Indonesia Kita; Dari Flu Burung ke Flu Babi


Terjangan virus flu burung (H5N1) belum lagi berakhir ketika virus baru Flu Babi atau swain flu (H1N1) mulai ditemukan pada pertengahan bulan Maret ini.

Pandemi flu burung yang sangat mematikan kini mulai ditambah lagi dengan ketakutan akan serangan wabah flu babi yang tidak kalah ganasnya. Dewi Hastuty Sjarief, Guest Blogger of This Month mengirimkan tulisannya di bawah ini:

 

Wabah Flu Babi dan Nasib Peternak Babi

Tepatnya sejak tanggal 25 Januari 2004 saat pemerintah indonesia mengumumkan secara resmi untuk mewaspadai flu burung, maka terhitung sekitar 5 tahun kita telah demikian akrab dengan informasi virus H5N1 yang menjangkiti hewan sejenis unggas tersebut.

Indonesia Kita; Dari Flu Burung ke Flu BabiBerbagai iklan layanan masyarakat yang ditampilkan oleh pemerhati masalah kesehatan mulai dari pemerintah hingga lembaga swadaya masyarakat untuk sekadar memberi peringatan seputar tata cara pencegahan yang dapat kita lakukan untuk menghindari kondisi rentan pada virus tersebut.


Meskipun telah banyak kita dengar dan lihat kasus-kasus kematian pada manusia yang diakibatkan oleh keganasan virus yang seyogyanya hanya menular pada hewan sebangsa aves. Namun kejadian kematian pada manusia tersebut selalu diakhiri dengan kalimat suspect alias di duga terjangkit flu burung.

Terasa belum lama informasi-informasi itu marak di berbagai media, kita kembali mulai diresahkan oleh berita kematian warga Meksiko oleh virus tipe A jenis H1N1 dimana hewan babi sebagai agen penularnya. Kasus di Meksiko yang terjadi telah mencapai angka 2500 dengan 1311 orang masih menjalani perawatan di rumah sakit.

Sampai tanggal 30 april 2009 kematian warga Meksiko telah mencapai angka 160 orang dan penyebarannya sendiri sudah mencapai Eropa. Karena pada dekade ini virus tersebut mewabah di Meksiko maka flu babi (swine flu) ini bisa juga disebut flu Meksiko (istilah dari creativesimo).

Menteri Kesehatan Meksiko Jose Angel Cordova mengatakan, kasus pertama flu babi di Meksiko dicurigai berasal dari sebuah peternakan babi di Negara Bagian Oaxaca. Namun, Cordova menegaskan bahwa tidak ada yang tahu titik asal maupun penyebaran virus tersebut.

Pemerintah Amerika Serikat melaporkan peningkatan penderita flu babi, di enam negara bagian terdapat 66 orang yang menderita penyakit flu babi dan 45 orang diantaranya terdapat di kota New York (30/4/09).

Di California, seorang Marinir dipastikan terjangkit virus flu babi dan sekitar 30 Marinir AS lainnya akhirnya di karantina di markas militer California Selatan.

Berdasarkan riset Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit amerika Serikat, kuat dugaannya bahwa H1N1 tipe Meksiko adalah gabungan dari flu burung, flu babi dan flu pada manusia. Dan virus kemungkinan mengalami perubahan atau terjadi mutasi virus di dalam tubuh babi. Menurut Nidom, Kepala Laboratorium Flu Unggas Universitas Airlangga, bahwa virus yang berubah ditubuh babi lebih mungkin menular kepada manusia.

Hal ini disebabkan manusia dan babi adalah mamalia yang cenderung memiliki kesamaan. Walaupun virus ini cepat penularannya, namun daya rusaknya rendah dibandingkan dengan tipe H5N1 pada unggas yang memiliki daya rusak tinggi tetapi penyebarannya lambat. “koalisi” antar virus yang terjadi di tubuh babi kemudian melahirkan material virus yang baru dengan karakter yang beda pula sehingga lebih memungkinkan untuk menggempur pertahanan tubuh manusia.

Tubuh babi memiliki 2 reseptor yang memungkinkannya untuk bercampur dan mereplikasi diri yaitu reseptor alfa 2,6 sialic acid, dan alfa 2,3 sialic acid yang ada pada virus flu unggas.

