Ketika pasien mengunjungi dokter untuk membantunya dalam mengurangi dan menyembuhkan derita dari penyakit yang dialaminya, dokter memerlukan sejumlah rangkaian pemeriksaan baik pemeriksaan fisik, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.
Agar tercapai hasil maksimal, pasien harus bersikap kooperatif terutama dalam memberikan keterangan yang diperlukan dan memberikan keleluasaan pada dokter untuk memeriksa hal-hal yang dianggap merupakan privasi pasien.
Tanpa adanya keterbukaan akan menyulitkan dokter dalam menegakkan diagnosa atas suatu penyakit. Di samping itu selain serangkaian anamnesa yang mesti dijawab oleh pasien, dokter pun merasa perlu untuk memeriksa sejumlah keadaan fisik yang dianggap perlu.
Misalnya dokter akan memeriksa dada, perut bahkan organ genital pasien bila itu memang dibutuhkan, bahkan tak jarang pada pasien dengan keluhan buang air besar berwarna hitam atau terdapat darah, dokter akan melakukan rectal toucher atau memasukan jari ke dalam dubur pasien untuk memastikan sebenarnya letak dan sumber kelainan itu terdapat di mana.
Atau pada pasien obstetric gynekologi dokter biasanya melakukan vaginal toucher atau memasukan jari ke dalam liang senggama pasien guna menegakan diagnosa atas keluhan utama yang dirasakan pasien. Jadi dokter boleh dikatakan memiliki sejumlah hak tertentu atas pasien yang tak boleh ditolak pasien, itu bila ingin diperoleh kesembuhan yang baik.
Selain itu lazimnya pelayanan kesehatan modern, akan mempergunakan alat bantu diagnosa, seperti pemeriksaan foto thorax, CT-Scan, Magnetic Resonance Imaging, USG dan pemeriksan laboratorium seperti darah, urin, feses dan lain sebagainya. Selain digunakan dalam membantu untuk ketepatan diagnosa, juga dipergunakan sebagai indikator atas kemajuan terapi suatu penyakit.
Semua biaya yang dikeluarkan tadi akan menjadi tanggungan pasien atau asuransi yang memberikan jaminan. Biaya pemeriksaan tadi besarnya relatif tergantung kepada jenis pemeriksaan apa yang dilakukan dan seberapa rumit peralatan yang dibutuhkan serta keterampilan tenaga laboran yang bertanggung jawab atasnya. Jadi ada sebuah kerjasama erat dan ketergantungan yang tak terpisahkan antara dokter, pasien dan tenaga laboran/ analis pada sentra-sentra pelayanan kesehatan.
Sebenarnya dokter yang baik harus sudah bisa menegakan diagnosa minimal 60% persen hanya dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang hanya dibutuhkan jika memang dokter masih ragu atau untuk keakuratan suatu diagnosa, selain itu memang ada kasus-kasus tertentu yang tidak boleh tidak harus merujuk pada nilai pemriksaan penunjang yang diperoleh.
Selain dipergunakan untuk kebutuhan terapi juga sangat diperlukan sebagai pertanggungjawaban hukum yang tercatat dalam rekam medis yang sewkatu-waktu dibutuhkan, bila terjadi klaim atau keberatan atas tindakan medis yang diberikan selama pasien berhubungan dengan dokter.