Referat: Pengaruh Masturbasi Terhadap Kesehatan Mental


Masturbasi adalah sebuah fenomena umum dan sering didiskusikan yang terdapat di mana-mana, baik pada anak kecil, anak-anak muda, orang dewasa maupun pada mereka yang sudah berkeluarga, terutama pada golongan masyarakat dengan pendidikan yang lebih tinggi bahkan juga masih terdapat pada orang-orang yang sudah tua.

Gejala masturbasi pada usia pubertas dan remaja, banyak sekali terjadi. Hal ini disebabkan oleh kematangan seksual yang memuncak dan tidak mendapat penyaluran yang wajar; lalu ditambah dengan rangsangan-rangsangan ekstern berupa buku-buku dan gambar porno, film biru, meniru kawan dan lain-lain.

Oleh sebagian orang, masturbasi dianggap sebagai sebuah kebiasaan yang menyenangkan. Tetapi pada kelompok lain justru dianggap merupakan aktivitas penodaan diri atau “zelfbevekking” yang dapat menimbulkan kelainan psikosomatik dan aneka dampak buruk lainnya.

 

Tujuan utama masturbasi adalah mencari kepuasan atau melepas keinginan nafsu seksual dengan jalan tanpa bersenggama.

Akan tetapi masturbasi tidak dapat memberikan kepuasan yang sebenarnya. Berbeda dengan bersenggama yang dilakukan oleh dua orang yang berlawanan jenis. Mereka mengalami kesenangan, kebahagiaan, dan keasyikan bersama.


Pada senggama, rangsangan tidak begitu perlu dibangkitkan secara tiruan, karena hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan merupakan suatu hal yang alami.

Dalam masturbasi satu-satunya sumber rangsangan adalah khayalan diri sendiri. Itulah yang menciptakan suatu gambaran erotis dalam pikiran.

Masturbasi merupakan rangsangan yang sifatnya lokal pada anggota kelamin. Hubungan seks yang normal dapat menimbulkan rasa bahagia dan gembira, sedangkan masturbasi malah menciptakan depresi emosional dan psikologis.

Dalam tulisan ini akan dibahas pengaruh atau dampak kegiatan masturbasi terhadap kesehatan mental seseorang.

Defenisi Masturbasi

Istilah masturbasi berasal dari kata latin “manasturbo” yang berarti rabaan atau gesekan dengan tangan (manu).

Masturbasi secara umum didefenisikan sebagai rangsangan disengaja yang dilakukan pada organ genital untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan seksual.

Namun pada kenyataannya, banyak cara untuk mendapatkan kepuasaan diri (self-gratification) tanpa mempergunakan tangan (frictionless masturbation), sehingga istilah masturbasi menjadi kurang mengena. Oleh karena itu, istilah “autoerotism” adalah istilah yang lebih mengena untuk menggambarkan fenomena ini.

Ada beberapa istilah masturbasi yang dikenal di masyarakat, antara lain onani atau rancap, yang berarti melakukan suatu rangsangan organ seks sendiri dengan cara menggesek-gesekkan tangan atau benda lain ke organ genital kita hingga mengeluarkan sperma dan mencapai orgasme.

Dalam ajaran Islam, masturbasi dikenal dengan nama; al-istimna’, al-istima’bilkaff, nikah al-yad, al-I’timar, atau ‘adtus sirriyah. Sedangkan masturbasi yang dilakukan oleh wanita disebut al-ilthaf.

Di masyarakat istilah onani lebih dikenal. Sebutan ini, menurut berbagai ulasan yang ditulis Prof. Dr. Dr. Wimpie Pangkahila Sp, And, Ketua Pusat Studi Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, berasal dari nama seorang laki-laki, Onan, seperti dikisahkan dalam Kitab Perjanjian Lama:

“Tersebutlah di dalam Kitab Kejadian pasal 38, Onan disuruh ayahnya, Yehuda, mengawini isteri almarhum kakaknya agar kakaknya mempunyai keturunan.

Onan keberatan, karena anak yang akan lahir dianggap keturunan kakaknya. Maka Onan menumpahkan spermanya di luar tubuh janda itu setiap berhubungan seksual (coitus interruptus).

Dengan cara yang kini disebut sanggama terputus itu, janda kakaknya tidak hamil. Namun akibatnya mengerikan. Tuhan murka dan Onan mati.”

