Memperingati Hari Anti Korupsi di Negeri Sarang Korupsi


Tanggal 9 Desember ini, negeri kita akan memperingati Hari Anti Korupsi. Di sepanjang jalan utama kota, banyak bertebaran spanduk-spanduk seruan moral untuk tidak melakukan korupsi.

Sungguh sebuah ajakan yang sangat mulia. Bukan saja karena korupsi itu memang perbuatan dosa, melainkan juga bahwa korupsi saat ini, perlahan namun pasti, telah berkembang menjadi semacam budaya baru di kalangan masyarakat.

 

Namun sekarang kita tidak bisa berharap banyak dengan hanya seremonial semacam ini. Telinga, dan bahkan hati sebagian pejabat dan ‘orang-orang berkuasa’ lain di negeri ini sudah semakin bebal dengan semacam seremonial anti-korupsi.

Jika punya kekuatan dan kekuasaan, hukum di pengadilan akan sangat mudah dilolosi, hanya dengan sedikit mengeluarkan duit hasil korupsi untuk menyogok para hakim dan jaksa yang juga setengah korup.


BACA:  Teknik Pemberian Penghargaan Materi dan Perilaku Ekonomi di Rumah Sakit

Sebuah siklus yang hampir belum bisa ditanggulangi saat ini. Apalagi hanya dengan memperingati Hari Anti Korupsi.

Agak lucu sebenarnya jika mendengar peringatan Hari Anti Korupsi di Negeri Sarang Korupsi dilaksanakan secara meriah, dan malah menghambur-hamburkan lagi banyak uang rakyat, yang dalam pelaksanaannya di lapangan, dana peringatan tersebut masih juga kerap ditilep oleh panitia pelaksana. Simalakama! Seperti sebuah keadaan yang kontraproduktif.

Oleh karena itu, menjadi sangat beralasan munculnya ketakutan akan lahirnya generasi yang tidak lagi punya kepedulian akan hak orang lain; yang dengan seenak perutnya memakan dan menikmati hak orang lain, lantas kemudian tampil di depan publik seolah sebagai orang yang bersih dari korupsi, atau malah berjasa memelopori gerakan anti korupsi!

BACA:  Dari Kekasih : FALSAFAH MILADIAH

Seorang guru, sekaligus sahabat berbagi pengalaman, Kanda Alwi Rahman dari Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, pernah berseloroh bahwa bangsa ini baru akan bisa “baik” jika generasi muda sekarang mau bersabar dan menunggu sekitar dua generasi (dua dekade) lagi ke depan untuk tampil menjadi yang terbaik. Bagaiman caranya?

Jika generasi muda sekarang, yang rata-rata masih kuliah dan baru saja sarjana barangkali, mau berkomitmen untuk tetap tampil “tanpa korupsi, kolusi dan nepotisme” selama hidupnya, sampai akhirnya menikah, berkeluarga dan menghasilkan keturunan, maka keturunannya inilah yang kelak bisa dipersiapkan untuk menggalang sebuah generasi baru yang dapat memperbaiki keadaan bangsa.

Pasalnya, berharap pada generasi sekarang untuk tampil di gelanggang kekuasaan, dan agar dapat memberangus praktek-praktek pejabat dan penguasa yang merugikan negara, kita tidak bisa lakukan secara maksimal.

BACA:  Nuklir di Bidang Kesehatan dan Kedokteran

Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang telah berurat akar selama ini sangat sulit diberangus hanya dengan mengandalkan satu lapisan generasi. Yang terpenting adalah mempertahankan spirit anti KKN itu agar tetap melekat dan mewarnai perjalanan generasi muda saat ini, hingga mereka benar-benar dapat melahirkan generasi yang lebih “kuat” dan lebih “mumpuni” memperbaiki bangsa ini.

Namun, melihat keadaan generasi muda sekarang,. apakah demikian? Apakah kita bisa berharap banyak pada generasi muda saat ini? Irawan Jusuf, dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pernah berkata, kita boleh kehilangan segalanya, tapi kita sama sekali tidak boleh kehilangan harapan. Nah, masih layakkah kita berharap pada generasi muda sekarang di Hari Anti Korupsi ini?