Konsumsi Gula, Kegemukan, dan Diabetes


Konsumsi Gula, Kegemukan, dan DiabetesGula kerap dianggap berefek buruk terhadap kesehatan. Gula sering dituding menjadi penyebab kegemukan dan diabetes. Penelitian membuktikan bahwa “tuduhan” itu ternyata tidak benar.

Bagi sebagian besar orang, gula adalah sukrosa, gula pasir yang biasa dijual di pasar dalam kantong beragam ukuran. Gula sesungguhnya hanya menyumbang energi/kalori pada pola makan, yaitu 16 kalori (kcal) per sendok teh.

 

Sebenarnya, terdapat lusinan jenis gula. Dalam bentuk murni, berbagai jenis gula tersebut memiliki nama masing-masing, seperti fruktosa (gula buah), galaktosa, glukosa, laktosa (gula susu), maltosa, ribosa, serta gula alkohol, seperti sorbitol dan xilitol.

Gula juga kerap dikenali menurut sumbernya, seperti madu, sirup jagung, dan molase (molasse). Molase merupakan sirup kental, lazimnya berwarna cokelat gelap yang dihasilkan selama penyaringan gula.

Gula dijumpai secara alami pada beberapa makanan, seperti kismis dan kurma. Rasa gula dapat pula diperoleh karena ditambahkan, misalnya, dalam pai buah dan kola. Ia mempunyai fungsi sebagai bahan pengawet dan bahan pemberi rasa, termasuk penghasil aroma karamel.


Gula dapat membuat makanan lebih lezat dan mengurangi porsi energi bila menggantikan lemak sebab gula (karbohidrat) mengandung energi sebesar 4 kcal tiap gramnya. Adapun lemak setiap gramnya memasok energi sebesar 9 kcal.

Sukrosa

Semua gula pada dasarnya sama. Tak terdapat satu pun yang memberikan keuntungan gizi signifikan melebihi yang lain, kecuali madu dan molase yang mayoritas gulanya sudah dihilangkan/dikeluarkan. Molase kaya akan zat besi, sedangkan madu sarat flavonoid, zat fitokimia yang berperan sebagai antioksidan.

Sesungguhnya, sukrosa adalah gula utama dalam buah, seperti dalam buah blewah, jeruk, kismis, mangga, melon, nanas, pisang, dan semangka. Bonus kesehatan yang berasal dari makan buah terletak pada kandungan vitamin, mineral, serat, dan flavonoidnya, bukan pada jenis gula yang dikandung oleh buah.

BACA:  Antioksidan Cegah Dampak Buruk Formalin

Ada perbedaan tingkat kemanisan gula. Fruktosa lebih manis daripada jenis-jenis gula lain (hampir dua kali kemanisan sukrosa) sehingga diperlukan sedikit saja untuk membuat makanan terasa manis.

Sebaliknya, tingkat kemanisan xilitol dan sorbitol jauh lebih rendah dibandingkan dengan jenis-jenis gula lain sehingga harus digunakan lebih banyak untuk memunculkan rasa manis.

Glukosa

Tubuh membutuhkan gula. Glukosa, yang merupakan gula utama dalam darah dan bahan bakar dasar bagi tubuh, esensial untuk berfungsinya seluruh sel, terutama sel-sel otak.

Namun, kita tidak perlu makan gula untuk memasok glukosa. Yang dibutuhkan tubuh adalah karbohidrat kompleks, juga dikenal sebagai zat pati, yang ditemukan pada makanan-makanan yang berasal dari padi, sayuran, dan buah. Pada beberapa keadaan, glukosa dapat diproduksi dari pemecahan protein atau lemak.

Ketika mengonsumsi makanan yang mengandung gula, makanan itu dipecah tubuh menjadi bentuk gula yang paling sederhana, kecuali gula dalam makanan tersebut telah berbentuk sangat sederhana.

Misalnya, selama pencernaan, sukrosa dipecah menjadi glukosa dan fruktosa, yang memasuki aliran darah melalui dinding-dinding usus halus serta melintasi sel-sel tubuh dan hati. Dengan bantuan insulin, yakni hormon pengatur kadar glukosa, sel-sel menyerap glukosa dan menggunakannya sebagai energi.

Glukosa disimpan di hati dan otot dalam bentuk glikogen. Glikogen di hati sewaktu-waktu dapat diubah kembali menjadi glukosa pada saat energi diperlukan. Sebagian besar fruktosa diubah pula menjadi glukosa oleh hati. Hati pun dapat mengubah gula menjadi asam-asam amino-balok-balok pembangun protein. Kelebihan gula, sebagaimana halnya energi ekstra lainnya, diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh.

