Aksi Bersama Turunkan Menteri Kesehatan di DPRD Sulawesi Selatan


Turunkan Menteri KesehatanHari Rabu, 12 September lalu saya dan kawan-kawan dari Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) HMI Cabang Makassar Timur dan Lembaga Kajian Pembangunan Kesehatan (LKPK) menggelar aksi keprihatinan atas memburuknya sistem pelayanan kesehatan di negara kita.

Salah satu tuntutan yang kami bawa untuk pemerintah adalah segera diturunkannya Menteri Kesehatan dr. Siti Fadilah Supari karena dinilai tidak berhasil meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia.

 

Aksi mulai digelar dari persimpangan Jalan Tol Reformasi Makassar sekitar pukul 09.00 wita dan diakhiri di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan sekitar pukul 12.00 wita setelah tim penerima aspirasi menemui kami di ruang aspirasi DPRD Sulawesi Selatan.

Pada beberapa pekan terakhir menjelang masuknya Bulan Suci Ramadhan, secara sepihak PT Askes (Persero) sebagai pemegang kuasa atas pelaksanaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) melalui program Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKES GAKIN)-nya, telah mengeluarkan keputusan untuk “tidak lagi melayani pasien miskin” di rumah sakit yang tidak punya Kartu Askes.


Akibatnya, di berbagai rumah sakit, kita mendapati banyaknya pasien miskin yang terpaksa pulang dan tidak jadi berobat lantaran tidak memiliki kartu Askes. Dengan kebijakan ini, pemegang surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari kelurahan/desa otomatis juga tidak bisa diterima rumah sakit untuk berobat gratis.

Pada pihak lain, Menteri Kesehatan kita yang sok selebritis itu justru tidak cepat tanggap. Hanya bergulat diri dengan wacana flu burung yang sudah sekian lama tidak berhasil diselesaikannya.

Padahal, jika mengungkap kembali bagaimana komitmen Menkes saat dilantik menjadi menteri beberapa tahun lalu, sangat jelas kontradiktif dengan yang diperankannya sekarang. Membela kesehatan masyarakat miskin, kini tinggal jargon bagi pemerintah berkuasa.

Menilai pembangunan kesehatan sedikit banyak bisa kita lihat dari beberapa sektor di bawah ini :

1. Upaya Kesehatan

Upaya kesehatan di Indonesia belum terselenggara secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) masih terlihat sangat kurang. Pemerintah selama ini hanya berkutat dan menghabiskan banyak anggaran di bidang pengobatan (kuratif) dan rehabilitatif. Pemerintah ternyata masih belum beranjak dari paradigma sakit.

BACA:  REFLEKSI : Indonesia, Kemiskinan dan Potret Buram Kesehatan

Kualitas pelayanan rumah sakit sebagai sarana pelayanan rujukan masih dirasakan sangat kurang. Dengan keadaan seperti ini tidak mengherankan bila derajat kesehatan masyarakat di Indonesia belum memuaskan.

Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi, yakni masing-masing 50/1000 kelahiran hidup. dan 373/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan umur harapan hidup masih rendah, yakni rata-rata 66,2 tahun. Kondisi ini berakibat pada masih rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) negara kita, yakni 117 dari 175 negara (UNDP, 2006).

2. Pembiayaan Kesehatan

Dalam hal pembiyaian kesehatan, negara kita sangatlah jauh dari ideal. Terget biaya kesehatan yang seharusnya 15 % per tahun 2010 dalam anggaran APBD ternyata hanya terpenuhi 5,8 % per 2004. Untuk tahun 2008 nanti, pemerintah hanya mengalokasikan anggaran pembangunan kesehatan sebesar 2,3% dari total APBN. Sungguh mengecewakan!

Keadaan ini diperparah dengan tidak meratanya anggaran kesehatan dari masing-masing daerah akibat desentralisasi. Pengalokasian dana bersumber pemerintah belum efektif.

Dana pemerintah lebih banyak dialokasikan pada upaya kuratif dan sementara itu besarnya dana yang dialokasikan untuk upaya promotif dan preventif sangat terbatas. Pembelanjaan dana pemerintah belum cukup adil untuk mengedepankan upaya kesehatan masyarakat dan bantuan untuk keluarga miskin.

Mobilisasi sumber pembiayaan kesehatan dari masyarakat masih terbatas serta bersifat perorangan (out of pocket). Jumlah masyarakat yang memiliki jaminan kesehatan masih terbatas, yakni kurang dari 20% penduduk. Metoda pembayaran kepada penyelenggara pelayanan masih didominasi oleh pembayaran tunai sehingga mendorong penyelenggaraan dan pemakaian pelayanan kesehatan secara berlebihan serta meningkatnya biaya kesehatan.

Demikian pula penerapan teknologi canggih dan perubahan pola penyakit sebagai akibat meningkatnya umur harapan hidup akan mendorong meningkatnya biaya kesehatan tidak dapat dihindari. Tingginya angka kesakitan juga berdampak terhadap biaya kesehatan yang pada gilirannya akan memperberat beban ekonomi.

