Tiap manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerja sama, tolong menolong, bantu membantu untuk memperoleh keperluan hidupnya. Berbagai paham antropologi filsafat memandang hakekat sifat kodrat manusia dari kaca mata yang berbeda-beda. Manusia sebagai mahluk individu-sosial dalam berhubungan dengan sesamanya dapat dilihat dari dua aliran atau pandangan.
a. Aliran individualisme
Faham individualisme yang merupakan cikal bakal faham liberalisme, memandang manusia sebagai mahluk individu yang bebas. Nilai tertinggi manusia adalah perkembangan dan kebahagiaan individu. Masyarakat semata-mata merupakan sarana bagi individu untuk mencapai tujuannya. Tidak masuk akal individu mengorbankan kepentinganya sendiri demi kepentingan masyarakat . Masyarakat sekedar melayani individu (pengertian yang lebih positif yaitu sebagai pandangan bahwa masing-masing orang hendaknya mengembangkan diri dan bertindak sesuai dengan kepribadianya, penilaian dan tanggung jawab sendiri dari pada ikut-ikutan saja dengan arus massa). Paham ini berpandangan bahwa hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradiqma sifat kodrat manusia sebagai individu.
b. Aliran kolektifitas
Paham kolektivitas yang merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai mahluk sosial saja. Individu dipandang sekedar sebagai sarana bagi masyarakat. Oleh karena itu konsekwensinya segala aspek dalam realisasi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara didasarkan pada sifat kondrat manusia sebagai mahluk sosial. Paham ini berpandangan bahwa hak dan kewajiban baik moral maupun hukum dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai mahluk sosial.
Manusia sebagai mahluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktifitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung kepada orang lain, hal ini dikarenakan manusia sebagai warga masyarakat atau sebagai mahluk sosial.
Berdasarkan sifat kodrat manusia tersebut, maka dalam cara manusia memandang dunia, menghayati dirinya sendiri, menyembah Tuhan yang Maha Esa dan menyadari apa yang menjadi kewajibannya ia senantiasa dalam hubungan dengan orang lain. Segala hal yang berkaitan dengan sikap moralnya baik hal maupun kewajiban moralnya, tidak bisa ditentukan hanya berdasarkan norma-norma secara individual, melainkan senantiasa dalam hubungannya dengan masyarakat. Oleh karena itu tanggung jawab moral pribadi manusia hanya dapat berkembang dalam kerangka hubungannya dengan orang lain sehingga kebebasan moralitasnya senantiasa berhadapan dengan masyarakat.
Dasar filosofis sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa berdasarkan hakikat sifat kondrat manusia adalah manusia monodualisme yaitu sebagai mahluk individu sekaligus sebagai mahluk sosial.