Kanker serviks masih merupakan permasalahan dalam penanggulangan kanker di Indonesia. Menurut perkiraan DepKes RI, penderita kanker di Indonesia adalah sekitar 100 per 100.000 penduduk dimana kanker serviks menduduki urutan pertama.
Data yang dikumpulkan dari 13 laboratorium patologi anatomi di Indonesia menunjukkan frekuensi karsinoma serviks tertinggi. The American Cancer Society memperkirakan pada tahun 1998 ditemukan 13.700 kasus baru dan 4900 diantaranya meninggal dunia akibat karsinoma serviks.
Di Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUH antara tahun 1994 s/d 1998 didapatkan insiden karsinoma serviks sebanyak 322 kasus (52%) dari 638 kasus kanker ginekologi dan ditemukan 242 kasus stadium lanjut dengan kelompok usia terbanyak 40-50 tahun.
Lebih dari separuh penderita kanker serviks berada dalam stadium lanjut yang memerlukan fasilitas khusus untuk pengobatan. Disamping mahal, pengobatan terhadap kanker serviks stadium lanjut juga memberikan hasil yang tidak memuaskan dan angka harapan hidup 5 tahun rendah yaitu antara 20 dan 40%.
Masalah yang sering dikhawatirkan oleh pasien terhadap penanganan karsinoma adalah efek samping pengobatan. Karena itu perlu dilakukan pemantauan efektivitas terapi. Salah satu sarana yang saat ini dapat digunakan adalah penggunaan ptanda tumor dan untuk kanker serviks adalah petanda tumor antigen Squamous cell carcinoma (SCC).
Squamous Cell Carsinoma pertama kali ditemukan oleh Torigoe dan Kato pada tahun 1977 dengan nama TA-4, pada karsinoma sel skuamous. Selain dipakai sebagai petanda tumor untuk diagnosis kanker serviks, menurut Fisbach, Antigen SCC terbukti sangat bermanfaat untuk diagnosis dan pemantauan terapi. Nilai batas (cut off value) SCC adalah 2,0 ng/ml. Kadar antigen SCC meningkat pada hampir semua karsinoma serviks stadium lanjut.
Pectasides dkk melakukan penelitian retrospektif pada 120 pasien dan ditemukan 72 (60%) menunjukkan nilai kadar Antigen SCC yang bermakna secara statistik. Level ini menurun drastis pada mereka yang respon terhadap pengobatan bahkan 28 orang diantaranya menjadi normal.
Epidemiologi dan Insidens
Karsinoma serviks merupakan penyebab terbesar kematian dari kanker ginekologik di seluruh dunia, di mana setengah juta kasus di diagnosa setiap tahun. Dilaporkan insiden karsinoma serviks lebih tinggi di negara sedang berkembang akibat kurangnya program skrining pap smear yang dilakukan. Di Amerika latin, sub sahara Afrika dan Asia tenggara termasuk Indonesia karsinoma serviks menduduki urutan pertama setelah kanker payudara.
Di Indonesia dilaporkan jumlah karsinoma serviks baru adalah 100 per 100.000 penduduk per tahun atau 180.000 kasus baru dengan usia antara 45-54 tahun dan menempati urutan teratas dari 10 kanker yang terbanyak pada wanita.
FIGO melaporkan pada tahun 1998 menunjukkan kelompok usia 30-39 tahun dan 60-69 tahun sama banyaknya. Kelompok usia 30-39 tahun pada stadium Ia, sedang stadium Ib dan II pada kelompok usia 40 tahun. Kelompok usia 60-69 tahun merupakan proporsi tertinggi pada stadium III dan IV.
Etiologi dan Patogenesis
Etiologi kanker serviks belum diketahui secara pasti, tetapi faktor predisposisi keganasan ini telah banyak dikenal. Dari data epidemiologi menunjukkan adanya hubungan antara kanker serviks dengan agen yang dapat menyebabkan infeksi. Diantaranya Human papillomavirus (HPV) yang didapatkan 90-95% pada karsinoma sel skuamous serviks.
Infeksi HPV pada pasien dengan penyakit menular seksual dan perkembangan dari infeksi seperti tipe 16 dan 18 menyebabkan risiko terjadinya kanker serviks. Hubungan seksual pertama kali pada usia muda, berganti-ganti pasangan seksual, sosial ekonomi rendah dan merokok juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks.
