Stress Pada Saat Bekerja (Kasus)


Kasus yang terjadi di salah satu RS yang terdapat di Propinsi Sulawesi Tenggara, menarik untuk dibahas. RS yang dibangun pemerintah kolonial Belanda tahun 1940 ini terletak di pusat kota, bahkan relatif padat lalu-lintas sekitarnya.

Secara topografi letaknya yang strategis tadi, menjadikannya sebagai salah satu tujuan rujukan pasien lain dari daerah sekitar, bahkan pasien dari kabupaten berbeda pun lebih memilih RS ini dibanding tempat lain, pun kualifikasi tenaga medis yang tersedia cukup lumayan untuk ukuran kota kecil.

 

Namun karena perkembangan dan kemajuan wilayah, di kemudian hari terlihat bahwa ternyata proses pemekaran wilayah kabupaten tadi menjadi beberapa wilayah daerah tingkat II yang baru menyertakan beberapa problem dilematis.

Stress Saat Bekerja


Problem tersebut antara lain seperti pembagian asset, dimana diklaim sebagai milik kedua daerah, dengan tenaga medis terlatih seperti dokter spesialis menjadi terseret pada tarik-menarik klaim tadi, bahwa daerah ini atau daerah itu, yang memiliki dan berhak atas dokter spesialis tersebut, dengan sejumlah problem hukum di dalamnya (dokter spesialis tadi dibiayai dengan beasiswa pemda).

Selain itu masih ada persoalan lain, seperti :

  1. Dokter umum dan spesialis; terkesan lebih mengutamakan praktek swasta di tempatnya masing-masing, dengan konsekuensi logis karena dokter spesialis memiliki Klinik sendiri, mereka lebih fokus pada pelayanan pasien di Klinik pribadi, bahkan pada banyak kasus itu mengurangi tingkat kekerapan kehadiran dan pelayanan medis mereka di RS, sementara jumlah tenaga spesialis sangat kurang. Akibatnya masyarakat terpaksa menanggung biaya kesehatan yang membengkak, di banding pelayanan RS.
  2. Dokter ahli kebidanan memiliki Klinik bersalin sendiri, dengan tenaga bidan yang diseleksi sendiri dari tenaga bidan yang ada di RS. Masalah yang muncul ialah sejumlah tenaga bidan yang tak terpakai merasa dirugikan karena banyak pasien yang hendak bersalin di RS, menjadi dialihkan ke klinik pribadi Dokter tadi, belum lagi kecemburuan yang muncul karena kesenjangan penghasilan, sedikit banyak akan berpengaruh pada pola relasi antara dokter dengan bidan atau antara bidan denga bidan yang lain atau antara sang dokter dengan manajemen RS sendiri.
  3. Masyarakat mengeluhkan tingginya biaya pelayanan kesehatan di RS apalagi di tempat praktek pribadi. Di RS, para dokter cenderung lebih memilih bekerjasama dengan perusahaan obat tertentu, ketimbang meresepkan obat yang tertera dalam jaminan Askes maupun JPS. Sehingga citra RS dan tenaga medis menjadi buruk karena kurang berpihak pada masyarakat.
  4. Suasana kerja dimana dokter masih terlalu dominan, terlihat cukup mengganggu fungsi dan kinerja tenaga kesehatan lainnya, hal ini didukung pula oleh kebijakan RS yang tak terlalu memberi tempat bagi upaya promotif dan preventif, namun masih mengedepankan kegiatan kuratif. Kesan tersebut terasa kental tatkala kita mengamati tenaga kesehatan non dokter yang sebenarnya dapat didayagunakan tetapi belum juga terpakai maksimal sebab terbentur kendala political will pemimpin daerah tersebut. Akibatnya dokter dapat terjebak untuk menjadi bergerak di luar hal yang semestinya.
  5. Sarana penunjang lainnya seperti laboratorium dan pemeriksaan lainnya masih belum memadai, hal ini kurang lebih terkait dengan penganggaran sector kesehtan di daerah tersebut masih belum menempati porsi yang cukup. Kinerja dari dinas kesehatan juga kurang maksimal, seharusnya melakukan analisis kebutuhan, sesuai skala prioritas. Alat-alat pemeriksaan penunjang yang terbatas tadi berimplikasi pada kinerja pelayanan yang tak maksimal, dalam beberapa kasus, pasien terpaksa harus dirujuk ke RS yang lebih lengkap karean keterbatasan alat, ini artinya sekali lagi pasien harus menanggung biaya tambahan.
  6. Tenaga kesehatan lainnya seperti paramedik dan suster senior terkesan kurang begitu bersahabat dengan manajemen RS, yang belum lagi mengelola RS dengan terbuka dengan menerapkan konsep organisasi pelayanan kesehatan modern.
  7. Tenaga keamanan, kebersihan dan laundry tak terlembagakan dengan rapi, akibatnya banyak muncul masalah lain yang tak diinginkan.
  8. Tingkat perhatian pemerintah daerah terhadap perbaikan kesejahteraan tenaga medis berimplikasi nyata pada penyelenggaraan pelayanan yang sebenarnya akan dapat lebih baik lagi, jika kesejahteraan seperti insentif daerah ditingkatkan, hal tersebut kontras terasa kala dibandingkan dengan sederet program pengembangan dan kemajuan kota.
  9. RS karena belum memiliki dokter spesialis tertentu, mengakibatkan penumpukan beban kerja pada dokter spesialis yang telah ada.
  10. Dokter umum dalam beberapa kasus harus menanggung pula peningkatan beban kerja.
  11. Kurangnya paket pelatihan dan pendidikan sebagai wahana penyegaran tenaga kesehatan baik dilakukan oleh RS sendiri maupun oleh dinas kesehatan.
BACA:  ILMIAH: Efek Mozart dan Terapi Musik dalam Dunia Kesehatan

Poin-poin yang telah dipaparkan di atas menarik dikaji lebih dalam, bahwa ternyata ada banyak variable yang berpengaruh dalam pelayanan kesehatan RS, satu hal memiliki pengaruh yang bersifat resiprokal (timbal balik) antara satu elemen dengan elemen yang lain.