WHO dan beberapa negara mengkonfirmasi bahwa terdapat 148 kasus di sembilan negara. Israel, Selandia Baru, Skotlandia, Australia, Denmark, Swiss, Perancis, Irlandia dan Swedia selain itu di Hongkong dan Korea selatan pun mulai memeriksa warga negaranya yang diduga memiliki gejala-gejala yang mirip dengan flu babi. Otoritas China juga memeriksa orang yang memiliki gejala yang mencurigakan.

Di Indonesia, Menkes ibu Siti Fadila Supari menegaskan bahwa flu babi belum sampai ke Asia, karena virus H1N1 termasuk tipe influenza A yang tahan di daerah subtropis. Bukan di daerah tropis seperti Indonesia. Kalaupun virus itu akan bermutasi, Supari berkata bahwa akan membutuhkan waktu yang cukup lama bahkan kemungkinan bisa ratusan tahun dapat terjadi mutasi pada gen virus.

Namun berbeda dengan Menkes, pendapat Nidom, Peneliti virus flu burung Universitas Airlangga menyatakan bahwa peluang virus dapat terjangkit di Indonesia sangat mungkin terjadi, karena perbedaan penyakit berdasar geografis wilayah seperti, wilayah subtropis dan tropis, tidak bisa dipergunakan sebagai pegangan utama.

Kondisi penyebaran yang pandemi telah tidak hanya meresahkan para peternak babi dan orang-orang yang tinggal di lingkungan yang dekat dengan peternakan babi. Namun, rupanya penyebaran wabah flu babi ini juga berdampak kepada nilai saham dan harga minyak. Sebab, penyebaran virus itu akan memberi kehancuran di sektor industri penerbangan dan menurunkan permintaan minyak.

Asisten Direktur Jenderal WHO, Keiji Fukuda memberi sinyal bahwa dalam kondisi yang semakin memburuk ini, pencegahan saja tidak cukup, karena sang virus telah menyebar ke berbagai negara.

Kondisi ini pula yang menyebabkan WHO meningkatkan level kewaspadaan dari status siaga flu babi hingga mencapai level 4 yaitu kondisi darurat global yang berarti bahwa virus ini telah menunjukkan kemampuannya dalam proses penularan manusia ke manusia.

Awal Penyebaran

Belum juga reda keresahan kita akan pandemi virus H5N1 merebak disebagian besar negara-negara Asia, dimana sejumlah peternak di 10 provinsi di Indonesia harus rela kehilangan 3.842.272 ekor (4,77%) ayam nya dengan jumlah tertinggi ada di provinsi Jawa Barat yaitu sejumlah 1.541.427 ekor. Dan perasaan was-was akan ancaman virus tersebut pada manusia, karena dalam tiga tahun terakhir, virus ini juga telah memiliki 300 kasus di seluruh dunia.

BACA:  Blogger Sebagai Sebuah Profesi

Dunia kali ini harus berhadapan dengan kasus flu babi yang dimulai dengan kasus yang terjadi di negara bagian Oaxaca, Meksiko yang menurut WHO telah menewaskan sekitar 60 orang pada pertengahan Maret 2009. Dan hingga kini (30/4) telah mencapai 160 orang. Sejumlah 1.311 orang yang menjalani perawatan di rumah sakit, menunjukkan kemajuan dalam penyembuhannya menurut Jose Angel Cordova, Menteri kesehatan Meksiko.

Jumlah kasus flu babi yang telah dikonfirmasi di Amerika Serikat terus meningkat menjadi 45 kasus. Di Inggris dan Spanyol terdapat pasien yang mengidap flu babi sehingga menjadi kasus pertama di Eropa. Sementara Kanada memiliki enam kasus dan Selandia Baru telah menyatakan korban pertama flu babi di negara tersebut.

Di Australia, terdapat 70 orang dalam pengawasan pemerintah yang diduga mengidap flu babi . Demikian pula di Swedia dan Swiss, yang masing-masing memiliki lima kasus. Korea Selatan juga sedang menyelidiki satu kasus yang diduga virus flu babi. Satu orang di Israel juga mengidap flu babi. Itu merupakan kasus pertama flu babi di Timur Tengah.

