Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit AIDS merupakan tantangan yang besar bagi perawat karena setiap system organ berpotensi untuk menjadi sasaran infeksi ataupun kanker.
Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional, social dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien.
Pengkajian keperawatan mencakup pengenalan factor risiko yang potensial, termasuk praktik seksual yang berisiko dan penggunaan obat bius IV. Status fisik dan psikologis pasien harus dinilai. Semua factor yang mempengaruhi fungsi system imun perlu digali dengan seksama.
Status nutrisi dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengenali factor-faktor yang dapat mengganggu asupan oral seperti anoreksia, mual, vomitus, nyeri oral atau kesulitan menelan.
Disamping itu, kemampuan pasien untuk membeli dan mempersiapkan makanan harus dinilai. Penimbangan berat badan, pengukuran antropometrik, pemeriksaan kadar BUN (blood urea nitrogen), protein serum, albumin dan transferin akan memberikan parameter status nutrisi yang objektif.
Kulit dan membrane mukosa diinspeksi setiap hari untuk menemukan tanda-tanda lesi, ulserasi atau infeksi. Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala kemerahan, ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasis.
Daerah perianal harus diperiksa untuk menemukan ekskoriasi dan infeksi pada pasien dengan diare yang profus. Pemeriksaan kultur luka dapat dimintakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang infeksius.
Status respiratorius dinilai lewat pemantauan pasien untuk mendeteksi gejala batuk, produksi sputum, napas yang pendek, ortopnea, takipnea dan nyeri dada.
Keberadaan suara pernapasan dan sifatnya juga harus diperiksa. Ukuran fungsi paru yang lain mencakup hasil foto ronsen toraks, hasil pemeriksaan gas darah arteri dan hasil tes faal paru.
Status neurologis ditentukan dengan menilai tingkat kesadaran pasien, orientasinya terhadap orang, tempat serta waktu dan ingatan yang hilang.
Pasien juga dinilai untuk mendeteksi gangguan sensorik (perubahan visual, sakit kepala, patirasa dan parestesia pada ekstremitas) serta gangguan motorik (perubahan gaya jalan, paresis atau paralisis) dan serangan kejang.
Status cairan dan elektrolit dinilai dengan memeriksa kulit serta membrane mukosa untuk menentukan turgor dan kekeringannya. Peningkatan rasa haus, penurunan haluaran urin, tekanan darah yang rendah dan penurunan tekanan sistolik antara 10 dan 15 mm Hg dengan disertai kenaikan frekuansi denyut nadi ketika pasien duduk, denyut nadi yang lemah serta cepat, dan berat jenis urin sebesar 1,025 atau lebih, menunjukkan dehidrasi.
Gangguan keseimbangan elektrolit seperti penurunan kadar natrium, kalium, kalsium, magnesium dan klorida dalam serum secara khas akan terjadi karean diare hebat.
Pemeriksaan pasien juga dilakukan untuk menilai tanda-tanda dan gejala deplesi elektrolit; tanda-tanda ini mencakup penurunan status mental, kedutan otot, kram otot, denyut nadi yang tidak teratur, mual serta vomitus, dan pernapasan yang dangkal.
Tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan cara-cara penularan penyakit harus dievaluasi. Disamping itu, tingkat pengetahuan keluarga dan sahabat perlu dinilai.
Reaksi psikologis pasien terhadap diagnosis penyakit AIDS merupakan informasi penting yang harus digali. Reaksi dapat beraviasi antara pasien yang satu dengan lainnya dan dapat mencakup penolakan, amanah, rasa takut, rasa malu, menarik diri dari pergaulan social dan depresi.
Pemahaman tentang cara pasien menghadapi sakitnya dan riwayat stress utama yang pernah dialami sebelumnya kerapkali bermanfaat. Sumber-sumber yang dimiliki pasien untuk memberikan dukungan kepadanya juga harus diidentifikasi.