Referat : DEGENERASI MAKULA


Degenerasi macula adalah suatu keadaan dimana macula mengalami kemunduran sehingga terjadi penurunan ketajaman penglihatan dan kemungkinan akan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan sentral.

Macula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian yang paling vital dari retina yang memungkinkan mata melihat detil-detil halus pada pusat lapang pandang.

 

Tanda utama dari degenerasi pada makula adalah didapatkan adanya bintik-bintik abu-abu atau hitam pada pusat lapangan pandang. Kondisi ini biasanya berkembang secara perlahan-lahan, tetapi kadang berkembang secara progresif, sehingga menyebabkan kehilangan penglihatan yang sangat berat pada satu atau kedua bola mata.

Berdasarkan American Academy of Oftalmology penyebab utama penurunan penglihatan atau kebutaan di AS yaitu umur yang lebih dari 50 tahun. Data di Amerika Serikat menunjukkan, 15 persen penduduk usia 75 tahun ke atas mengalami degenerasi makula itu. Terdapat 2 jenis tipe dasar dari penyakit-penyakit tersebut yakni Standar Macular Degeneration dan Age Related Macular Degeneration (ARMD). Bentuk yang paling sering terjadi adalah ARMD.


Degenerasi makula terkait usia merupakan kondisi generatif pada makula atau pusat retina. Terdapat 2 macam degenarasi makula yaitu tipe kering (atrofik) dan tipe basah (eksudatif). Kedua jenis degenerasi tersebut biasanya mengenai kedua mata secara bersamaan. Degenerasi makula terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada epitel pigmen retina.

Degenerasi makula menyebabkan kerusakan penglihatan yang berat (misalnya kehilangan kemampuan untuk membaca dan mengemudi) tetapi jarang menyebabkan kebutaan total. Penglihatan pada tepi luar dari lapang pandang dan kemampuan untuk melihat biasanya tidak terpengaruh, yang terkena hanya penglihatan pada pusat lapang pandang.

Gejala klinis biasa ditandai terjadinya kehilangan fungsi penglihatan secara tiba-tiba ataupun secara perlahan tanpa rasa nyeri. Kadang gejala awalnya berupa gangguan penglihatan pada salah satu mata, dinilai garis yang sesungguhnya lurus terlihar bergelombang.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan mata. Sejauh ini belum ada terapi untuk degenerasi makula tipe kering. Suplemen seng hanya mampu membantu memperlambat progresivitas gangguan.

Untuk beberapa kasus basah, terapi laser bisa membersihkan pembuluh darah abnormal sehingga kekaburan penglihatan dapat dicegah. Tetapi, tidak semua kasus bisa diatasi dengan terapi laser. Saat ini sedang dikembangkan berbagai obat dan prosedur operasi baru antara lain terapi foto dinamik.

Faktor resiko gangguan ini selain karena usia tua, juga riwayat keluarga (genetik), ras kaukasia serta merokok.

ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA

Anatomi Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang cahaya. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas lapisan:

1. Lapisan epitel pigmen
2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optic.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya di tepi ora serrata.

Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membran Bruch, khoroid, dan sclera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.

Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapiler yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam.

Fisiologi Retina

Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan.

BACA:  Referat Kedokteran: Etiologi dan Patofisiologi Penyakit Pneumonia

Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam.

Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna ( penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung redopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan 11-sis-retinal.

Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera mengalami isomerisasi menjadi bentuk ali-trans. Redopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuh terbenam di lempeng membram lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penyerapan cahaya puncak oleh terjadi pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang terletak di daerah biru-hijau pada spektrum cahaya.

Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak penyerapan panjang gelombang di 430, 540, dan 575 nm masing-masing untuk sel kerucut peka-biru, -hijau, dan –merah. Fotopigmen sel kerucut terdiri dari 11-sis-retinal yang terikat ke berbagai protein opsin.

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas spektral retina bergeser dari puncak dominasi rodopsin 500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna.

Suatu benda akan berwarna apabila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap panjang-panjang gelombang dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan panjang-panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400-700 nm). Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.

PATOFISIOLOGI

Degenerasi makula yang terkait usia tipe kering ditandai oleh adanya atrofi dan degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat yang bervariasi. Dari perubahan-perubahan di epitel pigmen retina dan membran Bruch yang dapat dilihat secara oftalmoskopi adalah drusen yang sangat khas.

Drusen adalah endapan putih kuning, bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat membesar, menyatu, mengalami kalsifikasi dan meningkat jumlahnya. Secara histopatologis sebagian besar drusen terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinifilik yang terletak di antara epitel pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan pelepasan fokal epitel pigmen.