BACA:  3 Langkah untuk Mencegah Obesitas Anak

Menimbulkan Kegemukan?

Bahwa gula dapat menggemukkan adalah pernyataan yang tidak benar. Pada kasus kegemukan, kesalahan tidak dipikul sendiri oleh gula.

Mengonsumsi energi lebih banyak daripada yang dapat dibakar tubuh merupakan pemicu penambahan berat badan. Bagi kebanyakan orang, andil terbesar dari kelebihan energi berasal dari mengonsumsi lemak terlalu banyak, bukan gula.

Beberapa riset secara mengejutkan justru menemukan bahwa orang yang kurus cenderung makan gula lebih banyak (dan lemak lebih sedikit) dibandingkan dengan orang yang gemuk.

Orang yang sering menyalahkan makanan manis tatkala berat badannya naik sudah melupakan bahwa mayoritas energi cake, cokelat, cookie, dan es krim yang mereka makan berasal dari lemak, bukan gula. Padahal, sebagaimana telah disinggung di muka, lemak menyediakan energi 9 kcal per gram, sedangkan gula menyumbang energi 4 kcal tiap gram.

Itu tak berarti tubuh tidak akan bertambah berat jika camilan yang menyediakan gula ditambahkan pada pola makan setiap hari. Yang menyebabkan berat badan naik ialah energi (gabungan hasil pembakaran karbohidrat-lemak-protein), bukan gula. Sekali lagi, lemak memproduksi energi jauh lebih besar daripada gula.

Menimbulkan Diabetes?

Makan gula terlampau banyak tidak menimbulkan diabetes. Salah paham tersebut muncul karena ciri-ciri diabetes adalah kadar gula dalam darahnya tinggi.

Kelebihan konsumsi gula memang amat berbahaya bagi pengidap diabetes. Mereka harus membatasi konsumsi gulanya. Tetapi, gula tidak menyebabkan diabetes.

Janket dan empat koleganya dari Harvard Medical School and Harvard School of Public Health, Boston, Amerika Serikat, meneliti secara prospektif apakah konsumsi total atau jenis gula berhubungan dengan risiko munculnya diabetes tipe-2, yaitu diabetes tipe yang tidak tergantung pada insulin.

BACA:  4 Manfaat Tomat untuk Kesehatan Tubuh

Studi yang diikuti selama rata-rata enam tahun itu meneliti 39.345 perempuan berumur minimal 45 tahun ke atas yang dipilih secara acak. Hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi gula tidak tampak berisiko terhadap perkembangan diabetes tipe-2.

Kegemukan mungkin merupakan faktor risiko utama untuk diabetes tipe-2. Dan, sebagaimana sudah dinyatakan di atas, gula bukan penjahat utama di belakang kebanyakan kasus kegemukan. Riwayat keluarga berpenyakit diabetes dan usia yang telah lanjut merupakan faktor-faktor penting lain penyebab diabetes.

Tak ada alasan kuat untuk membatasi konsumsi gula secara ketat, kecuali kalau Anda penderita diabetes atau orang yang sensitif terhadap karbohidrat. Penderita diabetes pun masih diperbolehkan makan makanan yang manis. Namun, menghindari konsumsi gula terlalu banyak tetap lebih baik.

Mungkin tidak mudah melakukan hal tersebut karena gula adalah bahan makanan yang populer dalam banyak makanan olahan. Gula merupakan bahan tambahan makanan yang penting. Ia hadir dalam pelbagai makanan yang sebelumnya mungkin tak terbayangkan, seperti sup, sambal, jus buah, sereal, yogurt, roti, makanan kaleng, dan tentu saja minuman ringan (soft drink) serta makanan manis lainnya.

Gula secara alami dijumpai pula pada buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu. Idealnya, gula memberikan kontribusi tidak melebihi 15 persen dari total energi per hari. Kendati begitu, perlu diingat bahwa sebagian besar makanan manis mengandung lemak dan energi yang tinggi, tetapi zat gizinya relatif rendah.

Jika Anda menjalankan pola makan seimbang, yakni rendah lemak dan tinggi karbohidrat, tak ada alasan menjauhi gula. Dengan pola makan seimbang, Anda secara otomatis akan membatasi konsumsi gula.

Oleh : Nurfi Afriansyah MSc – Peneliti Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes; Anggota Persagi.