Ancaman di Balik Jabatan


Artikel ini ditulis oleh guest blogger Yayan Sugiana, seorang TNI-AL yang merangkap pekerjaan sebagai blogger. Yayan adalah alumni AstaMedia Blogging School di Makassar. Beliau kini mengelola blog populer Tips Mencari Jodoh. Anda bisa menghubungi Yayan Sugiana di sini.

Ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, saya pernah mendengar cerita tentang Bupati Bandung baheula, RAA Wiranatakusumah yang bertukar tempat tidur dengan seorang pembantu rumah tangganya.

Ancaman Di Balik JabatanAlkisah, sang bupati sering mendengar keluhan si pembantu setianya.  Katanya betapa enaknya jadi menak, alangkah senangnya jadi juragan seperti bupati. Sementara dirinya tidur beralaskan sehelai tikar, sang bupati  bisa tidur nyenyak di atas kasur yang empuk.

 

“Ya, sudah begini saja,” kata Bupati, “Nanti malam kamu boleh tidur di tempat tidur yang biasa saya gunakan, sementara saya akan tidur di atas tikarmu itu.”

BACA:  Klaim Budaya Malaysia dan Pelajaran Berharga Bagi Indonesia

Tentu saja sang pembantu kaget luar biasa. Gerutuan yang disampaikannya pelan itu, rupanya singgah juga di telinga juragannya.


Dengan suara bergetar dan perasaan yang tidak karuan, sang pembantu berkali-kali menyampaikan permohonan maafnya.

Dia memohon ampun atas kesalahannya dan bersedia menjalani hukuman dalam bentuk apa pun.

Bupati hanya tersenyum dikulum saja saat mengamati wajah pembantunya yang pucat pasi iu. Dia bersikukuh pada ajakannya untuk bertukar tempat tidur dengan pembantunya itu.

Malam pun tiba dan kesepakatan siang tadi pun dijalani oleh keduanya. Sang pembantu tidur di atas tempat tidur yang empuk, sementara Bupati merebahkan badannya di atas sehelai tikar yang butut.

Bisa dibayangkan bagaimana gelisahnya sang pembantu. Semalam suntuk dia tidak bisa memejamkan matanya.

BACA:  OPINI: Islam dan Spirit Kenabian dalam Konteks Pluralisme Agama

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Bupati terjaga dari tidurnya karena mendengar terikan keras si pembantu. Dengan wajah penuh ketakutan pembantu itu berlari keluar dari kamar Bupati.

Setelah agak tenang, Bupati pun bertanya kepadanya.

“Ada apa gerangan, wahai pembantu setiaku, kok berteriak-teriak seperti sedang kesurupan?”

“Eu, anu Juragan. Di atas tempat tidur Juragan ada sebilah keris yang bergantung pada seutas rambut…. Mungkin saat ini keris itu sudah jatuh dan ujungnya sudah menancap di kasur. Kalau saya tidak cepat-cepat bangun, mungkin saya sudah mati,” teriak si pembantu dengan wajah dihantui ketakutan.

Dengan senyum penuh arti, sambil menepuk-nepuk pundak pembantu setianya, Bupati RAA Wiranatakusumah pun menyampaikan bahwa begitulah nasib seseorang.

Makin tinggi kedudukan dan kian melambung jabatannya maka ancamannya pun makin banyak. Kalau tidak pandai-pandai membawa diri dan tak bisa menjaga amanah dengan baik, bisa saja dijerumuskan oleh jabatannya tersebut. Ibarat sedang tidur di tempat yang empuk namun dihadapkan pada ancaman keris di atas yang sewaktu-wakti bisa menghujam perut.

BACA:  Multilevel Student Movement

“Bagaimana, bisakah kamu mengerti sekarang makna dari pengalamanmu semalam?” tanya Bupati yang rupanya dengan diam-diam telah mengikat keris itu dengan seutas rambut.

Si pembantu pun kemudian manggut-manggut sambil berucap istighfar berkali-kali.

Ya, demikian cerita ini saya akhiri. Semoga hingga hari ini saya masih bisa menarik hikmahnya. Semoga Anda yang saat ini sedang menjabat ataupun sedang mempersiapkan diri maju pada ajang pemilu legislatif maupun pemilikada juga bisa membacanya.