Onani atau masturbasi dalam pengertian sekarang bukanlah seperti yang dilakukan Onan. Masturbasi berarti mencari kepuasan seksual dengan rangsangan oleh diri sendiri (autoerotism), dan dapat pula berarti menerima dan memberikan rangsangan seksual pada kelamin untuk saling mencapai kepuasan seksual (mutual masturbation). Yang pasti pada masturbasi tidak terjadi hubungan seksual, tapi dapat dicapai orgasme.

Freud (1957) mengatakan ada 3 fase dari masturbasi, yaitu (1) pada bayi; (2) pada fase perkembangan yang paling tinggi dari perkembangan seksual infantile yaitu pada kisaran umur 4 tahun, dan (3) pada fase pubertas.

Menurut Freud, naluri seksual sudah terdapat pada permulaan kehidupan dan berkembang secara progressif sampai umur 4 tahun.

Setelah ini berhenti maka tidak ada lagi perkembangan berikutnya (masa laten) sampai tiba saatnya masa pubertas pada kisaran umur 11 tahun.

Teori psikoanalisis memandang bahwa terdapat hambatan-hambatan psikologis pada proses pematangan psikoseksual yang normal, sehingga dapat timbul regresi ke fase perkembangan sebelumnya atau fiksasi dapat timbul pada salah satu fase-fse di atas dan perkembangan psikoseksual berhenti.

Kebanyakan “penyimpangan seksual” berakar pada regresi dan fiksasi pada tingkat perkembangan seksual yang infantil ini.

Berdasarkan cara melakukannya, masturbasi dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :

  1. Masturbasi sendiri (auto masturbation); stimulasi genital dengan menggunakan tangan, jari atau menggesek-gesekkannya pada suatu objek.
  2. Masturbasi bersama (mutual masturbation); stimulasi genital yang dilakukan secara berkelompok yang biasanya didasari oleh rasa bersatu, sering bertemu dan kadang-kadang meluaskan kegiatan mereka pada pencurian (stealing) dan pengrusakan (vandalism).
  3. Masturbasi psikis; pencapaian orgasme melalu fantasi dan rangsangan audio-visual.

Sedangkan ahli psikologi lainnya, Caprio (1973), menggolongkan kegiatan masturbasi ke dalam 2 kelompok besar, yaitu :

  1. Masturbasi yang normal, meliputi pembebasan psikologik ketegangan seksual pada masa anak-anak muda yang normal; dilakukan tidak berlebihan; masturbasi yang dilakukan oleh seseorang yang belum kawin; masturbasi yang dilakukan antar pasangan-pasangan suami-istri sebgai selingan dari intercourse yang konvensional.
  2. Masturbasi yang neurotic, meliputi masturbasi yang dilakukan terlalu banyak dan bersifat konvulsif; masturbasi antara pasangan-pasangan yang lebih menyukai cara ini daripada intercourse, masturbasi dengan gejala-gejala kecemasan, rasa salah/dosa yang amat sangat, masturbasi pemuasan yang berhubungan dengan penyimpangan seksual dan yang dapat diancam dipersalahkan oleh hukum.
BACA:  Enteritis Akut

Masturbasi adalah ungkapan seksualitas yang alami dan tidak berbahaya bagi pria dan wanita, dan cara yang sangat baik untuk mengalami kenikmatan seksual.

Bahkan, beberapa pakar berpendapat bahwa masturbasi bisa meningkatkan kesehatan seksual karena meningkatkan pemahaman seseorang akan bagian-bagian tubuhnya dan dengan cara bagaimana memuaskannya, membangun rasa percaya diri dan sikap dapat memahami diri sendiri.

Pengetahuan ini selanjutnya bisa dibawa untuk memperoleh hubungan seksual yang memuaskan di masa depan, baik dengan cara masturbasi bersama-sama pasangan, atau karena bisa memberitahukan pasangannya apa-apa saja yang bisa memuaskan diri mereka.

Ini adalah usul yang bagus bagi setiap pasangan untuk membicarakan perilaku masturbasi mereka dan juga untuk menenangkan pasangan jika sewaktu-waktu salah satu di antara mereka lebih memilih untuk melakukan masturbasi daripada senggama.

Dampak Mastrubasi Terhadap Kesehatan Mental

Impuls-impuls autoerotic (masturbasi) terdapat pada semua manusia. Perbedaannya hanya terletak pada bagaimana cara kita menyelesaikan dorongan-dorongan tersebut.

