Sekolah Bertingkat-Tingkat


Lihat!
Masih juga kita terseret liuk angin kapital
Hingga hampir tak bersisa lagi ruang di hati
dan nyaris pupus harapan pelupuk mengeja huruf-hufuf kemanusiaan

Dengar!
Rintih pedih bergeliat dari setiap sudut koridor hidup
Setiap saat terdengar, kita bahkan menjadi terbiasa;
barangkali kini hampir tak terdengar karena telinga-telinga ini sudah bebal,
atau kita yang berani sengaja tidak mendengarnya?

 

Rasakan!
Tidakkah air mata dan sumpeknya wangi jiwa bisa ingatkan kita?
Atau bulir peluh yang bergulung-gulung di atas sprei kumal di kamar kost;
yang setiap malam menggauli kita hingga orgasme pada mimpi-mimpi buruk akan sebuah kesewenang-wenangan? Tentang sebuah cerita dekat kali saat sore menjelang magrib?

BACA:  Pada Sebuah Senja

***
“Pa..sekolah mahal sekarang”, ujarnya kepada petani renta di tepian desa
“Nda’ usah sekolah nak…toh tanpa sekolah pun kita masih bisa nyangkul dan tanam talas”, Kumal
pakaian si tua, lusuh seakan mengangguk setuju. “Yah, makan talas pake cangkul aja!”
Anak kecil itu bagaikan dipasung sembilu
Berdiri kaku dengan seonggok rumput masih dalam genggaman
Gedung sekolah yang disusunnya bersama angan seketika rubuh; puing-puingnya
dibangunkan kandang kambing
Setiap sore, kambing-kambing itu makan daun talas, malamnya tiduran dekat cangkul pak tua


***
Saat semua sudut kota tengah dikangkangi bangunan pencakar langit dan gedung penguras
kantong
Gedung-gedung sekolah juga tak kalah derunya
Jika tak bertingkat, dibuatlah menjadi bertingkat; bisa ke atas dan bisa ke bawah!
Pintu-pintu masuk dan pagar didesain sedemikian angker; barangkali kambing-kambing pinggiran kota akan
ngeri memandang setiap lekuk cakra atau memandang tajam jeruji yang juga
menghiasinya
Mendapatkan sekolah yang mirip mall saat ini seperti mudahnya membalik telapak
Tetapi untuk bisa menjadi siswanya sangat sulit; sesulit mendapatkan kembali kambing-kambing
pinggiran kota yang kabur
Kambing-kambing yang kabur bukan karena berebut takut kehabisan daun talas dekat cangkul pak tua di tepi
kali pinggiran desa, tetapi karena angker lekuk cakra dan tajam jeruji pagar sekolah-sekolah mahal yang bertingkat-tingkat; ada ke bawah ada ke atas!.
Di desa tepian kali, kandang mereka tidak (pernah) bertingkat
***
Lihat dan dengar
Coba rasakan!