Dasar Fisiologi Pengaturan Cairan Pada Pasien Penyakit Kritis


Dasar Fisiologi Pengaturan Cairan Pada Pasien Penyakit Kritis

Pasien dengan penyakit kritis sulit dalam konsep pengaturan cairannya: kekurangan cairan dapat memperburuk hipoperfusi jaringan; kelebihan cairan dapat menyebabkan edema paru.

 

Kita melihat sifat dari koloid, kristaloid, dan larutan hipertonis, dalam membicarakan terapi pengganti dan menyimpulkan dengan mempertimbangkan penilaian dan monitoring dari status cairan.

Dasar Fisiologi

Partikel aktif secara osmotik menarik air melewati membran semipermeabel hingga mencapai keseimbangan. Osmolaritas cairan menunjukkan jumlah partikel aktif terlarut perliter larutan.


Osmolalitas suatu pengukuran jumlah partikel aktif terlarut perkilogram larutan, dapat diperlihatkan sebagai berikut :

Osmolalitas = (2[Na+] x 2) +(Glukosa/18) + (BUN/2,8)

Dimana osmolalitas dinyatakan dalam mOsm/kg, konsentrasi natrium (Na+) dinyatakan dalam mEq/L, glukosa serum dinyatakan dalam mg/dL, dan nitrogen urea darah (BUN) dinyatakan dalam mg/dL.

Gula, alkohol, dan larutan radiografi meningkatkan ukuran osmolalitas, menyebabkan peningkatan “osmolal gap” antara pengukuran dan nilai yang di hitung.

BACA:  Referat Kedokteran: Konsep Dasar Transport Oksigen

Keadaan hiperosmolar terjadi bilamana konsentrasi dari partikel aktif secara osmotik tinggi. Uremia (peningkatan BUN) dan hipernatremia (peningkatan natrium serum) meningkatkan osmolalitas serum.

Akan tetapi, karena urea terdistribusi ke seluruh cairan tubuh, peningkatan BUN tidak menyebabkan hipertonisitas, jadi ada redistribusi cairan secara osmotik dari volume intraseluler (ICV) ke volume ekstraseluler (ECV).

Karena natrium sangat terbatas sebagian besar ke ECV, hipernatremia menyebabkan hipertonisitas. Istilah “tonisitas” juga dipakai untuk membandingkan tekanan osmotik larutan parenteral dengan plasma.

Sebagian kecil partikel aktif osmotik mengandung protein plasma yang penting dalam menentukan keseimbangan cairan antara cairan intraseluler (IF) dan volume plasma (PV) Koefisien refleksi (d) menunjukkan permeabilitas dari membran kapiler untuk larutan individu, dengan 0 menunjukkan permeabilitas bebas dan 1,0 menunjukkan impermeabilitas lengkap d albumin rata-rata ~ 0,7 pada berbagai kapiler.

BACA:  Pro dan Kontra Penggunaan Fluoride Pada Pasta Gigi

Karena konsentrasi protein kapiler melebihi konsentrasi protein interstitial, tekanan osmotik yang dipengaruhi oleh protein plasma (diistilakan tekanan osmotik koloid atau tekanan onkotik) lebih tinggi dibandingkan tekanan onkotik interstitial dan cenderung untuk menjaga PV.

Laju filtrasi cairan dari kapiler kedalam ruang interstitial adalah akibat kombinasi beberapa faktor, meliputi tekanan osmotik koloid intravaskuler ke interstitial dan gradient hidrostatik antara tekanan intravaskuler dan tekanan interstitial.

Laju filtrasi jaringan ke sistemik atau kapiler paru mengikuti hukum strarling dari filtrasi kapiler seperti dinyatakan dalam persamaan:

Q = kA [(Pc-Pi) + (pi-pc)]

Dimana Q adalah filtrasi cairan, k adalah koefisien filtrasi kapiler (hantaran air), A adalah luas membran kapiler, PC adalah tekanan hidtostatik kapiler, Pi adalah tekanan hidrostatik interstitial, pi adalah tekanan osmotik koloid interstitial, dan pc adalah tekanan osmotik koloid kapiler.

BACA:  Blogger dan Ancaman Low Back Pain

Volume IF ditentukan oleh jumlah filtrasi kapiler dan aliran limfe. Pc, faktor yang meningkatkan filtrasi cairan, yang ditentukan oleh aliran kapiler, tahanan arteri, tahanan vena, dan tekanan vena.

Jika filtrasi kapiler meningkat kecepatan filtrasi air dan natrium biasanya melebihi protein , menyebabkan dilusi dari pi, dan menjaga gradient tekanan onkotik,sebagai faktor yang paling kuat melawan filtrasi cairan.

Ketika bersamaan aliran limfe meningkat, menjaga gradient tekanan onkotik membatasi akumulasi dari IF. Jika Pc meningkat disaat aliran limfatik maksimal kemudian terjadi akumulasi IF, maka, terbentuklah edema.

Pada keadaan terjadi edema kronik, tekanan IF berkurang meningkatnya aliran limfatik seterusnya di latasi pembuluh limfatik.

Peningkatan filtrasi cairan juga dilusi matriks proteoglican pada IF, peningkatan permabilitas kapiler, dehidrasi dari interstitial menurunkan permeabilitas vaskuler.