Beberapa dari kita merepresikan dorongan tersebut untuk memuaskan dirinya, sementara yang lain mengekspresikan keinginannya untuk mendapatkan pemuasan seksual.

Salah satu dorongan manusia yang sering menyebabkan manusia mendapat kesulitan pribadi dan sosial adalah dorongan seksual, yang pada kenyataannya sering menghadapkan manusia kepada suatu keadaan yang mendesak dan sangat membujuk untuk memperoleh pemuasan seksual dengan segera.

Adanya persoalan seksual pada individu dapat menyebabkan individu yang bersangkutan sering dihadapkan pada keadaan yang seolah-olah ada kecenderungan untuk jatuh ke tingkat yang immature atau infantil dan setiap usaha untuk bertingkah laku seksual yang matur terhambat karenanya.

Masturbasi memunculkan banyak mitos tentang akibatnya yang merusak dan memalukan. Citra negatif ini bisa dilacak jauh ke belakang ke kata asalnya dari bahasa Latin, mastubare, yang merupakan gabungan dua kata Latin manus (tangan) dan stuprare (penyalahgunaan), sehingga berarti “penyalahgunaan dengan tangan”.

Anggapan memalukan dan berdosa yang terlanjur tertanam disebabkan karena porsi “penyalahgunaan” pada kata itu hingga kini masih tetap ada dalam terjemahan moderen – meskipun para aparatur kesehatan telah sepakat bahwa masturbasi tidak mengakibatkan kerusakan fisik maupun mental.

Tidak juga ditemukan bukti bahwa anak kecil yang melakukan perangsangan diri sendiri bisa mengalami celaka.

Yang terjadi adalah, sumber kepuasan seksual yang penting ini oleh beberapa kalangan masih ditanggapi dengan rasa bersalah dan kecemasan karena ketidaktahuan mereka bahwa masturbasi adalah kegiatan yang aman, juga karena pengajaran agama berabad-abad yang menganggapnya sebagai kegiatan yang berdosa.

Terlebih lagi, banyak di antara kita telah menerima pesan-pesan negatif dari para orang tua kita, atau pernah dihukum ketika tertangkap basah melakukan masturbasi saat kanak-kanak.

Pengaruh kumulatif dari kejadian-kejadian ini seringkali berwujud kebingungan dan rasa berdosa, yang juga seringkali sukar dipilah.

Saat di mana masturbasi menjadi begitu berbahaya adalah ketika ia sudah merasuk jiwa (kompulsif). Masturbasi kompulsif – sebagaimana perilaku kejiwaan yang lain – adalah pertanda adanya masalah kejiwaan dan perlu mendapatkan penanganan dari dokter jiwa.

Fase akhir jika masturbasi konfulsif tidak diselesaikan dengan tepat adalah munculnya fenomena sexual addicted, sebuah ketagihan akan kegiatan-kegiatan seksual.

Secara fisik, masturbasi dapat menyebabkan kelecetan atau rusaknya mukosa dan jaringan lain dari organ genitalia yang bersangkutan, baik akibat penggunaan alat bantu masturbasi atau hanya dengan menggunakan tangan dan jemari.

Epidemiologi Masturbasi

Insiden dan frekuensi masturbasi sangat bervariasi. Faktor-faktor biologik seperti umur dan faktor-faktor sosial seperti pekerjaan, pendidikan, status orang tua dan anak, dasar rural-urban, faktor agama sangat mempengaruhi epidemiologi masturbasi.

Pada sebuah penelitian terungkap bahwa 95 persen pria dan 89 persen wanita dilaporkan pernah melakukan masturbasi.

Ini adalah perilaku seksual pertama yang dilakukan oleh sebagian besar pria dan wanita, meskipun lebih banyak wanita daripada pria yang telah melakukan senggama bahkan sebelum mereka pernah melakukan masturbasi.

Penelitian Kinsey di Amerika Serikat menunjukkan, bahwa hampir semua pria dan tiga-perempat dari semua wanita melakukan masturbasi pada suatu waktu dalam hidup mereka.

Penyelidikan Orebio mendapatkan bahwa 83% dari anak laki-laki dan 38% dari anak wanita melakukan masturbasi. Penyelidikan lainnya menunjukkan angka yang berbeda-beda pada setiap level umur responden, misalnya pada masa anak-anak (infantile sex play), adolescent, umur pertengahan dan kategori lainnya.