Walaupun pasien dengan degenerasi makula biasanya hanya memperlihatkan kelainan non eksudatif, sebagian besar pasien yang menderita gangguan penglihatan berat akibat penyakit ini mengalami bentuk eksudatif akibat terbentuknya neovaskularisasi subretina dan makulopati eksudatif terkait. Cairan serosa dari koroid di bawahnya dapat bocor melalui defek defek kecil di membran Bruch sehingga mengakibatkan pelepasan-pelepasan lokal epitel pigmen.

Peningkatan cairan tersebut dapat semakin menarik retina sensorik di bawahnya dan penglihatan biasanya menurun apabila fovea terkena. Pelepasan epitel pigmen retina dapat secara spontan menjadi datar dengan bermacam-macam akibat penglihatan dan meninggalkan daerah geografik depigmentasi pada daerah yang terkena.

Dapat terjadi pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah baru ke arah dalam yang meluas ke koroid sampai ruang subretina dan merupakan perubahan histopatologik terpenting yang memudahkan timbulnya pelepasan makula dan gangguan penglihatan sentral yang bersifat ireversivel pada pasien dengan drusen. Pembuluh pembuluh darah ini akan tumbuh dalam konfigurasi roda-roda pedati datar atau sea-fan menjauhi tempat masuk ke dalam ruang sub retina.

ETIOLOGI

Degenerasi macula dapat disebabkan oleh beberapa factor dan dapat diperberat oleh beberapa factor resiko, diantaranya:

1. Umur, faktor resiko yang paling berperan pada terjadinya degenerasi makula adalah umur. Meskipun degenerasi makula dapat terjadi pada orang muda, penelitian menunjukkan bahwa umur di atas 60 tahun beresiko lebih besar terjadi di banding dengan orang muda. 2% saja yang dapat menderita degenerasi makula pada orang muda, tapi resiko ini meningkat 30% pada orang yang berusia di atas 70 tahun.
2. Genetik, penyebab kerusakan makula adalah CFH, gen yang telah bermutasi atau faktor komplemen H yang dapat dibawa oleh para keturunan penderita penyakit ini. CFH terkait dengan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang meregulasi peradangan.
3. Merokok, Merokok dapat meningkatkan terjadinya degenrasi makula.
4. Ras kulit putih (kaukasia) adalah sangat rentan terjadinya degenerasi makula di banding dengan orang Afrika atau yang berkulit hitam.
5. Riwayat keluarga, resiko seumur hidup terhadap pertumbuhan degenerasi makula adalah 50% pada orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga penderita dengan degenerasi makula, dan hanya 12 % pada mereka yang tidak memiliki hubungan dengan degenerasi makula.
6. Hipertensi dan diabetes.
Degenerasi Makula menyerang para penderita penyakit diabetes, atau tekanan darah tinggi gara-gara mudah pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil (trombosis) sekitar retina. Trombosis mudah terjadi akibat penggumpalan sel-sel darah merah dan penebalan pembuluh darah halus.
7. Paparan terhadap sinar Ultraviolet
8. Obesitas dan kadar kolesterol tinggi

BACA:  Referat Kedokteran: Epidemiologi, Etiologi dan Patofisiologi Penyakit Kista Ovarium

KLASIFIKASI

1. Degenerasi Makula tipe non-eksudatif (tipe kering)

Rata-rata 90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering. Kebanyakan kasus ini bisa memberikan efek berupa kehilangan penglihatan yang sedang. Tipe ini bersifat multipel, kecil, bulat, bintik putih kekuningan yang di sebut drusen dan merupakan kunci identifikasi untuk tipe kering. Bintik tersebut berlokasi di belakang mata pada level retina bagian luar. Adapun lesi klasik yang bisa ditemukan adanya atrofi geografik. Terdapat endapan pigmen di dalam retina tanpa disertai pembentukan jaringan parut , darah atau perembesan cairan.

Degenerasi makula terkait usia noneksudatif ditandai oleh atrofi dan degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat yang bervariasi. Dari perubahan-perubahan di epitel pigmen retina dan membran Bruch yang dapat dilihat secara oftalmoskopis, drusen adalah yang paling khas.

Drusen adalah endapan putih kuning, bulat, diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat membesar, menyatu, mengalami kalsifikasi dan meningkat jumlahnya. Secara histopatologis sebagian besar drusen terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinifilik yang terletak di antara epitel pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan pelepasan fokal epitel pigmen.

Drusen dapat di bagi berdasarkan klinik dan histopatologi yakni drusen keras ( nodular), drusen diffus ( konfluent), drusen halus ( granular ), dan drusen kalsifikasi . Selain drusen, dapat muncul secara progresif gumpalan-gumpalan pigmen yang tersebar secara tidak merata di daerah-daerah depigmentasi atrofi di seluruh makula.

