Hari-hari terakhir ini kian diwarnai dengan aksi demonstrasi penolakan masyarakat dan mahasiswa terhadap rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga 20%.
Betapa tidak, kenaikan harga BBM akan menyebabkan efek domino; menurunnya daya beli rakyat dan meningkatnya harga barang-barang konsumsi.
Melihat kondisi ini, menjadi tidak sulit untuk mengatakan bahwa kenaikan harga BBM akan memicu terjadinya krisis ekonomi lagi di negeri ini. Sebuah keadaan yang bukan oleh pemerintah saja tidak pernah diinginkan terjadi, melainkan juga menjadi ketakutan besar bagi seluruh rakyat yang sudah sekian lama bergelut dengan kemiskinan.
Kebijakan menaikkan harga BBM sebagai sebuah konsekuensi politik minyak internasional memang cukup memilukan, terutama secara ekonomi, bagi bangsa penghasil minyak bumi ini. Pada point inilah, gerakan nasionalisasi/privatisasi asset bangsa yang menguasai sektor produksi minyak dan tambang, mulai bergulir. Ini menjadi rasional muncul.
Jika ditilik seksama, pemerintah kelihatannya tidak menaruh perhatian besar terhadap dampak domino kenaikan harga BBM, tetapi justru secara paliatif menerbitkan kebijakan penyaluran dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada penduduk yang dianggap miskin dengan kriteria tertentu. Pemerintah mensinyalir bahwa dana BLT akan mampu menyeimbangkan kehidupan rakyat miskin paska kenaikan harga BBM.
Kenyataannya, dana BLT sesungguhnya tidak pernah bisa bernilai produktif; membantu keluarga miskin untuk bisa bertahan dari serbuan harga yang melambung tinggi. Selain karena jumlahnya yang memang tidak memadai untuk satu keluarga, juga karena harga bahan makanan pokok (sembako) terus melambung tak terjangkau. Bagi sebagian besar rakyat penerima BLT, berlaku istilah: belanja sehari, miskin besok dan seterusnya!
Siapa yang salah? Dalam keadaan semrawut seperti ini, mau tidak mau, kesalahan selalu wajar untuk ditimpakan kepada pemerintah. Merekalah yang mengeluarkan kebijakan yang menyangkut hajat hidup rakyat, dan karena itu, mereka kita gaji dengan uang hasil pajak.
Jika mereka kemudian ternyata mbalelo, maka juga semakin wajar untuk menuntut pertanggungjawaban atas kewajiban mereka sebagai pejabat pemerintah.
Lantas, bagaimana dengan pejabat pemerintah yang korup dan masih berlenggang-lenggok di kursi kekuasaan sembari mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM? Saya kira, kita semua akan tahu jawabannya: Tuntut mereka, dan kalau pernuh, lakukan assasination!
Mau yang lebih politis? Kenaikan harga BBM sebenarnya bertentangan dengan janji pemerintah saat ini (SBY-JK). Maka menjadi pantas ketika demonstrasi rakyat dan mahasiswa selalu berakhir ricuh.