Sebagian besar pria yang melakukan masturbasi cenderung melakukannya lebih sering dibandingkan wanita, dan mereka cenderung menyatakan ‘selalu’ atau ‘biasanya’ mengalami orgasme ketika bermasturbasi (80 : 60).

Ini adalah perilaku seksual yang paling umum nomor dua (setelah senggama), bahkan bagi mereka yang telah memiliki pasangan seksual tetap.

Menurut penelitian, mereka yang biasanya melakukan masturbasi berumur antara tiga belas hingga dua puluh tahun. Pada umumnya yang melakukan masturbasi adalah mereka yang belum kawin, menjanda, menduda atau orang-orang yang kesepian atau dalam pengasingan.

Anak laki-laki lebih banyak melakukan masturbasi daripada anak perempuan. Penyebabnya antara lain, pertama, nafsu seksual anak perempuan tidak datang melonjak dan eksplosit.

Kedua, perhatian anak perempuan tidak tertuju kepada masalah senggama karena mimpi seksual dan mengeluarkan sperma (ihtilam) lebih banyak dialami laki-laki. Mimpi erotis yang menyebabkan orgasme pada perempuan terjadi jika perasaan itu telah dialaminya dalam keadaan terjaga.

Etiologi Masturbasi

Etiologi masturbasi pada setiap kelompok umur sangat bervariasi. Perkembangan psikoseksual dan lingkungan tempat hidup sangat mempengaruhi terjadinya praktek masturbasi.

(1) Masturbasi pada anak-anak

Pada bayi dan anak kecil, sexual self-stimulation adalah fenomena yang sangat umum, suatu hal yang tidak data dielakkan seperti halnya perasaan ingin tahu dan belajar mengeksplorasi bagian-bagian badannya. Perkembangan seksual pada anak telah mulai sebelum lahir dan tingkah laku seksual segera mulai setelah lahir.

BACA:  Artikel Kedokteran: Patofisiologi, Gejala Klinik dan Penatalaksanaan Diare

Spitz (1919) mendapatkan bahwa permainan genital sangat umum dan normal pada 15 bulan pertama kehidupan dari lingkungan rumah yang normal.

Pada masa bayi, masturbasi dapat berupa gesekan-gesekan paha (thigh friction) atau gesekan serupa yang dapat mengenai genitalianya dan jelas menunjukkan suatu kesenangan yang disusul dengan ketenangan, kecapaian dan sering terus tertidur.

Setelah masa bayi, masturbasi lebih jelas berhubungan dengan perkembangan kegiatan seksual. Banyak anak-anak mempunyai perhatian besar pada persoalan seksual, lalu berkurang, dan kemudian perhatiannya kemudian timbul kembali dan mereka akan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang mempunyai arti penting dalam menentukan sikap dan tingkah lakunya di kemudian hari.

Pada anak-anak yang lebih besar, pengalaman masturbasi mungkin ditemukan secara kebetulan karena kegiatan-kegiatan yang dapat menyentuh genitalianya, seperti naik kuda goyang, memanjat pepohonan, meluncurdari tangga rumah dan sebagainya.

Oliven (1955) mengatakan bahwa masturbasi adalah gejala umum dari banyak kesukaran anak, berkisar dari gangguan bimbingan yang ringan sampai gangguan emosi yang berat dan menahun.

Masturbasi seringkali terjadi jika terdapat deprivasi kasih sayang orang tua, dan dilakukan pada saat anak-anak dalam ketegangan dan kecemasan.

(2) Masturbasi pada remaja

Pada masa remaja hormon sex meningkat dan berkembanglah sifat-sifat seksual sekunder. Pada masa ini keinginan seksual menjadi diperkuat dan masturbasi (mungkin) bertambah.

Usia remaja sesungguhnya sudah memiliki kesanggupan coitus dan orgasme, tetapi biasanya dihambat oleh larangan-larangan sosial, sehingga sering terjadi konflik akibat pmbentukan identitas seksual dan control terhadap larangan-larangan seksualnya.

Meningkatnya ketegangan seksual secara fisiologik menuntut pembebasan (demand release) dan masturbasi adalah cara normal untuk mengurangi ketegangan seksual ini.

