Norma berasal dari istilah “norm” yang artinya pedoman atau patokan bagi setiap orang dalam bersikap tindak baik terhadap diri orang lain ataupun terhadap dirinya sendiri. Dalam bahasa belanda istilah norma disebut juga “mattregel” maat artinya sama dengan kaidah yang berasal dari kata “ Aqidah”.
Norma yang diperlukan sebagai pedoman untuk bersikap tindak kepada orang lain mis : norma sopan santun, norma hukum, norma tata tertib dan sebagainya. Norma yang menjadi patokan/pedoman untuk bersikap tindak kepada orang lain dikatakan norma insubjektif.
Norma yang diperlukan sebagai pedoman untuk bersikap tindak kepada diri sendiri mis: pola hidup yang baik dan benar, baik dalam berfikir, berkehendak dan berbuat, norma penjagaan kesehatan tubuh, norma tata busana dan sebagainya. Norma-norma yang menjadi patokan /pedoman untuk bersikap tindak terhadap diri sendiri disebut normA reflektif.
Norma-norma yang menjadi pedoman atau patokan bagi manusia dalam bersikap tindak menurut bidang pengaturannya dalam kehidupan bermasyarakat maupun masing-masing secara individual meliputi :
1. Kaedah kepercayaan/keagamaan
Kaedah ini ditujukan kepada kehidupan beriman, ditujukan kepada kewajiban manusia kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri . Sumber kaedah ini adalah ajaran-ajaran kepercayaan atau agama yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Tuhanlah yang mengancam pelanggaran-pelanggaran kaedah kepercayaan atau agama itu dengan sanksi. Kaedah kepercayan ini tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi kepada sikap batin manusia. Diharapkan dari manusia bahwa sikap batinnya sesuai dengan isi kaedah kepercayaan atau keagamaan. Kaedah ini hanya membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban semata-mata dan tidak memberikan hak. Contoh :
a. Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Surat Al Isra’ ayat 32).
b. Janganlah kamu membunuh, Janganlah kamu berbuat zina (Keluaran 20:14,14) dll
2. Kaedah kesusilaan
Kaedah ini berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi manusia. Sebagai pendukung akedah kesusilaan adalah nurani individu dan bukan manusia sebagai mahluk sosial atau sebagai anggota masyarakat yang terorganisir. Kaedah ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi dan mencegah kegelisahan diri sendiri.
Kaedah kesusilaan ini ditujukan kepada umat manusia agar terbentuk kebaikan akhlak pribadi guna menyempurnakan manusia dan melarang manusia berbuat jahat. Membunuh, berzina, mencuri dan sebagainya tidak hanya dilarang oleh kaedah kepercayaan atau keagaman saja tetapi dirasakan juga sebagai bertentangan dengan kaedah kesusilaan dalam setiap hati nurani manusia. Kaedah kesusilan hanya membebani manusia dengan kewajiban-kewajibannya saja.
Asal atau sumber kaedah kesusilaan adalah dari manusia sendiri, jadi bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia juga. Batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar kaedah kesusilaan dengan sanksi. Tidak ada kekuasaan di luar dirinya yang memaksakan sanksi itu. Kalau terjadi pelanggaran kaedah kesusilaan, Mis: pencurian atau penipuan, maka akan timbullah dalam hati nurani si pelanggar rasa menyesal, rasa malu, takut, merasa bersalah sebagai sanksi atau reaksi terhadap pelanggaran kaedah kesusilan tersebut.
3. Kaedah sopan santun (tata krama/adat)
Kaedah sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Kaidah ini ditujukan kepada sikap lahir pelakunya yang konkrik demi penyempurnaan atau ketertiban masyarakat dan bertujuan menciptakan perdamaian, tata tertib atau membuat “sedap” lalu lintas antar manusia yang bersifat lahiriah. Sopan santun lebih mementinkan yang lahir atau yang formal: pergaulan, pakaian, bahasa dan lain-lain. Menyentuh tidak semata-mata sebagai individu tetapi sebagai mahluk sosial, jadi menyentuh kehidupan bersama.
Kaedah sopan santun membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban saja. Kekuasaan masyarkat secara tidak resmilah yang mengancam dengan sanksi bila kaedah sopan santun ini dilanggar. Yang memaksakan kepada kita adalah kekuasaaan diluar diri kita (Heteronom). Sanksi ini dapat berupa teguran, cemoohan, celaan, pengucilan dsb tidak dilakukan oleg masyarakat secara terorganisir tetapi oleh setiap orang secara terpisah yang menghendaki memberi sanksi. Daerah berlakunya kaedah sopan santun ini sempit, terbatas secara lokal atau pribadi. Sopan santun disuatu daerah tidak sama dengan di daerah lain. Berbeda lapisan masyarakat berbeda pula sopan santunnya.
4. Kaedah Hukum
Kaedah hukum melindungi lebih lanjut kepentingan-kepentingan manusia yang sudah mendapat perlindungan dari ketiga kaedah lainnya dan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah tadi.
Kaedah hukum ditujukan terutama kepada pelakunya yang konkrit, bukan untuk menyempurnakan manusia, melainkan untuk ketertiban masyarakat agar jangan sampai jatuh korban kejahatan, agar tidak terjadi kejahatan. Isi kaedah hukum ini ditujukan kepada sikap lahir manusia, mengutamakan perbuatan lahir.
Kaedah hukum berasal dari luar diri manusia yang memaksakan kepada kita (heteronom). Masyarakatlah secara resmi diberi kekuasaan untuk memberi sanksi atau menjatuhkan hukuman. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili masyarakat menjatuhkan hukuman.