Dari beberapa kasus dan dugaan penularan dari hewan ke manusia, dan meningkat ke level penularan manusia ke manusia, dalam benak saya kemudian muncul pertanyaan dan dugaan:

  • Apakah ada kesamaan antara virus flu burung dengan virus flu babi?
  • Apakah virus flu babi adalah sebuah mutasi genetik yang diakibatkan oleh pengobatan flu burung yang tidak tuntas?
  • Apakah mungkin bagi virus tersebut merambah penularannya hingga level komunitas (level 6)

Apa Itu Virus Flu (Babi dan Unggas)

Virus flu relatif peka terhadap suhu. Seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan, masa hidup virus menjadi pendek. Selain itu, intensitas penyinaran matahari pada musim panas dan musim gugur, relatif tinggi, sinar lembayung dalam sinar matahari mempunyai daya membunuh yang kuat terhadap virus.

Disamping itu peredaran udara pada sarang/kandang hewan di musim panas dan musim gugur jauh lebih tinggi dibanding musim dingin dan musim semi sehingga dapat mengurangi jumlah virus dalam sarang/ kandang. Maka, kesempatan dan jumlah virus yang masuk ke dalam tubuh hewan sangat berkurang sehingga infeksi pun berkurang.

Sementara itu, peredaran udara yang baik juga mengurangi rangsangan udara buruk terhadap selaput lendir dan saluran pernapasan, sehingga memang diperlukan daya tahan tubuh yang baik dalam hal ini daya tahan saluran pernapasan dan selaput lendir dari penyakit.

Virus flu pada hewan, reservoir alamiahnya adalah sejenis unggas liar dan unggas air seperti itik. Hal ini dapat pula menular kepada unggas domestik, burung puyuh, merpati, babi, bahkan dalam beberapa waktu terakhir diinformasikan juga terdapat pada kuda, ikan paus, anjing laut, sapi, kucing dan manusia.

Flu burung pada unggas, dapat menyebar dengan cepat diantara satu populasi dalam satu flok (cluster) peternakan dan dapat mengakibatkan tingkat kesakitan (morbidy rate) 80-100% serta tingkat kematian (mortality rate) 80-100%.

Penularan dari hewan ke manusia tidak mudah karena antara hewan dan manusia memiliki reseptor yang berbeda. Babi diduga sebagai pecampur (mixing) yang tepat untuk mengubah genom virus didukung oleh sifat virus flu burung yang sangat tidak stabil sehingga dapat terjadi mutasi gen membentuk serotipe baru yang patogen atau sebaliknya.

Virus Flu pada babi (Swine Flu) atau dikenal juga dengan Flu Meksiko ini adalah virus (H=Hemagglutinin, N=Neuraminidase) tipe A H1N1 yang ada pada hewan babi. Dalam proses replikasi virus, pencampuran material genetik diawali saat virus tersebut masuk ke tubuh babi.

Virus flu manusia dan virus flu babi masuk ke sel epitel babi melalui reseptor alfa 2,6 sialic acid, sedangkan virus flu unggas masuk ke reseptor alfa 2,3 sialic acid. Dan, babi memiliki kedua reseptor itu. Di dalam sel babi virus ini mereplikasi. Pada saat virus-virus itu mereplikasi, di antara virus-virus itu bisa terjadi pertukaran material genetik atau yang dikenal dengan istilah antigenic drift.

Masing-masing virus memiliki material genetik berupa delapan fragmen. Delapan fragmen itu adalah HA, NA, PA, PB1, PB2, M, NP, dan NS. Fragmen-fragmen itu bisa tertukar hingga terbentuk ”anak” virus dengan sifat yang berbeda.

Dalam kasus flu babi Meksiko, penataan ulang itu menghasilkan virus dengan struktur luar sama dengan ”induknya”, yaitu virus flu babi (karena itu virus ini tetap disebut subtipe H1N1), tetapi material di dalamnya berasal dari fragmen virus flu manusia dan flu unggas.

Di samping terjadi pertukaran material genetik, kemungkinan pula terjadi antigenic drift, yaitu fragmen-fragmen yang ada bermutasi. Bila ini yang terjadi, ”anak” virus memiliki material genetik yang lebih kompleks.

Virus H1N1 termasuk virus yang ‘low pathogenic’ tidak sama dengan virus yang terdapat pada unggas yang termasuk di dalam highly pathogenic Avian Influenza Virus (H5N1) yang dikeluarkan oleh unggas di sejumlah besar kotorannya.