Pada usia remaja, kegiatan masturbasi selalu disertai dengan adanya fantasi-fantasi coital. Fantasi biasanya normal bersifat heteroseksual dan bentuknya ditentukan oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Hal-hal yang bersifat pornografi dapat merangsang seorang remaja ke arah perbuatan seksual. Aktivitas remaja yang selalu terpapar dengan berbagi produk kebudayaan yang tanpa filter seperti tayangan-tayangan porno, film dan buku-buku bertema sex ikut memberi kontribusi berkembangnya kebiasaan masturbasi pada remaja.

Pada beberapa kasus, kebiasaan masturbasi pada remaja diawali oleh rasa penasaran dan keingintahuan yang kuat bagaimana melakukan masturbasi, mungkin karena menapatkan cerita dari rekan sebayanya atau menapati temannya melakukan masturbasi.

Tanpa adanya sexual outlet, seperti pada masa remaja, memungkinkan seseorang untuk melakukan masturbasi. Pada beberapa orang tertentu, rangsangan seksual ini sangat berarti dan dapat menjadikan seseorang menjadi habitual masturbator.

Masturbasi pada usia remaja mesti mendapat perhatian yang bijaksana dari orang tua. Jika respon orang tua terlalu negative terhadap proses ini, maka kemungkinan kegiatan masturbasi justru akan semakin menjadi-jadi pada remaja dan dapat bersifat psikotik/neurotik.

(3) Masturbasi pada orang dewasa/tua

Pada individu yang lebih tua, masturbasi masih dianggap normal jika sexual outlet yang lain tidak terdapat atau terkendala akibat banyak factor teknis.

Pada beberapa psikosa dan psikoneurosa, sering terjadi masturbasi yang abnormal. Ini adalah gejala dari penyakit tersebut dan bukan penyebabnya.

Masturbasi meningkat pada wanita berusia 50-70 tahun terutama setelah menopause, karena beberapa alasan, seperti wanita yang tidak kawin dan meneruskan pola ini sejak muda dan akibat suami sakit/impotensia/meninggal dunia atau bercerai.

Masturbasi bisa terjadi pada laki-laki yang sudah tua. Ini mungkin akibat kemampuan seksualnya yang mulai menurun menyebabkan kurangnya reaksi terhadap istri dank arena sudah tua, dia menjadi tidak menarik lagi dan tidak ada wanita yang mau berhubungan seks dengannya.

Kadang-kadang juga masturbasi dilakukan dengan tujuan tertentu seperti untuk mendapatkan efek analgesik pada penyakit-penyakit tertentu, atau akibat penyakit tertentu, misalnya pada penderita epilepsy lobus temporalis akibat berhentinya aktivitas neuroal pada bagian limbus dari lobus temporalis paska serangan.

Penatalaksanaan Masturbasi

Usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:

1. Sikap dan pengertian orang tua

Pencegahan abnormalitas masturbasi sesungguhnya bias secara optimal diperankan oleh orang tua. Sikap dan reaksi yang tepat dari orang tua terhadap anaknya yang melakukan masturbasi sangat penting.

Di samping itu, orang tua perlu memperhatikan kesehatan umum dari anak-anaknya juga kebersihan di sekitar daerah genitalia mereka. Orangb tua perlu mengawasi secara bijaksana hal-hal yang bersifat pornografis dan pornoaksi yang terpapar pada anak.

Menekankan kebiasaan masturbasi sebagai sebuah dosa dan pemberian hukuman hanya akan menyebabkan anak putus asa dan menghentikan usaha untuk mencontohnya.

Sedangkan pengawasan yang bersifat terang-terangan akan menyebabkan sang anak lebih memusatkan perhatiannya pada kebiasaan ini; dan kebiasaan ini bias jadi akan menetap.

Orang tua perlu memberikan penjelasan seksual secara jujur, sederhana dan terus terang kepada anaknya pada saat-saat yang tepat berhubungan dengan perubahan-perubahan fisiologik seperti adanya ereksi, mulai adanya haid dn fenomena sexual secunder lainnya.

Secara khusus, biasanya anak remaja melakukan masturbasi jika punya kesempatan melakukannya. Kesempatan itulah sebenarnya yang jadi persoalan utama.

Agar tidak bermasturbasi, hendaklah dia (anak) jangan diberi kesempatan untuk melakukannya. Kalau bisa, hilangkan kesempatan itu.

