Filsafat Naturalisme


Naturalisme berasal dari kata “nature“. Kadang pendefinisikan “nature” hanya dalam makna dunia material saja, sesuatu selain fisik secara otomatis menjadi “supranatural.” Tetapi dalam realita, alam terdiri dari alam material dan alam spiritual, masing-masing dengan hukumnya sendiri.

Era Pencerahan, misalnya, memahami alam bukan sebagai keberadaan benda-benda fisik tetapi sebagai asal dan fondasi kebenaran. Ia tidak memperlawankan material dengan spiritual, istilah itu mencakup bukan hanya alam fisik tetapi juga alam intelektual dan moral.

 

Salah satu ciri yang paling menakjubkan dari alam semesta adalah keteraturan. Benak manusia sejak dulu menangkap keteraturan ini.

Terbit dan tenggelamnya Matahari, peredaran planet-planet dan susunan bintang-bintang yang bergeser teratur dari malam ke malam sejak pertama kali manusia menyadari keberadaannya di dalam alam semesta, hanya merupakan contoh-contoh sederhana.


Ilmu pengetahuan itu sendiri hanya menjadi mungkin karena keteraturan tersebut yang kemudian dibahasakan lewat hukum-hukum matematika.

Tugas ilmu pengetahuan umumnya dapat dikatakan sebagai menelaah, mengkaji, menghubungkan semua keteraturan yang teramati.

Ilmu pengetahuan bertujuan menjawab pertanyaan bagaimana dan mengapa. Namun khusus untuk kosmologi, pertanyaan ‘mengapa’ ini di titik tertentu mengalami kesulitan yang luar biasa.

Sebagai suatu telaah mengenai alam semesta, kosmologi abad ke-20 yang dikenal sekarang ini berkembang dan diterima sebagai sintesis besar berbagai cabang ilmu pengetahuan alam.

Kosmologi ini berupaya memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai struktur spasial, temporal, dan komposisional alam semesta skala besar dengan maksud mempersatukan tampilan dan sifat alam semesta teramati ke dalam suatu hopitesis yang akan mendefinisikan struktur dan evolusinya.

Kosmologi mengalami kemajuan yang luar biasa pesat terutama karena dukungan kecanggihan piranti pengamatan astronomis, serta laboratorium fisika zarah yang mampu menyediakan ‘ruang-waktu’ mirip masa lampau alam semesta dini.

Sementara teori-teori fisika kontemporer menyediakan tetapan-tetapan dasar yang memungkinkan perilaku berbagai tampilan alam semesta dalam skala yang berbeda-beda kian dimengerti.

BACA:  Manfaat Madu dan Lemon Untuk Jerawat

Pahaman-Pahaman yang Diajarkan

1. Plato (427 – 347 SM)

Salah satu anasir dasar adalah perbedaan yang nyata antara gejala (fenomena) dan bentuk ideal (eidos), dimana plato berpandangan bahwa, disamping dunia fenomen yang kelihatan, terdapat suatu dunia lain, yang tidak kelihatan yakni dunia eidos. Dunia yang tidak kelihatan itu tercapai melalui pengertian (theoria).

Apa arti eidos dan hubungannya dengan dunia fenomena bahwa memang terdapat bentuk-bentuk yang ideal untuk segala yang terdapat dibumi ini.

Tetapi asalnya tidak lain daripada dari sumber segala yang ada, yakni yang tidak berubah dan kekal, yang sungguh-sungguh indah dan baik yakni budi Ilahi (nous), yang menciptakan eidos-eidos itu dan menyampaikan kepada kita sebagai pikiran. Sehinnga dunia eidos merupakan contoh dan ideal bagi dunia fenomena.

2. Aristoteles (384 – 322 SM)

Aristoteles menyatakan bahwa mahluk-mahluk hidup didunia ini terdiri atas dua prinsip :

a. Prinsip formal, yakni bentuk atau hakekat adalah apa yang mewujudkan mahluk hidup tertentu dan menentukan tujuannya.
b. Prinsip material, yakni materi adalah apa yang merupaakn dasar semua mahluk.

Sesudah mengetahui sesuatu hal menurut kedua prinsip intern itu pengetahuan tentang hal itu perlu dilengkapi dengan memandang dua prinsip lain, yang berada diluar hal itu sendiri, akan tetapi menentukan adanya juga.

Prinsip ekstern yang pertama adalah sebab yang membuat, yakni sesuatu yang menggerakan hal untuk mendapat bentuknya. Prinsip ekstern yang kedua adalah sebab yang merupakan tujuan, yakni sesuatu hal yang menarik hal kearah tertentu.

Misalnya api adalah untuk membakar, jadi membakar merupakan prinsip final dari api. Ternyata pandangan tentang prisnip ekstern keuda ini diambil dari hidup manusia, dimana orang bertindak karena dipengaruhi oleh tujuan tertentu, pandangan ini diterapkan pada semau mahluk alam. Seperti semua mahluk manusia terdiri atas dua prinsip, yaitu materi dan bentuk.

