Asuhan Keperawatan Gangguan Imunodefisiensi


https://www.ilmukesehatan.com/keperawatanGANGGUAN IMUNODEFISIENSI

Gangguan imunodefiensi dapat disebabkan oleh defek atau defesiensi pada sel-sel fagostik,limfosit B, limfosit T, atau komplemen. Gejala yang spesifik serta beratnya penyakit, usia saat penyakit dimulai dan prognosisnya penyakit tergantung pada komponen apa yang terkena dalam system imun dan sampai dimana fungsi imun tersebut terganggu.

 

Terlepas dari penyebab yang mendasari kelainan imunodefisiensi, gejala utamannya mencakup infeksi kronik atau infeksi berat kambuhan, infeksi karena mikroorganisme yang tidak lazim atau mikroorganisme yang merupakan flora normal tubuh, respons tubuh yang buruk terhadap pengobatan infeksi dan diare kronik.


Imunodefisiensi bisa diklasifikasikan sebagai kelainan yang primer atau sekunder dan dapat pula dipilah berdasarkan komponen yang terkena pada system imun tersebut.

BACA JUGA:  Asuhan Keperawatan Intusepsi

Imunodefisiensi Primer

Imunodefisiensi Primer merupakan kelainan langka yang penyebabnya bersifat genetic dan terutama ditemukan pada bayi serta anak-anak kecil.

Gejala biasanya timbul pada awal kehidupan setelah perlindungan antibody maternal menurun. Tanpa terapi, bayi dan anak –anak yang mengalami kelainan ini jarang dapat bertahan hidup sampai usia dewasa.

Kelainan ini dapat mengenai satu atau lebih komponen pada system imun. Gejala pada Imunodefisiensi berhubungan dengan peranan yang dalam keadaan normal dimainkan oleh komponen yang defisien.

Disfungsi fagostik

Manifestasi klinis

Kelainan pada sel-sel fagostik akan bermanifestasi dalam bentuk penigkatan insidensi infeksi bacterial. Disamping infeksi bacterial, penderita sindrom hiperimunoglobulinemia E (HIE) yang dahulunya dikenal sebagai syndrome Job akan menderita pula infeksi oleh Candida dan virus herpes simpleks atau herpes zoster.

BACA JUGA:  Asuhan Keperawatan Hiperemesis Gravidarum

Penderita sindrom ini akan terkena furunkulosis rekuren, abses kulit, dermatitis ekzematoid kronik, bronchitis, pneumonia, otitis media kronik dan sinusitis.

Sel-sel darah putih tidak mampu menghasilkan respons inflamasi terhadap infeksi kulit; keadaan ini mengakibatkan abses dingin yang letaknya dalam dan kurang menunjukkan tanda-tanda serta gejala klasik inflamasi ( yaitu, kemerahan, panas dan nyeri).

Evaluasi diagnostic

Diagnosis dibuat dari riwayat penyakit, gejala serta tanda-tanda penyakit, dan hasil pemeriksaan tidak langsung terhadap aktivitas sitosidal sel-sel fagostik dengan menggunakan tes reduktase tetrazolium nitroblue.

BACA JUGA:  Asuhan Kehamilan Kunjungan Ulang

Penatalaksanaan

Penanganan kelainan ini mencakup penatalaksanaan infeksi bakteri dengan terapi antibiotic profilaktik. Pada penderita syndrome HIE, terapi mungkin diperlukan untuk mengatasi infeksi jamur maupun virus.

Transfuse sel-sel granulosit pernah dilakukan tetapi kerap kali tanpa hasil karena sel-sel tersebut memiliki masa paruh yang pendek. Terapi dengan factor penstimulasi koloni granulosit makrofag (GM-CSF; granulocyte-macrophage colony stimulating factor) atau granulosit  CSF (G-CSF) terbukti memberikan hasil yang baik karena protein ini akan menarik sel-sel dari sum-sum tulang dan mempercepat maturasinya.