Komunikasi Verbal


Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata- kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi Verbal yang efektif harus:

1. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.

 
BACA JUGA:  Komunikasi Non-Verbal

Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada “saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak enak.”


2. Perbendaharaan Kata
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

3. Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

BACA JUGA:  Komunikasi Terapeutik, Pengenalan Tahap Orientasi

4. Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokokpembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawatjuga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

BACA JUGA:  Elektrokardiogram, Rekaman Aktifitas Kelistrikan Jantung

5. Waktu dan relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedangmenangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipunpesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapatmenghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat haruspeka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasiverbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minatdan kebutuhan klien.

6. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan danrasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawatalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yangmenimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humoruntuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannyauntuk berkomunikasi dengan klien.