BACA:  Fenomena New Emerging Forces

Dari sini dapat diketahui bahwa virus flu babi (Swine flu) dengan virus flu burung (Avian Influenza) adalah jenis virus yang berbeda. Virus flu babi dalam kasus Meksiko adalah virus yang telah mengalami mutasi genetik sehingga melahirkan adaptasi baru dalam struktur virus itu sendiri namun bersifat “low pathogenic”.

Dari hal diatas juga dapat ditemukan bahwa virus ini bukanlah reaksi dari pengobatan virus flu burung yang tidak tuntas, melainkan terjadi pencampuran dan replikasi sel yang masuk dalam dua reseptor milik sel epitel pada babi dari flu unggas juga flu manusia yang di mixing dalam tubuh babi.

Pencegahan Virus Flu Babi (Swine Flu)

Bagaiman upaya mencegah virus flu babi? Setidaknya terdapat tujuh langkah pencegahan penyebaran virus flu babi yang terdapat di surat edaran Menkes RI, yaitu:

  • Pertama, sudah terpasangnya thermal scanner (alat pendeteksi suhu tubuh) di terminal kedatangan bandara internasional.
  • Kedua, mengaktifkan kembali sekitar 80 sentinel untuk surveillance ILI dan Pneumonia baik dalam bentuk klinik atau virologi.
  • Ketiga, menyiapkan obat-obatan yang berhubungan dengan penaggulangan Flu Babi yang pada dasarnya adalah Oseltamivir yang sama untuk H5N1 (virus Flu Burung).
  • Keempat, menyiapakan 100 rumah sakit rujukan yang sudah ada dengan kemampuan menangani kasus Flu Babi.
  • Kelima, menyiapkan kemampuan laboratorium untuk pemeriksaan H1N1 (virus Flu Babi) di berbagai Laboratorium Flu Burung yang sudah ada.
  • Keenam, menyebarluaskan informasi ke masyarkat luas dan menyiagakan kesehatan melalui desa siaga.
  • Ketujuh, simulasi penanggulangan Pandemi Influenza yang baru dilakukan minggu lalu di Makasar juga merupakan upaya nyata persiapan pemerintah dalam menghadapi berbagai kemungkinan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau Public health Emergency Internasional Concern (PHEIC) seperti Flu Babi.

Potensi Perkembangan Virus Flu Babi di Asia

Hingga tulisan ini di buat, belum ada kabar bahwa wabah flu babi merembet ke Indonesia. Namun, Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari menganggap ada yang janggal dan tidak konsisten dengan penetapan WHO bahwa tahap penyebaran flu babi di fase empat. Padahal, WHO sendiri mengatakan, virus H1N1 telah menular dari manusia ke manusia. Penyebarannya juga cukup luas.

Karena itu, sekolah-sekolah maupun pertandingan sepak bola di Meksiko layak ditutup. Saat ini, selain di Meksiko, negara AS, Inggris, Kanada, Spanyol dan Israel memkonfirmasi ada warganya yang sudah terkena virus flu babi.

Bagaimana dengan Indonesia? Untuk sementara kita mungkin masih bisa bernapas lega karena Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan bahwa virus flu babi hanya mampu hidup dalam cuaca dingin, dan tidak bisa bertahan di daerah berhawa tropis.

Meskipun hal ini juga telah dibantah oleh peneliti flu burung dari Unair, Nidom yang menegaskan bahwa mutasi gen dari virus memungkinkannya beradaptasi dengan iklim yang ada dalam kondisi geografis yang juga berbeda. Jadi, kewaspadaan sebaiknya tetap ada.

Siti menjelaskan, jika tingkat penularan virus antarmanusia, seharusnya penyebaran virus itu telah memasuki fase lima dimana dunia telah memasuki level kewaspadaan yang tinggi disebabkan telah ditemukannya manusia yang terinfeksi oleh manusia lainnya.

Penyebaran virus pada fase III dan IV artinya telah ditemukan ada manusia yang terinfeksi virus H1N1 yang mematikan itu. Namun, hingga kini belum ditemukan adanya penularan antarmanusia. Sementara fase V artinya telah ditemukan manusia yang terinfeksi H1N1 dan menular antarmanusia (human to human) dalam kelompok luas.