BACA:  Siklus Hidup Produksi Obat; Susahnya Masuk Dalam Industri Farmasi

Meteri adalah badan, karena badan material itu manusia harus mati, yang memberikan bentuk kepada materi adalah jiwa.

Jiwa manusia mempunyai beberapa fungsi yaitu memberikan hidup vegetatif (seperti jiwa tumbuh-tumbuhan), lalu memberikan hidup sensitif (seperti jiwa binatang) akhirnya membentuk hidup intelektif.

Oleh karena itu jiwa intelektif manusia mempunyai hubungan baik dengan dunia materi maupun dengan dunia rohani, maka Aristoteles membedakan antara bagian akal budi yang pasif dan bagian akal budi yang aktif.

Bagian akal budi yang pasif berhubungan dengan materi, dan bagian akal budi yang yang aktif berhubungan dengan rohani.

Bagian akal budi yang aktif itu adalah bersifat murni dan Illahi. Akal budi yang aktif menjalankan dua tugas.

Tugas yang pertama adalah memandang yang Illahi untuk mencari pengertian tentang mahluk-mahluk menurut bentuknya masing-masing.

Tugas yang kedua dari akal budi manusia yang aktif adalah memberikan bimbingan kepada hidup praktis. Disini diperlukan sifat keberanian, keadilan dan kesederhanaan.

3. William R. Dennes. (Filsuf Modern)

Beberapa pandangan:

  • Kejadian dianggap sebagai ketegori pokok, bahwa kejadian merupakan hakekat terdalam dari kenyataan, artinya apapun yang bersifat nyata pasti termasuk dalam kategori alam.
  • Yang nyata ada pasti bereksistensi, sesuatu yang dianggap terdapat diluar ruang dan waktu tidak mungkin merupakan kenyataan dan apapun yang dianggap tidak mungkin ditangani dengan menggunakan metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam tidak mungkin merupakan kenyataan.
  • Analisa terhadap kejadian-kejadian, bahwa faktor-faktor penyusun seganap kejadian ialah proses, kualitas, dan relasi.
  • Masalah hakekat terdalam merupakan masalah ilmu, bahwa segenap kejadian baik kerohanian, kepribadian, dan sebagainya dapat dilukiskan berdasarkan kategorikategori proses, kualitas dan relasi.
  • Pengetahuan ialah memahami kejadian-kejadian yang saling berhubungan, pemahaman suatu kejadian, atau bahkan kenyataan, manakala telah mengetahui kualitasnya, seginya, susunanya, satuan penyusunnya, sebabnya, serta akibat-akibatnya.
BACA:  Perang Virus di Internet

KESIMPULAN

Menurut Plato terdapat dua dunia yaitu dunia materi yang merupakan obyek pengalaman dan dunia rohani yang merupakan obyek pengertian, yang terpisah sama sekali yang satu dengan yang lainya.

Menurut Aristoteles itu tidak mungkin, sebab jika dunia rohani terlepas sama sekali dari dari dunia materi, dunia rohani tidak berguna lagi bagi dunia materi.

Bahkan ide-ide rohani (eidos) tidak dapat dikenal manusia, yang termasuk dunia materi ini juga. Namun aristoteles mengakui bahwa terdapat ide-ide rohani, sebagai obyek pengertian, yang berbeda dari hal-hal konkret yang merupakan obyek pengalaman manusia.

Disimpulkan bahwa ide-ide itu merupakan hasil abstraksi daripada sesuatu yang ada dalam hal konkret itu, yakni bentuk dan hakekat. Bentuk itu pertama-tama ditemukan dalam konkret, kemudian juga dalam ide yang diperoleh oleh manusia melalui anstraksi.

Gagasan mengenai adanya suatu kejadian yang terdapat diluar ruang dan waktu, seperti yang diajarkan oleh Plato misalnya, bukanlah suatu kenyataan, sedangkan manusia sebagai mahluk yang terdapat dalam ruang dan waktu yang senantiasa berada dalam proses perubahan.

Makna Naturalisme, (barang sesuatu bersifat alami) bahwa merupakan hasil berlakunya hukum alam fisik dan terjadinya menurut kodrat atau menurut wataknya sendiri.

Bahwa mahluk-mahluk hidup didunia ini terdiri atas dua prinsip: prinsip formal, yakni bentuk atau hakekat adalah apa yang mewujudkan mahluk hidup tertentu dan menentukan tujuannya, dan prinsip material, yakni materi adalah apa yang merupakan dasar semua mahluk.

KEPUSTAKAAN

1. Huijebers, Theo. Filsafat Hukum. Kanisius. Jogjakarta. 1984.
2. Kattsoff. A. Louis. Pengantar Filsafat. Tiara Wahana Jogjakarta. 1992
3. Bertens. K. Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia. Kanisius. 1988.
4. Woodhouse. Mark. Berfilsafat Sebuah Langkah Awal. Kanisius. 1988.