Kenali Kelainan Bayi Baru Lahir Dengan Mengetahui Bagaimana Organ Tubuhnya Berkembang.


Kita mungkin pernah mendengar bahwa bayi A menderita kelainan sejak lahir. Perlu diketahui, sebenarnya sebelum dan sesudah lahir, banyak sekali organ tubuh bayi yang belum berfungsi secara sempurna. Namun, seiring dengan waktu, organ-organ tersebut akan berfungsi normal. Hanya saja, jika organ tersebut tak berfungsi normal sesuai waktunya biasanya akan timbul masalah. Simak penjelasan dr. Rulina Suradi, Sp.A.(K), dari Subbagian Neonatologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta berikut ini :

Jantung, Peredaran Darah, Dan Paru-Paru

 

Jantung, imbuh Rulina, merupakan organ tubuh yang besarnya hanya sekepalan tangan. Terletak di rongga dada (toraks) sebelah kiri. Benda ini terdiri atas otot-otot kuat yang saling bersambung, sehingga membentuk jaringan. Jantung memiliki empat ruangan dua di sebelah kiri dan dua di kanan dengan fungsi berbeda. Fungsi intinya adalah mengalirkan darah ke seluruh tubuh, dan setelah darah mencapai ujung, secara otomatis akan kembali ke sumber semula. Dua ruangan di kiri, sebelah atas disebut atrium (serambi) kiri, sedang bagian bawah dinamai ventricle (bilik) kiri. Di ruangan kanan juga sama, yaitu atrium dan ventricle kanan. Kondisi jantung bayi saat masih dalam kandungan berbeda dengan saat lahir. Ketika masih dalam kandungan, jantung bayi belum sepenuhnya berfungsi secara normal. Peredaran darah dari jantung kiri bisa langsung melewati jantung kanan. Begitu juga sebaliknya. Tidak ada sekat yang memisahkannya. Akibatnya, darah bersih dapat bercampur dengan darah kotor. Namun secara medis, kondisi ini tak jadi masalah, karena kala dalam kandungan, janin menerima pasokan darah dan oksigen dari sang ibu lewat plasenta. Barulah setelah beberapa jam bayi dilahirkan, saluran tersebut secara otomatis langsung menutup. “Lamanya, kurang lebih 4-8 jam,” ungkap Rulina.


“Saat lahir, paru-paru bayi juga mulai berfungsi, sehingga menimbulkan tekanan udara yang kuat di sekitarnya. Tekanan tersebut mengakibatkan saluran yang menghubungkan bilik kiri dan kanan jantung menutup.” Namun, ia mengingatkan, jika saluran peredaran darah tersebut tidak menutup lebih dari 24 jam, maka orang tua harus mewaspadainya karena hal itu menandakan jantung si bayi mengalami kebocoran. Kelainan ini disebabkan posisi sekat pemisah bilik atau serambi jantung kiri dan kanan belum atau tidak tertutup sempurna. Akibatnya, jantung tidak berfungsi dengan baik. Padahal, jantunglah yang memompa darah ke seluruh tubuh.

Dari bilik kiri jantung, darah bersih berwarna merah segar yang mengandung 96% zat asam dialirkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah nadi. Saat kembali ke bilik kanan, darah tidak lagi bersih dan warnanya berubah menjadi lebih tua. Pada saat itu kadar zat asamnya tinggal sekitar 60%. Selanjutnya, darah kotor ini dipompa dari bilik kanan ke paru-paru untuk mengambil zat asam sehingga menjadi bersih kembali. Begitulah aliran darah pada tubuh berlangsung tanpa henti sepanjang hidup kita. Nah, bila sekat pemisah tidak tertutup sempurna, tentu saja darah kotor akan bercampur dengan darah bersih. Akibatnya kerja jantung akan terganggu. Hal ini ditandai dengan sering keluarnya tanda-tanda biru, khususnya pada kuku jari tangan dan bibir bayi. Selain itu, badannya kurus, pucat, dan tidak bersemangat. Aktivitas pun terbatas, bayi akan mudah capai dan sering menderita demam.

BACA JUGA:  Manifestasi Klinis Dermatitis Seborea

Cara mengatasinya bermacam-macam, tergantung faktor penyebabnya. Ada yang dengan obat-obatan saja sudah cukup, tapi ada juga yang harus ditangani lewat tindakan operasi. “Penting diperhatikan, tidak semua gangguan jantung ini harus ditangani langsung dengan cara menutup saluran yang bocor.” Masalahnya, dalam situasi dan kondisi tertentu, penutupan saluran tersebut malah bisa berdampak fatal, yaitu meninggal dunia. Pada mereka, biasanya diberikan obat-obatan terlebih dahulu, setelah itu barulah dilakukan operasi. Jadi, kapan tindakan operasi dilakukan, sepenuhnya harus dengan pertimbangan dokter. Semakin besar usia sang bayi, semakin besar ukuran jantungnya. Dengan begitu operasi pun lebih mudah dilakukan. Tingkat kesulitan pembedahan penyakit jantung bawaan sangat tergantung pada letak dan parah tidaknya kelainan itu. Ada yang cukup dilakukan satu kali koreksi, ada yang sampai beberapa kali. Selama dilakukan pembedahan jantung terbuka diperlukan mesin jantung-paru yang menggantikan fungsi jantung dan paru-paru untuk sementara.

