya saat lembayung mulai berpendar menanti malam
Ia tak pernah lelah,
apalagi menyesali hari-harinya

 

Matahari
Dengan suryanya memancar damai di segenap cakrawala
Menembusi batas-batas mega
Menjemput rembulan dan gemintang dengan senyumnya
yang tak pernah berubah

Matahari adalah simbol cinta yang abadi
Yang tak akan pernah pudar
Lewat rupa cantik rembulan malam hari
Atau bersama gemerlap cahya gemintang di atas mega
Matahari tetap menari, mengikuti alur cintanya


Matahari tak pernah terbenam meninggalkan kita,
hanya kita yang bergerak turun dari horizon
Pun matahari tak jua pernah terbit menerkam sisa-sisa gulita,
hanya kita yang berjalan ke atas melewati tepian horizon

BACA:  Di Tepian Senja

Alangkah damainya menjadi matahari
Menikmati setiap jejak waktu yang kita kitari
Di bawahnya
Mungkin kita masih bergurau dalam canda tawa
atau bercerita tentang kepedihan dan sakit hati
Tetapi matahari,
Ia masih tetap setia menanti waktunya sendiri
Menemani jejal nafas-nafas kita di bawah pancaran sinar indahnya
Toh, kita kadang melupakan semuanya;
tentang matahari yang setia dalam jejak dan kata
tentang rembulan dan gemintang gemerlapan di langit malam
Kita masih asyik dalam masygul diri sendiri

Kuingin menjadi matahari;
menyinarimu bak rembulan malam
menyisakan sedikit cahyaku untuk pernik bintang-gemintang
menyaksikan semuanya berbahagia tanpa pernah terbenam di ufuk
Hingga akhir masa…
Kuingin engkau menjadi rembulanku;
yang tulus menemani kesendirian kemataharianku
yang lewat senyum manismu kau titipkan tenteram bagi bumi
dan dengan hadirmu, semua menjadi semakin bermakna

BACA:  Kita (Agaknya) Perlu Me-re-defenisikan Kembali Makna Keprihatinan Kita

Kuingin engkau benar-benar menjadi rembulan
Hanya bagiku;
yang setiap saat ku tak pernah henti memancar nur cinta kepadamu
kemudian engkau pantulkan dalam pesonamu yang feminim
Kecantikanmu membuatku menjadi semakin berarti
Untuk menjaganya agar tidak pudar
Karenanya;
ku slalu ada menyinari hari-hatimu

Rembulanku..
Hadirmu membawa semangat baru
‘tuk harapan yang t’lah lama tersuruk
Cahyamu telah membuka kembali ruang di jiwa matahari matahatiku;
buatku s’makin menjadi matahari

Rembulanku,
Coba perhatikan sekeliling kita;
bintang bertabur senyum mengikhlaskan semuanya
mereka berbagi makna tentang cahya matahari yang tak pernah redup
dan eloknya parasmu saat bersanding dengan rona merah cahyaku
di malam hari
“Kita sejoli nirwana”, guman mereka setengah berbisik

BACA:  Dua Puluh Sembilan Tahun

Lihatlah, wahai rembulanku;
kita hampir sampai
di singgasana peraduan langit ketujuh
Nun di sana;
cinta kita berpadu;
menjadi matahari-matahati-matacinta
hanya engkau dan aku,
disaksikan bintang gemintang gemerlap bertaburan tersenyum iri..

Aduhai, tetaplah jadi rembulanku!
dan ‘ku kan berjanji;
“selalu menjadi mataharimu untuk s’lamanya!”

BungPermai, 30 Juni 2005