BACA:  Menakar Kegilaan; Mengkritisi Pelayanan Kesehatan Kita

Hal ini terkait dengan besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk berobat, serta hilangnya pendapatan akibat tidak bekerja. Sebagai contoh beban dan atau kerugian ekonomi yang diakibatkan penyakit TBC di Indonesia diperkirakan tidak kurang dari Rp 2,5 triliun/tahun.

3. Sumber Daya Manusia Kesehatan

Sumber daya kesehatan, teritama sumber daya manusia di negara ini masih belum memadai. Terlibih masalah distribusi tenaga kesehatan. Distribusi tenaga kesehatan sampai saat ini belum bisa dikatakan menggembirakan.

Sekalipun sejak tahun 1992 telah diterapkan kebijakan penempatan tenaga dokter dan bidan dengan sistem PTT. Tercatat rasio dokter terhadap Puskesmas untuk kawasan Indonesia bagian barat, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah bagian timur. Rasio tenaga dokter terhadap Puskesmas di Provinsi Sumatera Utara = 0,84 dibanding dengan Provinsi NTT = 0,26 dan Provinsi Papua = 0,12. Belum lagi soal tenagar kesehatan para medis lainnya.

Mutu SDM Kesehatan masih membutuhkan pembenahan. Hal ini tercermin dari rendahnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

4. Sumberdaya Obat dan Perbekalan Kesehatan

Masalah obat, sediaan farmasi, alat kesehatan, vaksin, kosmetik, perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT), insektisida dan reagensia masih belum dapat diselesaikan pemerintah. Diantaranya adalah yang menyangkut ketersediaan, keamanan, manfaat, serta mutu dengan jumlah dan jenis yang cukup serta terjangkau, merata dan mudah diakses oleh masyarakat.

Selain itu, tingginya harga obat yang ada di Indonesia menjadi penghambat tersendiri bagi tercapainya masyarakat yang sehat. Harga obat di Indonesia berkisar 500 % dari haga pokok produksi. Kondisi ini jelas sangat memberatkan masyarakat kita..

5. Pemberdayaan Masyarakat

Pembangunan kesehatan di Indonesia dilaksanakan dengan pemberdayaan masyarakat. Untuk itu berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat banyak didirikan, antara lain dalam bentuk Posyandu yang berjumlah sekitar 240.000 buah, 33.083 Polindes, 12.414 Pos Obat Desa, serta 4.049 Pos Upaya Kesehatan Kerja.

BACA:  Pesan Dari Sahabat

Sedangkan dalam bidang pembiayaan kesehatan pemberdayaan masyarakat diwujudkan melalui bentuk dana sehat yang berjumlah 23.316 serta berbagai yayasan peduli dan penyandang dana kesehatan seperti yayasan kanker Indonesia, yayasan jantung Indonesia, yayasan thalasemia Indonesia, serta yayasan ginjal Indonesia.

Dalam rangka mempercepat tercapainya Indonesia Sehat 2010, pemberdayaan masyarakat dilaksanakan pula dalam bentuk berbagai gerakan, seperti Koalisi Indonesia Sehat, Gebrak Malaria, Gerdunas TB, Gerakan Sayang Ibu, gerakan anti madat serta gerakan pita putih (kesehatan ibu) dan gerakan pita merah (HIV/AIDS).

Sayangnya pemberdayaan masyarakat dalam arti mengembangkan kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat dalam mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan tentang kesehatan masih dilaksanakan secara terbatas.

Kecuali itu lingkup pemberdayaan masyarakat masih dalam bentuk mobilisasi masyarakat. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelayanan, advokasi kesehatan serta pengawasan sosial dalam program pembangunan kesehatan belum banyak dilaksanakan.

10 Jaringan kemitraan dengan berbagai pihak termasuk sektor pemerintahan dan swasta belum dikembangkan secara optimal. Program-program kemitraan pemerintah dan swasta (Public and private mix) masih dalam tahap perintisan. Kemitraan yang telah dibangun belum menampakkan kepekaan, kepedulian dan rasa memiliki terhadap permasalahan dan upaya kesehatan.

6. Manajemen Kesehatan

Dalam hal manajemen kesehatan pun dianggap mengecewakan, Inkonsistensi antara pengambilan dan implementasi kebijakan pembangunan kesehatan menjadi salah satu kendala mencapai tujuan pembangunan kesehatan.

Ketidakjelasan Visi Indonesia Sehat 2010, Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan Sistem Kesehatan Nasional seakan ikut menggambarkan buramnya prospek kesehatan bangsa ini.

Pada sisi lain, desentralisasi pembangunan menyisakan beberapa hal negatif. Disparitas yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam program pembangunan kesehatan, adalah fakta yang sangat jelas menunjukkan semakin jauhnya kita dari capaian Indonesia Sehat 2010.
Dengan demikian, menjadi sangat jelas alasan memundurkan Menteri Kesehatan dari Kursi empuk kekuasaannya saat ini.

Jadi, tak ada kata lain selain: TURUNKAN MENTERI KESEHATAN SEKARANG JUGA!