2. Degenerasi Makula tipe eksudatif (tipe basah)

Degenerasi makula tipe ini adalah jarang terjadi namun lebih berbahaya di bandingkan dengan tipe kering. Kira kira didapatkan adanya 10% dari semua degenerasi makula terkait usia dan 90% dapat menyebabkan kebutaan. Tipe ini ditandai dengan adanya neovaskularisasi subretina dengan tanda-tanda degenerasi makula terkait usia yang mendada atau baru mengalami gangguan penglihatan sentral termasuk penglihatan kabur, distorsi atau suatu skotoma baru.

Pada pemeriksaan fundus, terlihat darah subretina, eksudat, lesi koroid hijau abu-abu di makula. Neovaskularisasi koroid merupakan perkembangan abnormal dari pembuluh darah pada epitel pigmen retina pada lapisan retina. Pembuluh darah ini bisa mengalami perdarahan dan menyebabkan terjadinya scar yang dapat menghasilkan kehilangan pusat penglihatan. Scar ini disebut dengan Scar Disciform dan biasanya terletak di bagian sentral dan menimbulkan gangguan penglihatan sentral permanen.

GEJALA KLINIS

Gejala-gejala klinik yang biasa didapatkan pada penderita degenerasi makula antara lain:

1. Distorsi penglihatan, obyek-obyek terlihat salah ukuran atau bentuk
2. Garis-garis lurus mengalami distorsi (membengkok) terutama dibagian pusat penglihatan
3. Kehilangan kemampuan membedakan warna dengan jelas
4. Ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan
5. Kesulitan membaca, kata-kata terlihat kabur atau berbayang
6. Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan fungsi penglihatan tanpa rasa nyeri.

DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan hasil pemeriksaan oftalmoskopi yang mencakup ruang lingkup pemeriksaan sebagai berikut:

1. Test Amsler Grid, dimana pasien diminta suatu halaman uji yang mirip dengan kertas milimeter grafis untuk memeriksa luar titik yang terganggu fungsi penglihatannya. Kemudian retina diteropong melalui lampu senter kecil dengan lensa khusus.
2. Test penglihatan warna, untuk melihat apakah penderita masih dapat membedakan warna, dan tes-tes lain untuk menemukan keadaan yang dapat menyebabkan kerusakan pada makula.
3. Kadang-kadang dilakukan angiografi dengan zat warna fluoresein. Dokter spesialis mata menyuntikan zat warna kontras ini ke lengan penderita yang kemudian akan mengalir ke mata dan dilakukan pemotretan retina dan makula. Zat warna ini memungkinkan melihat kelainan pembuluh darah dengan lebih jelas.

DIAGNOSIS BANDING

Degenerasi macula khususnya tipe eksudat dapat di diagnosis banding dengan:
1. Makroneurisme
2. Vaskulopati koroid polipoid
3. Khorioretinopati serous sentral
4. Kasus inflamasi
5. Tumor kecil seperti melanoma koroid

PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi khusus untuk AMD noneksudatif Penglihatan dimaksimalkan dengan alat bantu penglihatan termasuk alat pembesar dan teleskop. Pasien diyakinkan bahwa meski penglihatan sentral menghilang, penyakit ini tidak menyebabkan hilangnya penglihatan perifer. Ini penting karena banyak pasien takut mereka akan menjadi buta total.

BACA:  Referat Epidural Hematoma

Pada sebagian kecil pasien dengan AMD eksudatif yang pada angiogram fluorosen memperlihatkan membrane neovaskular subretina yang terletak eksentrik (tidak sepusat) terhadap fovea, mungkin dapat dilakukan obliterasi membrane tersebut dengan terapi laser argon. Membrane vascular subfovea dapat diobliterasi dengan terapi fotodinamik (PDT) karena laser argon konvensional akan merusak fotoreseptor di atasnya.

PDT dilakukan dengan menyuntikkan secara intravena bahan kimia serupa porfirin yang diaktivasi oleh sinar laser nontermal saat sinar laser berjalan melalui pembuluh darah di membrane subfovea. Molekul yang teraktivasi menghancurkan pembuluh darah namun tidak merusak fotoreseptor. Sayangnya kondisi ini dapat terjadi kembali bahkan setelah terapi laser.

Apabila tidak ada neovaskularisasi retina, tidak ada terapi medis atau bedah untuk pelepasan epitel pigmen retina serosa yang terbukti bermanfaat. Pemakaian interferon alfa parenteral, misalnya, belum terbukti efektif untuk penyakit ini. Namun apabila terdapat membrane neovaskular subretina ekstrafovea yang berbatas tegas (200 um dari bagian tengah zona avaskular fovea), diindikasikan fotokoagulasi laser.

Dengan angiografi dapat ditentukan dengan tepat lokasi dan batas-batas membrane neovaskular yang kemudian diablasi secara total oleh luka-luka bakar yang ditimbulkan oleh laser. Fotokoagulasi juga menghancurkan retina di atasnya tetapi bermanfaat apabila membrane subretina dapat dihentikan tanpa mengenai fovea.