Masturbasi biasanya dilakukan di tempat-tempat yang sunyi, sepi dan menyendiri. Maka, jangan biarkan anak untuk mendapatkan kesempatan menyepi sendiri.

Usahakan agar dia tidak seorang diri dan tidak kesepian. Beri dia kesibukan dan pekerjaan menarik yang menyita seluruh perhatiannya, sehingga ia tidak teringat untuk pergi ke tempat sunyi dan melakukan masturbasi.

Selain itu, menciptakan suasana rumah tangga yang dapat mengangkat harga diri anak, hingga ia dapat merasakan harga dirinya. Hindarkan anak dari melihat, mendengar dan membaca buku-buku dan gambar-gambar porno.

BACA:  Referat : DEGENERASI MAKULA

Suruhlah anak-anak berolah raga, khususnya olah raga bela diri, yang akan menyalurkan kelebihan energi tubuhnya. Atau membiasakan mereka aktif dalam organisasi kepemudaan dan keolahragaan.

2. Pendidikan seks

Sex education (pendidikan seks) sangat berguna dalam mencegah remaja pada kebiasaan masturbasi. Pendidikan seks dimaksudkan sebagai suatu proses yang seharusnya terus-menerus dilakukan sejak anak masih kecil.

Pada permulaan sekolah diberikan sex information dengan cara terintegrasi dengan pelajaran-pelajaran lainnya, dimana diberikan penjelasan-penjelasan seksual yang sederhana dan informatif.

Pada tahap selanjutnya dapat dilanjutkan dengan diskusi-diskusi yag lebih bebas dan dipimpin oleh orang-orang yang bertanggung jawab dan menguasai bidangnya.

Hal penting yang ingin dicapai dengan pendidikan seks adalah supaya anak ketika sampai pada usia adolescent telah mempunyai sikap yang tepat dan wajar terhadap seks.

Pengobatan Masturbasi

Biasanya anak-anak dengan kebiasaan masturbasi jarang dibawa ke dokter, kecuali kebiasaan ini sangat berlebihan.

Masturbasi memerlukan pengobatan hanya apabila sudah ada gejala-gejala abnormal, bisa berupa sikap yang tidak tepat dari orang tua yang telah banyak menimbulkan kecemasan, kegelisahan, ketakutan, perasaan bersalah/dosa, menarik diri atau adanya gangguan jiwa yang mendasari, seperti gangguan kepriadian neurosa, perversi maupun psikosa.

A. Farmakoterapi:

1. Pengobatan dengan estrogen (eastration)

Estrogen dapat mengontrol dorongan-dorongan seksual yang tadinya tidak terkontrol menjadi lebih terkontrol. Arah keinginan seksual tidak diubah. Diberikan peroral. Efek samping tersering adalah ginecomasti.

2. Pengobatan dengan neuroleptik

a. Phenothizine; Memperkecil dorongan sexual dan mengurangi kecemasan. Diberikan peroral.
b. Fluphenazine enanthate; Preparat modifikasi Phenothiazine. Dapat mengurangi dorongan sexual lebih dari dua-pertiga kasus dan efeknya sangat cepat. Diberikan IM dosis 1cc 25 mg. Efektif untuk jangka waktu 2 pekan.

3. Pengobatan dengan transquilizer

Diazepam dan Lorazepam berguna untuk mengurangi gejala-gejalan kecemasan dan rasa takut. Perlu diberikan secara hati-hati karena dalam dosis besar dapat menghambat fungsi sexual secara menyeluruh.

Pada umumnya obat-obat neuroleptik dan transquilizer berguna sebagai terapi adjuvant untuk pendekatan psikologik.

B. Psikoterapi

Psikoterapi pada kebiasaan masturbasi mesti dilakukan dengan pendekatan yang cukup bijaksana, dapat menerima dengan tenang dan dengan sikap yang penuh pengertian terhadap keluhan penderita.

Menciptakan suasana dimana penderita dapat menumpahkan semua masalahnya tanpa ditutup-tutupi merupakan tujuan awal psikoterapi.

Pada penderita yang datang hanya dengan keluhan masturbasi dan adanya sedikit kecemasan, tindakan yang diperlukan hanyalah meyakinkan penederita pada kenyataan yag sebenarnya dari masturbasi.