Menkes menegaskan, hingga kini flu babi belum sampai di Asia. Virus H1N1 termasuk tipe influenza A yang menurutnya tahan di daerah subtropis. Bukan di daerah tropis seperti Indonesia. Namun andai virus tersebut mengalami mutasi, maka kejadian tersebut mungkin akan sangat lama, dapat mencapai ratusan tahun.

Karena itu, Menkes menilai, kebijakan travel warning belum saatnya diberlakukan. Siti hanya mengimbau masyarakat yang melakukan perjalanan ke negara yang terjangkiti flu babi agar memeriksakan kesehatannya.Namun, penjelasan Menkes itu, rupanya, tidak berdasar.

Peneliti virus flu burung di Laboratorium Universitas Airlangga Dr Chairul Anwar Nidom drh mengatakan, perbedaan penyakit berdasar geografis wilayah seperti, wilayah subtropis dan tropis, tidak bisa dipergunakan sebagai pegangan utama.

Misalnya saja adanya penyakit Malaria yang tadinya hanya terdapat di wilayah tropis, namun setelahnya, Malaria juga telah ditemukan di wilayah subtropis. Kondisi itu diperkuat adanya perubahan iklim yang terjadi di seluruh bagian dunia. Maka, perubahan penyakit dari satu wilayah ke wilayah yang lain sangat mungkin terjadi.

Peluang penularan virus flu babi ke Indonesia sangat mungkin terjadi. Virus flu babi subtipe H1N1 varian Meksiko memiliki struktur sel bagian luar yang sama dengan struktur sel virus flu pada manusia sehingga memungkinkan untuk terjadi penularan dari manusia ke babi maupun sebaliknya.

Peluang Berkembangnya Virus H1N1 pada Level Komunitas

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Rabu 29 april, meningkatkan status wabah flu babi menjadi “fase 5? Ini satu tingkat di bawah level tertinggi pandemic virus yang yang telah menewaskan setidaknya 160 orang di Meksiko.

Direktur Jenderal badan PBB itu, Margeret Chan mengatakan, jika dikeluarkan keputusan untuk menaikkan status menjadi “fase 6″ atau yang tertinggi, maka seluruh negara harus “secepatnya” mengaktifkan rencana persiapan pandemic sebagai wabah penyakit global.

Fase 6 berarti, “satu komunitas terjangkit virus dalam setidaknya satu negara lain di kawasan yang berbeda.” Artinya jika di luar Amerika Utara terdapat laporan kasus positif flu babi dan menjangkiti satu komunitas dalam satu negara itu, maka WHO akan menaikkannya menjadi “fase 6″. Perubahan status level ini merupakan kesempatan bagi pemerintah, menteri-menteri kesehatan, dan pihak lainnya untuk mempersiapkan segala kebutuhan, termasuk penyediaan obat-obatan.

BACA:  Fenomena Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia

Pengumuman itu dikeluarkan setelah flu yang dikenal dengan H1N1 itu menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Satu balita dilaporkan meninggal di Amerika Serikat pada hari yang sama. Ini merupakan korban tewas pertama virus flu babi di luar Meksiko.

WHO dan beberapa negara mengonfirmasi terdapat 148 kasus di sembilan negara. Sebagian besar kasus dilaporkan di Amerika Serikat, di mana Pusat Pengendali Penyakit dan Pencegahan (CDCP) mengumumkan sudah ada 91 kasus di negara itu.

Para peneliti masih menyelidiki bagaimana virus flu babi dapat menyebar dari manusia ke manusia. Dilaporkan hingga saat ini sekira 2.700 orang di seluruh dunia terjangkit dan menjadi suspect flu babi. Di Meksiko sendiri, pemerintah menutup 35.000 tempat-tempat umum serta membatasi jam buka restoran. Warga juga memilih tidak keluar rumah sebagai upaya mencegah penyebaran flu babi.

Flu Babi mewabah, Peternak Waspada

Kalangan peternak babi di Amerika merasa sangat dirugikan dengan berita-berita tentang flu babi ini, konteks penamaan yang di lakukan mungkin bagi sebagian orang tidak berarti apa-apa namun bagi produsen daging babi, hal tersebut sungguh merugikan baginya karena berdampak cukup signifikan pada usahanya.

Kata “flu babi” sendiri menjadikan orang awam beranggapan bahwa babi-lah yang menyebabkan kematian bagi manusia. Dan sontak membuat mereka dalam beberapa waktu enggan menyentuh babi dan mengkonsumsi dagingnya.

