Apa itu dispnea? Jika Anda search maka banyak sumber yang membahas tentang kesulitan bernafas atau tidak ada kenyamanan dalam bernafas. Jika merujuk pada takipnea sepertinya hal ini sama saja. Walaupun ada kesamaan namun perbedaannya lebih banyak dan lebih mencolok untuk diketahui.
Selain takipnea, ada juga hal serupa yang hampir sama yaitu hiperventilasi, dan hiperpnea. Namun kedua hal ini tidak akan kami bahas pada kesmepatan ini.
Seperti dengan judul artikel kami pada kesempatan ini dispnea dan takipnea harus dibedakan, begitu juga dengan hiperventilasi, dan hiperpnea, yang merujuk pada variasi pernapasan terlepas dari sensasi subyektif pasien. Takipnea adalah peningkatan laju pernafasan di atas normal. Kondisi ini mungkin tidak selalu berkaitan dengan dispnea.
Dua jenis yang tidak umum dari sesak napas yang trepopnea dan platypnea. Trepopnea adalah dyspnea yang terjadi dalam satu posisi dekubitus lateral dibandingkan dengan yang lain. Platypnea mengacu pada sesak napas yang terjadi dalam posisi tegak dan lega pada posis berbaring.
Dyspnea on exertion (DOE) tidak berarti selalu indikasi penyakit. Orang normal mungkin merasa sesak saat melakukan latihan berat. Tingkat aktivitas ditoleransi oleh setiap individu tergantung pada variabel seperti umur, jenis kelamin, berat badan, kondisi fisik, sikap, dan motivasi emosional. DOE dianggap indikasi penyakit bila terjadi pada tingkat aktivitas yang semestinya dapat ditoleransi dengan baik.
Kita perlu menanyakan apakah ia telah melihat keterbatasan baru yang progresif mengenai kemampuannya untuk melakukan tugas-tugas tertentu yang ia mampu lakukan tanpa kesulitan di masa lalu (misalnya, berjalan, naik tangga, melakukan pekerjaan rumah tangga). Tingkat gangguan fungsional dapat dinilai dengan cara ini.
Seorang pasien dengan dispnea mungkin berkata, “Saya merasa: sesak napas, mengalami kesulitan bernapas, tidak bisa bernapas, seperti tercekik”. Karena merupakan fenomena subyektif, persepsi dan interpretasi dyspnea bervariasi dari pasien ke pasien. Kita dapat memulai dengan sebuah pertanyaan terbuka berupa, “Apakah Anda memiliki kesulitan bernapas?” Jika respon berupa afirmatif dan dyspnea dianggap menjadi masalah, kita perlu mengetahui detail kapan onsetnya terjadi, apakah onset tiba-tiba atau bertahap, faktor pemberat dan yang memperingan serta frekuensi dan durasi serangan.
Kondisi-kondisi di mana dispnea terjadi harus dipastikan di antaranya adalah respon terhadap aktivitas, kondisi emosional, dan perubahan posisi tubuh harus diperhatikan Tanyakan juga tentang gejala-gejala yang terkait seperti nyeri dada, palpitasi, mengi, atau batuk Kadang-kadang batuk tidak produktif dapat muncul setara dengan dyspnea. Riwayat pasien juga harus diketahui mengenai masalah medis signifikan yang dimiliki pasien, obat apa yang dia telah minum serta berapa banyak dia merokok? Juga mengenai riwayat asma, gangguan paru, alergi dan demam tinggi perlu dipertimbangkan.
Pertanyaan tambahan harus ditujukan untuk memastikan apakah pasien memiliki ortopnea atau dispnea nokturnal paroksismal. Menanyakan tentang jumlah bantal ia yang ia gunakan di bawah kepalanya pada malam hari dan apakah ia pernah harus tidur dengan posisi duduk. Apakah dia mengalami batuk atau mengi pada posisi berbaring? Apakah ia pernah terbangun di malam hari dengan sesak napas? Berapa lama setelah berbaring melakukan episode terjadi, dan apa yang dia lakukan untuk meringankan penderitaannya tersebut?
Pada kejadian dispnea, kita bisa mengklasifikasikan penyebabnya menjadi 4 kategori utama, yaitu kardiak, pulmonari, campuran kardiak dan pulmonari serta bukan keduanya. Radiografi dada, elektrokardiografi dan skrining spirometri dapat memberikan informasi yang berharga untuk memastikannya. Pada kasus yang belum dapat dipastikan serta membutuhkan klarifikasi, tes fungsi paru, pengukuran gas darah arteri, ekokardiografi dan tes standard exercise treadmill atau tes complete cardiopulmonary exercise dapat dilakukan.
Sesak nafas atau dyspnea biasanya merupakan keluhan paling awal dan signifikan pada pasien dengan keluhan gagal jantung kiri. Juga, seringkali disertai dengan batuk karena ada transudat cairan ke dalam rongga udara. Kerusakan yang lebih lanjut dapat menyebabkan pasien mengalami dyspnea saat berbaring yang juga disebut orthopnea. Hal tersebut dapat terjadi karena terjadi peningkatan pengembalian darah vena dari ekstremitas bawah dan elevasi diafragma saat berada dalam posisi supinasi.