Ubun-Ubun

Ubun-ubun atau yang dalam istilah kedokterannya fontanela merupakan bagian kecil dari kepala bayi. Bentuknya sangat lunak. Itu sebab, orang tua kerap tidak tega menyentuh atau merawatnya. Padahal, ubun-ubun sebenarnya tak selunak yang kita bayangkan karena ia dilapisi membran (selaput tipis jaringan) yang cukup kuat. Perlu diketahui, kepala bayi dibentuk oleh beberapa lempeng tulang, yaitu 1 buah tulang di bagian belakang (tulang oksipital), 2 buah tulang di kanan dan kiri (tulang parietal), dan 2 buah tulang di depan (tulang frontal). Di antara tulang-tulang yang belum bersambung itu terdapat celah yang disebut sutura. Sutura-sutura ini ada yang membujur dan ada pula yang melintang. Nah, titik silang celah-celah itulah yang membentuk ubun-ubun depan (besar) dan ubun-ubun belakang (kecil).

Sebenarnya, hingga usia beberapa bulan setelah dilahirkan, tulang-tulang kepala bayi belum menyambung satu sama lain. Namun, letaknya telah tersusun berdampingan secara rapi. Ubun-ubun yang tak segera menutup inilah yang kerap mengkhawatirkan para orang tua. Padahal, dengan begitu otak bayi justru bisa berkembang normal. Ubun-ubun dan sutura-sutura ini normalnya menutup antara usia 6-20 bulan. Secara kasat mata, akibat proses penutupan tulang tengkorak yang kelewat dini ini bisa dilihat melalui bentuk kepala yang tak normal. Ini terjadi karena pertumbuhan kepala cenderung mengarah ke tulang yang suturanya menutup belakangan. Contohnya, kalau sutura bagian depan sudah menutup lebih dulu, pertumbuhan kepala akan lebih mengarah ke belakang, dan akibatnya kepala jadi panjul.

Penyebab ubun-ubun cepat menutup biasanya adalah kelainan bawaan, adanya infeksi selama kehamilan, atau adanya gangguan perkembangan jaringan otak dan kelainan tulang seperti osteopetrosis (pertumbuhan dan kepadatan tulang yang berlebihan). Sudah pasti, ubun-ubun yang menutup terlalu cepat akan menghambat perkembangan otak bayi dan menimbulkan gangguan. Dengan kata lain, sel-sel otak yang seharusnya berkembang malah tertahan oleh tulang tengkoraknya sendiri. Biasanya, gangguan yang muncul berupa cerebral palsy atau kelumpuhan yang sifatnya kaku.

BACA JUGA:  Bagaimana Reaksi Antibodi terhadap Antigen

Terlebih bila proses penutupan tulang tengkorak ini berlangsung sejak ia baru lahir atau berada di kandungan, proses keterhambatan perkembangan otaknya tentu lebih lama sehingga gangguan yang timbul akan lebih banyak dan berat. Artinya, manifestasi gangguan tumbuh kembang pada bayi yang bersangkutan bisa berbeda-beda, tergantung bagian otak sebelah mana yang perkembangannya terhambat, dan kapan terjadinya proses penghambatan atau penutupan itu. Cara mengatasinya adalah dengan operasi melepas sambungan yang menutup terlalu cepat. Dengan begitu, diharapkan otaknya bisa terus tumbuh dan berkembang.

Usus Besar

Bayi baru lahir umumnya sudah bisa BAB (Buang Air Besar) dalam waktu 24 jam setelah persalinan. Feses di hari pertama dan kedua disebut mekonium yang berwarna gelap atau hitam. Tak heran bila ada yang menyebutnya tahi gagak. Pada hari ketiga, feses atau tinjanya mungkin sudah bercampur dengan susu atau kotoran peralihan (campuran tahi gagak dan susu). Perlu diketahui, bayi yang diberi ASI, biasanya pada hari-hari pertama atau minggu-minggu pertama akan lebih sering buang air besar, bisa sampai 6 kali lebih. Kalau dalam waktu lebih dari 48 jam mekoniumnya tidak keluar-keluar, biasanya bayi diduga menderita hirschprung. Kelainan hirschsprung terjadi pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga ke bagian usus di atasnya, termasuk ganglion parasimpatis yang membuat usus bisa bergerak melebar dan menyempit. “Nah, pada bayi yang punya kelainan hirschsprung, persarafan ini tak ada sama sekali atau kalaupun ada, jumlahnya sedikit sekali. Ada-tidaknya persarafan inilah yang menentukan derajat ringan-beratnya kelainan hirschsprung,” urai Rulina.