Fotokoagulasi laser krypton terhadap neovaskularisasi subretina avaskular fovea (? 200 um dari bagian tengah zona avaskular fovea) dianjurkan untuk pasien nonhipertensif. Setelah fotokoagulasi membrane neovaskular subretina berhasil dilakukan, neovaskularisasi rekuren di dekat atau jauh dari jaringan parut laser dapat dapat terjadi pada separuh kasus dalam 2 tahun.

Rekurensi sering disertai penurunan penglihatan berat sehingga pemantauan yang cermat dengan Amsler grid, oftalmoskopi dan angiografi perlu dilakukan. Pasien dengan gangguan penglihatan sentral di kedua matanya mungkin memperoleh manfaat dari pemakaian berbagai alat bantu penglihatan kurang.

Selain itu terapi juga dapat dilakukan di rumah berupa pembatasan kegiatan dan follow up pasien dengan mengevaluasi daya penglihatan yang rendah. Selain itu dengan mengkomsumsi multivitamin dan antioksidan ( berupa vitamin E , vitamin C, beta caroten, asam cupric dan zinc), karena diduga dapat memperbaiki dan mencegah terjadinya degenerasi makula. Sayuran hijau terbukti bisa mencegah terjadinya degenerasi makula tipe kering. Selain itu kebiasaan merokok dikurangi dan dan pembatasn hipertensi.

PROGNOSIS

Bentuk degenerasi makula yang progresif dapat menyebakan kebutaan total sehingga aktivitas dapat menurun. Prognosis dari degenerasi makula dengan tipe eksudat lebih buruk di banding dengan degenerasi makula tipe non eksudat. Prognosis dapat didasarkan pada terapi, tetapi belum ada terapi yang bernilai efektif sehingga kemungkinan untuk sembuh total sangat kecil.

DAFTAR PUSTAKA

1. Degenerasi Makula. Medicastore Online. https://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?id=&iddtl=983&idktg=16&idobat=&UID=20070306192649125.162.255.115

2. Macular Degeneration. [ Online ]. [ Cited on 2007, Januari 17th ].Available from : URL: https://en.wikipedia.org/.

3. Degenerasi Makula. IDI Online-Iptek Kedokteran. https://www.idionline.org/iptek-isi.php?news_id=623

4. Liesegang TJ., Skuta GL., Cantor LB,. Retina and Vitreous. Basic and Clinical Course.Section 12 . San Fransisco, California : American Academy of Ophthalmology. 2003-2004.

5. Degenerasi Makula. IDI Online-Iptek Kedokteran. https://www.idionline.org/iptek-isi.php?news_id=623

6. Sidarta I,. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi kedua. Jakarta : BP-FKUI. 2002

7. Hardy RA,. Retina dan Tumor Intraokuler. Dalam : Vaughan D.G, Asbury T., Riordan E.P, Editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 2000.

8. Degenerasi Makula dan Mata Anda. Klinik Mata Nusantara Online. https://www.klinikmatanusantara.com/degenerasi.php (diakses tanggal 6 Maret 2007)

9. James C., Chew C., Bron A. Retina dan Koroid. Dalam : Oftalmologi Edisi Kesembilan. Yakarta : Penerbit Erlangga. 2006

10. Maturi R.K,. Aging Relation Macular Degeneration. [Online]. [ Cited on 2007, Januari 17th ]. Available from : URL: https://www.emedicine.com/.

11. Macular Degeneration. [Online]. [ Cited on 2007, Januari 17th ]. Available from : URL: https://www.stlukeseye.com/. In : Eye Condition.

12. Age-Related Macular Degeneration. [Online]. [ Cited on 2007, Januari 17th ]. Available from : URL: https://www.nationaleyeinstitute.com/

13. Macular Degeneration. [Online]. [ Cited on 2007, Januari 17th ]. Available from : URL:https://www.eyemdlink.com/.

14. Cure Macular Degeneration-Prevent Age Related Macular Degeneration. [Online].[Cited on 2007, Januari 15th]. Available from : URL:https://www.nei.nih.gov/health.

15. Macular Degeneration. [Online]. [ Cited on 2007, Januari 17th ] .Available from : URL: https://www.emedicinehealth.com/.

16. Sarks SH, Killingsworth MC, Penfold PH, Driei DV,. Patterns in Macular Degeneration. In: Ryan SJ., Dawson AK., Little HL,Editor. Retinal Diseases. 5th Edition. New York : Grune & Stratton, Inc. 1985.

17. Image of Eye, Retina, and Laser Theraphy of Macular Degeneration. [Online].[ Cited on 2007, Januari 17th ]. Available from:URL: https://www.google.com/.