STUDI bioavailabilitas/ ketersediaan hayati (BA) dan atau bioekivalensi/kesetaraan biologi (BE) memainkan peranan penting dalam suatu periode pengembangan obat baru dan ekivalensi generiknya. Kedua studi itu penting juga untuk menyetujui adanya perubahan dalam manufacturing/formulasi produk obat.
Sebenarnya apa yang menjadi pokok dalam studi tersebut? Studi bioavailabilitas (BA) dan bioekivalensi (BE) menyediakan informasi penting yang menjamin keamanan dan keefektifan obat bagi pasien.
BA dan BE seringkali dinyatakan dalam luas di bawah kurva (area under curve) konsentrasi obat dalam plasma darah – waktu (AUC) dan konsentrasi maksimum obat dalam plasma darah (Cmax).
Dari profil tersebut dapat diinterpretasikan tersedianya kadar obat dalam plasma darah yang memadai yang dapat dipertahankan dalam rentang waktu tertentu sehingga obat tersebut dapat menghasilkan efek terapi yang diinginkan.
Dengan adanya kemajuan dalam dunia bioanalitis pada pertengahan tahun 1950, maka memungkinkan kinerja produk obat mudah dideteksi dengan prosedur yang tepat. Di Amerika Serikat, Congressional Office of Technology Assessment menghasilkan suatu laporan penting yang merekomendasikan pentingnya studi BA dan BE untuk pengembangan obat yang kemudian diadopsi FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat) dan dipublikasikan pada tahun 1977 berjudul ”Bioavailability and Bioeqivalence Requirement” yang berisi General Provision dan Procedures for Determining the Bioavailability or Bioeqivaalence of Drug Products.
Fokus dari peraturan tersebut adalah BA dan informasi farmakokinetik (nasib obat dalam tubuh dalam fungsi waktu), yang merupakan persyaratan yang dibutuhkan untuk penerapan obat baru dan selanjutnya untuk pembuktian BE.
Kesetaraan Biologi
Sekira tahun 1984 terjadi persaingan harga produk obat yang ketat dan perubahan pada undang-undang paten untuk makanan, obat dan kosmetik, sehingga menjadikan studi BE benar-benar penting untuk obat-obat generik.
Obat-obat baru harus menunjukkan kesetaraan biologi (BE) dengan obat pembanding inovator (obat yang pertama kali dikembangkan dan berhasil muncul di pasaran dengan melalui serangkaian pengujian, termasuk pengujian BA).
Dengan studi BE maka dimungkinkan untuk membandingkan profil pemaparan sistemik (darah) suatu obat yang memiliki bentuk sediaan yang berbeda-beda (tablet, kapsul, sirup, salep, suppositoria, dan sebagainya), dan diberikan melalui rute pemberian yang berbeda-beda (oral, rektal, transdermal).
Bioavailabilitas/ketersediaan hayati (BA) dapat didefinisikan sebagai rate (kecepatan zat aktif dari produk obat diabsorpsi/diserap di dalam tubuh ke sistem peredaran darah) dan extent (besarnya jumlah zat aktif dari produk obat yang dapat masuk ke sistem peredaran darah), sehingga zat aktif/obat tersedia pada tempat kerjanya untuk menimbulkan efek terapi/penyembuhan yang diinginkan.
Bioekivalensi/kesetaraan biologi (BE) dapat didefinisikan, tidak adanya perbedaan secara signifikan/bermakna pada rate dan extent zat aktif dari dua produk obat yang memiliki kesetaraan farmasetik, misalnya antara tablet A yang merupakan produk obat uji dan tablet B yang merupakan produk obat pembanding (inovator), sehingga menjadi tersedia pada tempat kerja obat ketika keduanya diberikan dalam dosis zat aktif yang sama dan dalam desain studi yang tepat.
Yang perlu diperhatikan dalam studi BA dan atau BE adalah perbedaan luas di bawah kurva konsentrasi zat aktif/obat dalam plasma – waktu (AUC) yang teramati, yang dinilai sebagai perbedaan efisiensi absorpsi obat karena adanya perbedaan kualitas produk obat yang dipengaruhi formulasi.
Pada kebanyakan produk obat yang diberikan secara oral dan transdermal (kulit), BA digambarkan sebagai profil pemaparan sistemik (darah) yang didapat dari pengukuran konsentrasi zat aktif dalam plasma darah sepanjang rentang waktu tertentu, setelah pemberian produk obat kepada subjek/sukarelawan.
Biasanya tidak menyertakan wanita karena terdapatnya siklus menstruasi yang akan mengakibatkan bervariasinya karakter farmakokinetika. Hal itu akan memengaruhi penilaian terhadap luas di bawah kurva (AUC), perkembangan kadar obat (zat aktif utuh dan atau metabolitnya).
Setelah obat diberikan kepada sukarelawan, maka pada interval waktu tertentu diambil darahnya (disampling) untuk ditentukan kadar zat aktifnya dalam plasma oleh suatu metode tertentu. Kemudian dibuat kurva konsentrasi zat aktif dalam plasma – waktu yang memuat minimal sembilan titik (sembilan data sampling).
