Polineuropati merupakan komplikasi yang paling umum dari diabetes mellitus, prevalensi bervariasi antara 5 dan 80% dari penderita diabetes memeriksa, tergantung pada kriteria diagnostik yang digunakan. Struktural lesi menunjukkan lebih sering ditandai dengan hilangnya serat saraf, atrofi, dan kerusakan struktural tertentu. Urutan patogen kejadian muncul untuk memulai dengan pembengkakan nodal dan paranodal, kehilangan progresif axogliales kompleks, demyelination, dan pembentukan mielin baru diselingi, penampilan sehingga node ocacion jarang myelinated. Struktural perbedaan telah ditunjukkan dalam lesi polineuropati dalam kaitannya dengan jenis diabetes. Secara fungsional, mereka telah menyarankan beberapa perubahan metabolisme saraf:
1. Meningkatkan jalur polyol,
2. Penurunan myoinositol,
3. Perubahan dalam metabolisme phosphoinositide, dan
4. Dalam aktivitas enzim Na K ATPase.
Teori dan perubahan iskemik Hemorheological penting dalam asal-usul komplikasi ini. penelitian eksperimental telah menunjukkan hubungan antara perubahan struktural, fungsional dan penurunan kecepatan konduksi saraf pada model hewan dan manusia polineuropati diabetes. Baru-baru ini, menjadi jelas bahwa gangguan dalam sekresi atau respon terhadap faktor pertumbuhan saraf dengan nada menurun neurotrophic. Keterampilan ini merupakan dasar untuk pencegahan masa depan dan strategi pengendalian untuk komplikasi ini.
Kelainan yang menandai polineuropati diabetika dimasukkan dalam ”tripati” yang meliputi neuropati,retinopati dan nefropati.Umumnya polineuropati diabetika terjadi setelah intoleransi glukosa yang cukup lama. Polineuropati diabetika adalah sekumpulan gejala yang disebabkan oleh degenerasi saraf perifer atau otonom sebagai akibat penyakit diabetes melitus (Harsono,2005). Polineuropati diabetika juga dapat diartikan kerusakan syaraf secara simetrik dengan gangguan motorik,sensorik dan otonom yang lebih berat didistal daripada bagian proksimal badan,saraf otak dan SSP (Susunan Saraf Pusat) juga ikut terserang (Sastrodiwirjo,1986).
Histopati (tingkat kerusakan serabut saraf) bertahap dari neuropati,meliputi :
• Neuropraksia : kerusakan di selubung myelin.Kerusakan ini paling ringan dengan hambatan fungsi hanaran tanpa kehilangan kontinuitas.Pemulihan fungsi akan terjadi dalam waktu yang singkat,beberapa menit sampai beberapa minggu.
• Aksonotmesis : kerusakan di akson disertai degenerasi tanpa kerusakan.
• Neurotmesis : kerusakan serabut saraf secara total.Penyambungan ujung saraf dengan ujung dapat menghasilkan perbaikan sebanyak 50% dalam klinis.Keadaan regenerasi saraf tepi dapat ditentukan langsung dengan perkusi pada saraf yang bersangkutan.
Histopati dari polineuropati diabetika yaitu aksonotmesis.Hal ini terjadi akibat gangguan metabolisme fruktosa dan sorbitol yang terakumulasi di akson sehingga menyebabkan gangguan vascular di daerah yang terkena.Oleh sebab itu,polineuropati diabetika banyak ditemukan pada pasien yang mengalami intoleransi glukosa (insulin-dependent patient) (Lindsay,2005). Kondisi neuropraksia dan aksonotmesis dapat ditangani secara konvensional sedagkan kondisi neurotmesis hanya dapat ditangani secara operatif (Sastrodiwirjo,1986).