Pada kasus-kasus adolescent, kadang-kadang psikoterapi lebih kompleks dan memungkinkan dilakukan semacam interview sex education. Psikotherapi dapat pula dilakukan dengan pendekatan keagamaan dan keyakinan penderita.

C. Hypnoterapi

Self-hypnosis (auto-hypnosis) dapat diterapkan pada penderita dengan masturbasi kompulsif, yaitu dengan mengekspose pikiran bawah sadar penderita dengan anjuran-anjuran mencegah masturbasi.

D. Genital Mutilation (Sunnat)

Ini merupakan pendekatan yang tidak lazim dan jarang dianjurkan secara medis.Pada beberapa daerah dengan kebudayaan tertentu, dengan tujuan mengurangi/membatasi/meniadakan hasrat seksual seseorang, dilakukan mutilasi genital dengan model yang beraneka macam.

E. Menikah

Bagi remaja/adolescent yang sudah memiliki kesiapan untuk menikah dianjurkan untuk menyegerakan menikah untuk menghindari/mencegah terjadinya kebiasaan masturbasi.

KESIMPULAN

Masturbasi adalah rangsangan disengaja yang dilakukan pada organ genital untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan seksual.

Normalnya, hal ini sekali-sekali dilakukan oleh sebagian besar pria maupun wanita. Dalam kondisi abnormal, masturbasi dapat dilakukan secara kompulsif.

Pada sebuah penelitian terungkap bahwa 95 persen pria dan 89 persen wanita dilaporkan pernah melakukan masturbasi. Ini adalah perilaku seksual pertama yang dilakukan oleh sebagian besar pria dan wanita, meskipun lebih banyak wanita daripada pria yang telah melakukan senggama bahkan sebelum mereka pernah melakukan masturbasi.

Sebagian besar pria yang melakukan masturbasi cenderung melakukannya lebih sering dibandingkan wanita, dan mereka cenderung menyatakan ‘selalu’ atau ‘biasanya’ mengalami orgasme ketika bermasturbasi.

Masturbasi memunculkan banyak mitos tentang akibatnya yang merusak dan memalukan. Citra negatif ini bisa dilacak jauh ke belakang ke kata asalnya dari bahasa Latin, mastubare, yang merupakan gabungan dua kata Latin manus (tangan) dan stuprare (penyalahgunaan), sehingga berarti “penyalahgunaan dengan tangan”.

Anggapan memalukan dan berdosa yang terlanjur tertanam disebabkan karena porsi “penyalahgunaan” pada kata itu hingga kini masih tetap ada dalam terjemahan moderen – meskipun para aparatur kesehatan telah sepakat bahwa masturbasi tidak mengakibatkan kerusakan fisik maupun mental.

Masturbasi menjadi patologik jika dilaakukan secara konfulsif sehingga merupakan sebuah gejala gangguan jiwa, bukan karena aktivitas seksualnya tetapi karena sifatnya yang kompulsif.

Penatalaksanaan masturbasi dapat dilakukan melalui upaya pencegahan dengan melibatkan orang tua dan memberikan pendidikan seks yang dapat diterima oleh kalangan remaja. Pengobatannya dengan farmakotherapi, psikoterapi, hypnotherapy dan genital mutilation (tidak dianjurkan).

DAFTAR PUSTAKA

1. Bawa, Nyoman. Dr., Aspek Psikiatri dari Masturbasi, Majalah Kesehatan Jiwa, Yayasan Ksehatan Jiwa Aditama, Surabaya, 1976
2. Kartono, Kartini. Dr, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1989
3. Info Kespro, Masturbasi, source at https://www.kesrepro.info, accesed February 3rd 2007
4. Menghilangkan Kebisan Masturbasi, https://pikiran-rakyat.com/cetak/1204/05/hikmah, accesed February 3rd 2007
5. UGM, Masturbasi; Makin Muda, Makin Sering, Makin Baik! , source at https://www.freelists.org/index.html, accesed February 3rd 2007
6. ______________, Psikologi Wanita, Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1992
7. Kaplan, Harold dkk, Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi 7, EGC, Jakarta, ____.
8. Maramis, W.E, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Air Langga University Press, Cetakan ke-9, Bandung, 2005
9. Martin, Wicaksana., Ilmu Kedokteran Jiwa, ROAN Publishing, Jakarta, 1979
10. Kompas, 10 Pertanyaan Terbaik tentang Masturbasi, source at www.kompas.com, accesed February 3rd 2007