Dipandang dari sudut farmakokinetika, studi BA dapat menyediakan informasi tambahan yang berguna yaitu metabolisme, transportasi, distribusi, dan eliminasi zat aktif, kesesuaian dosis, efek makanan terhadap absorpsi/penyerapan zat aktif, dan sebagainya.
Dipandang dari sudut kinerja produk obat, studi BA merupakan penunjuk berhasil tidaknya atau penampilan suatu formulasi obat yang dilakukan pada saat clinical trial (suatu percobaan untuk membuktikan keamanan dan khasiat obat).
Apabila dilakukan formulasi ulang terhadap produk obat tersebut atau dilakukan produksi obat yang setara secara generik yang mengandung zat aktif yang sama pada industri farmasi lain, maka harus memiliki penampilan BA yang sesuai dengan obat pada saat clinical trial tersebut.
BE merupakan suatu penentuan BA relatif antara dua produk obat sehingga merupakan tampilan komparatif produk obat. Walaupun penentuan BA dapat menunjukkan kualitas produk obat, akan tetapi BE merupakan tes komparatif yang formal antara produk obat uji dan produk obat pembanding (baik inovator ataupun produk obat yang sudah dinyatakan kesetaraan biologiknya).
Tes komparatif itu menggunakan kriteria khusus untuk menilai adanya perbedaan bermakna atau tidak. Bila tenyata tidak ada perbedaan bermakna, maka produk obat uji tersebut dinya- takan bioekivalen dengan produk obat pembanding.
Perlunya dilakukan studi BA dan atau BE pada produk obat tadi karena apabila terjadi perbedaan sifat fisiko kimia bahan baku zat aktif yang dipakai (bentuk kristal dan ukuran partikel), perbedaan komposisi bahan pembantu, kualitas bahan pembantu, perbedaan cara pencampuran, dan perbedaan teknik pembuatan pada sediaan-sediaan yang setara secara farmasetik, maka dapat menyebabkan perbedaan kecepatan pelepasan dan kecepatan melarut zat aktif dari sediaannya (untuk sediaan padat) di mana kecepatan dan proses tersebut dapat memengaruhi kecepatan dan efisiensi absorpsi zat aktif di dalam tubuh.
Sedangkan pada bentuk sediaan larutan (sirup) bisa terjadi antarakasi zat aktif dengan bahan pembantu yang dipilih. Dengan demikian perbedaan tersebut dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya perbedaan ketersediaan hayati.
Dosis obat antara produk obat uji dan produk obat pembanding sebaiknya harus sama, karena selain adanya farmakokinetik linear di mana konsentrasi zat aktif dalam darah berhubungan secara linier dengan dosis obat yang diberikan, ada juga farmakokinetik nonlinear, di mana konsentrasi zat aktif dalam darah tidak berhubungan secara linier dengan dosis obat yang diberikan.
Oleh sebab itu perlu diperhatikan penentuan besarnya dosis produk obat yang akan diuji untuk mencegah adanya kesalahan interpretasi data sebagai akibat dari ketidaklinearan senyawa obat yang diuji.
Rasionalitas Pendekatan
Materi yang diukur dalam studi BA adalah zat aktif utuh dan metabolit aktifnya (hasil metabolisme zat aktif di dalam tubuh). Sedangkan untuk studi BE yang dibutuhkan adalah hanya zat aktif utuh walaupun tersedia metabolitnya. Kerasionalan pendekatan ini adalah profil kurva konsentrasi zat aktif utuh waktu akan lebih sensitif terhadap adanya perubahan dalam formulasi.
Studi BA dan atau BE semestinya telah dilakukan terhadap semua produk obat yang berada di pasaran baik obat bermerek dagang maupun obat generik. Pada obat bermerek dagang memang dilakukan pemillihan bahan pembantu (bahan tambahan yang digunakan untuk membentuk produk obat selain zat aktif) yang spesial dan kemasan produk yang menawan yang menjadikannya terasa istimewa.
Sedangkan pada obat generik dilakukan penekanan biaya produksi untuk penurunan harga produk. Akan tetapi berkat adanya studi BA dan atau BE, obat generik akan memberikan jaminan keamanan dan khasiat pengobatan walaupun kemungkinan adanya perbedaan sifat fisiko kimia zat aktif yang digunakan (bentuk kristal dan ukuran partikel) pada kedua produk obat tersebut.
Jadi tidak ada alasan terutama bagi konsumen yang berkantong tebal untuk ragu dan merasa ”bersalah” jika hendak memilih obat generik dengan alasan penghematan. Apalagi dalam kondisi bangsa saat ini yang sedang menderita kronis akibat permasalahan hukum, politik, ekonomi, dan keamanan, di mana diperlukan kecerdasan seorang konsumen dalam memilih produk obat. Marilah kita semua mengencangkan ikat pinggang.***
Deni Rahmat, S.Si, Apt. – Mahasiswa Pascasarjana Farmasi ITB.