Serviks mempunyai 2 jenis epitel yaitu epitel kolumner dan epitel skuamosa, yang dipisahkan oleh Sambungan Skuama Kolumner (SSK). Pada perkembangan epitel kolumner akan digantikan oleh epitel skuamosa baru. Proses pergantian epitel kolumner oleh epitel skuamosa disebut proses metaplasia. Proses terjadinya kanker serviks sangat erat hubungannya dengan proses metaplasia.
Gejala Klinik
Perdarahan abnormal merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada kanker serviks. Gejala lainnya penurunan berat badan, anemia yang berat. Pada tingkat yang lebih lanjut di temukan gejala nyeri pelvik, gangguan miksi dan defekasi.
Pretorius dkk di Southern California (dikutip dari Hacker NF) melaporkan dari 81 pasien, 56% pasien dengan perdarahan pervaginam yang abnormal, 28% dengan pap smear yang abnormal, 9% dengan nyeri pelvik, 4% dengan leukore dan 4% dengan gejala lain.
Penyebaran
Penyebaran yang utama ialah invasif langsung ke dalam jaringan dan secara limfogen. Penyebaran melalui pembuluh limfe ke kelenjar, daerah iliaka, daerah obturatorius, prasakral dan paraaortik. Dengan berlanjutnya proses tumor makin banyak pula kelenjar limfe yang terkena.
Penyebaran langsung dapat pula terjadi ke parametrium, korpus uteri, vagina, rectum dan vesika urinaria. Pertumbuhan yang bersifat invasif pada jaringan sekitarnya akan menyebabkan berbagai kelainan tergantung organ yang terkena. Hidroureter, hidronefrosis dan kegagalan fungsi ginjal dapat terjadi.
Diagnosis
Diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan histopatologi yang kemudian ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal), pemeriksaan foto rontgen (toraks dan pielografi intravena) serta pemeriksaan endoskopi vesika urinaria dan rektum.
Klasifikasi Histopatologi
Secara histopatologi karsinoma serviks terdiri dari beberapa jenis. Paling sering ditemukan jenis karsinoma sel skuamous sekitar 80-95 %, sedang jenis adenokarsinoma ditemukan 10-15 %. Beberapa tipe lain yang sangat jarang ditemukan adalah karsinoma glassy cell, karsinoma adenokuamosa dan karsinoma adenoid kistik.
Karsinoma sel skuamous terjadi pada SSK dan hampir seluruhnya tanpa keratinisasi. Hal ini disebabkan epitel berlapis serviks dan epitel torak selapis endoserviks merupakan epitel yang tidak berkeratin. Sel tumor bentuk pleimorf, rasio inti sitoplasma meninggi.
Inti hiperkromatik, membran inti kasar dan aktivitas mitosis dapat ditemukan. Secara makroskopik pada tingkat lanjut dapat ditemukan bentuk yang khas menyerupai bunga kubis dikenal sebagai bentuk eksofitik dan juga ditemukan adanya ulkus. Berdasarkan derajat diferensiasi sel dibagi dalam 3 jenis, yaitu diferensiasi baik diferensiasi sedang dan diferensiasi buruk.
Adenokarsinoma berasal dari pertumbuhan ganas epitel kelenjar endoserviks. Pada pemeriksaan mikroskopik terlihat susunan kelenjar yang tidak teratur dengan inti yang hiperkromatik, besar, ireguler dan basofilik. Pada tingkat lanjut kelenjar tersusun lebih berdekatan, inti hiperkromatik, kasar, ireguler dan eosinofilik.
Sel tumor telah menembus membrana basalis dan menginfiltrasi stroma sekitarnya, struktur tersebut berdifferensiasi baik. Differensiasi jelek dimana struktur kelenjar sama sekali tidak teratur sehingga sulit menentukan jenisnya.
Stadium Klinik
Pemerikasaan untuk menentukan stadium klinik dilakukan secara bimanual dan rectal. Stadium klinik yang digunakan adalah pembagian berdasarkan The Federation International of Gynecology and Obsteric (FIGO) dan pembagian stadium ini digunakan oleh Union International Contre le Cancer (UICC).