Akibat selanjutnya, kotoran akan menumpuk dan menyumbat usus di bagian bawah, hingga bayi tak bisa BAB. Penumpukan kotoran di usus besar ini akan diteruskan dengan pembusukan. Jika terjadinya sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan tanpa ketahuan, di dalam usus besar akan berkembang banyak kuman. Pada akhirnya timbullah radang usus. Bisa juga, proses pembusukan ini kemudian menghasilkan cairan yang akan merembes keluar tanpa bisa ditahan oleh anus karena tak ada persarafan tadi. “Mungkin saja orang tua ataupun dokter tak menyadari adanya kelainan ini, dianggapnya si bayi mengalami mencret atau diare biasa.”

Untuk mengatasinya, pada bayi akan dilakukan pemeriksaan barium enema lewat anus. Dengan begitu, bisa kelihatan seberapa sempit ususnya dan seberapa panjang kerusakan yang terjadi. Bagian usus yang tidak memiliki persarafan akan dibuang lewat operasi pertama. Berikutnya, operasi dilakukan lagi; kalau ususnya bisa ditarik ke bawah, ia akan langsung disambung ke anus. Kalau ternyata ususnya belum bisa ditarik, maka dibuatlah lubang di dinding perut (kolostomi) untuk saluran BAB. Nanti, kalau ususnya sudah cukup panjang, operasi bisa dilakukan lagi untuk menarik dan menyambung ususnya langsung ke anus. Menunggunya bisa sampai 3 bulan, tergantung kondisi anak yang bersangkutan. Selama itu pun, kondisinya tetap harus dikontrol, dua minggu sekali atau sebulan sekali. Menurut Rulina, setelah dibuang dan diperbaiki kelainannya, BAB anak biasanya akan normal kembali. Kecuali jika kelainannya parah sampai usus besarnya harus dibuang semua. Masalah tidak akan berhenti sampai di situ.

BACA JUGA:  Kapan Waktu Yang Tepat Untuk Mulai Merawat Gigi Anak?

Bilirubin/Kuning Pada Bayi

Timbunan bilirubin (zat/komponen yang berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah) di bawah kulit akan membuat kulit bayi terlihat kuning. Perlu diketahui, pada saat masih dalam kandungan, janin membutuhkan sel darah merah yang sangat banyak karena paru-parunya belum berfungsi. Sel darah merah inilah yang bertugas mengangkut oksigen dan nutrien dari ibu ke janin melalui plasenta. Nah, sesudah ia lahir, paru-parunya berfungsi, sehingga sel darah merah ini tidak dibutuhkan lagi dan dihancurkan.

Bilirubin alias pecahan hemoglobin ini bermacam-macam sifatnya, ada yang indirect, direct, dan bebas. Yang indirect atau belum diolah adalah bilirubin yang terikat albumin sebagai zat pengangkutnya. Ia akan dibawa ke hati untuk diproses menjadi bilirubin direct. Bilirubin direct ini lalu disimpan di kantong empedu. Namun demikian, kadang tidak semua hasil pemecahan hemoglobin bisa diikat oleh albumin dan dibawa ke hati. Bagian yang tidak terangkut inilah yang disebut bilirubin bebas. Bilirubin bebas bisa menyebar ke mana-mana ke seluruh tubuh. Jenis inilah yang dapat menimbulkan bahaya, terutama kalau sampai masuk ke otak, karena tak bisa dilepas lagi. Akibatnya, akan muncul gangguan yang disebut kern ikterus atau timbunan bilirubin di dasar otak.

Namun, kalau bayi sampai kuning, kita tidak perlu keburu khawatir. Kasus ini sebenarnya terbagi atas kuning faali (fisiologis) dan kuning patologis (penyakit). Yang bersifat patologis dapat mengganggu tumbuh kembang bayi di kemudian hari. Sementara yang faali adalah sesuatu yang normal. Umumnya terjadi di hari kedua atau ketiga setelah kelahiran hingga 7 atau 14 hari. Walaupun bersifat faali, keberadaannya tetap perlu diwaspadai, karena mungkin saja dilatarbelakangi masalah patologis.

Selain itu, bayi yang minum ASI dapat juga terlihat kuning pada minggu pertama dan kedua, yang nantinya berangsur-angsur hilang sendiri. Di dalam ASI memang ada komponen yang mempengaruhi timbulnya kuning pada bayi. Jadi, kuning ini hanyalah gejala biasa. Kendati demikian, orang tua harus tetap waspada. Terutama kalau si bayi sedang dalam keadaan sakit yang berkaitan dengan acidosis (penyakit yang berhubungan dengan menurunnya kadar pH darah). Misalnya, sesak napas atau mencret berat. Sebab, saat itu kadar bilirubin bebas bisa meningkat.

Inilah sejumlah hal mencurigakan yang harus diwaspadai.

1. Kuning muncul cepat sekali. Misal, pagi lahir, sore sudah kuning.

2. Peningkatan kadar kuning berlangsung sangat cepat.

3. Kuning berlangsung lama atau proses menghilangnya sangat lambat, misalnya sesudah 2 minggu kuningnya masih ada.

“Jika salah satu atau semua hal itu terjadi pada si kecil, segera bawa ia dokter!” pesan Rulina. “Mendeteksi bayi kuning atau tidak, sebetulnya tak terlampau sulit. Lihat di bagian putih matanya. Kalau memang kuning, warna itu akan terlihat jelas di sana.”