Organisasi Kesehatan Hewan Dunia, yang berpusat di Paris, ternyata juga keberatan dengan nama “flu babi” tersebut, dan mengatakan virus berunsur virus unggas dan manusia itu sejauh ini tak ditemukan seekor babi menderita karena penyakit tersebut.

Selain itu, ada perasaan yang berkembang di sektor pertanian untuk menyebutnya virus Amerika Utara, meskipun ahli penyakit Anthony Fauci mengatakan dalam dengar pendapat di Senat bahwa rancangan “flu babi” mencerminkan protokol penamaan ilmiah.

Bagi produsen daging babi di AS, nama flu babi telah merugikan, sehingga para pejabat pemerintah mengambil sikap dengan menegaskan bahwa daging babi Amerika aman dimakan dan negara lain tak perlu melarang impor. “Harga daging babi, kedelai dan jagung telah anjlok dalam dua hari belakangan dan jika ini berlanjut, tentu saja ada potensi besar. Itu sebabnya mengapa penting untuk meluruskan ini,” kata Vilsack.

Di Centers for Disease Control and Prevention (CDC) juga ada pembicaraan untuk melucuti kata “babi” dari nama flu babi, yang dikatakan penjabat Direktur CDC Richard Besser mengarah kepada salah penafsiran bahwa orang dapat terserang penyakit tersebut dari babi.

Dari Tempo interaktif, menginformasikan bahwa Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta saat ini telah mengawasi rumah potong hewan khusus babi di kalangan Kapuk, Jakarta Barat. Sedangkan rumah pemotongan lainnya akan ditertibkan.

Dan juga mereka sedang melakukan uji serologis dan PCR terhadap virus flu babi apabila virus tersebut ditemukan maka dinas akan melakukan pemusnahan massal. Hingga saat ini, dinas belum menemukan kasus berjangkitnya penyakit flu babi termasuk di daerah pemasok babi seperti Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Kalimantan Barat.

Kondisi ini menjadi miris dan melahirkan banyak spekulasi tentang kemunculan berbagai penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang semula terjangkit di hewan. Lalu dengan progresif digembar-gemborkan menjangkiti manusia. Dimana, pada akhirnya rasa kegelisahan akan ancaman virus tersebut sontak merebut perhatian khalayak dan membuat pengambil kebijakan dengan wewenangnya, mengeluarkan kebijakan untuk memusnahkan secara massal hewan-hewan ternak mereka tanpa dengan teliti menemukan sumber penularan lalu memusnahkan sumbernya saja.

Kesimpulan

Seperti ketika mewabahnya kasus flu burung di Asia, khususnya di Indonesia meskipun terbilang suspect atau diduga flu burung, kasus mewabahnya suatu virus flu di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh epidemiologi virus, pola manajemen klinis kesehatan masyarakat setempat, dan sistem peternakan yang ada di lingkungan tersebut.

Kondisi buruk pada pola kesehatan masyarakat yang memicu munculnya penyakit baru yang disertai budaya sistem beternak di mana manusia bergaul dalam kesehariannya dengan hewan-hewan ternak menambah catatan buruk akan semakin mudahnya penularan virus flu di lingkungan kultur khususnya Indonesia.

Bukan tidak mungkin pula pada kasus virus flu babi yang belakangan ini marak diberitakan dan bermula di Meksiko, potensi pada tubuh babi sebagai reservoir alamiah terhadap virus H1N1 ini dan adaptasi struktur virusnya terhadap lingkungan sehingga menyebabkan pencampuran berbagai virus flu dan menghasilkan varietas virus dengan daya pengrusak tertentu ini, dapat pula terjadi di Indonesia.

Seluruh masyarakat juga pemerintah sebaiknya meningkatkan kewaspadaan dan lebih mengutamakan untuk proses pencegahan ketimbang bertindak setelah terjadi kasus.

Sistem beternak dan pola manajemen klinis laiknya dilakukan dengan lebih baik, sehingga tidak lagi merugikan bagi masyarakat dan khususnya petani ternak yang dapat secara langsung terkena dampak ekonomi dan sosial diakibatkan oleh kebijakan yang “tidak bijak”.

———–
Dewi Hastuty Sjarief adalah Mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Konsentrasi Community Development.