Asuhan Keperawatan Syok Hipovolemik


Asuhan Keperawatan Syok HipovolemikSyok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok harus ditentukan (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok).

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis.

 

Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang terjadi secara langsung karena perdarahan hebat atau tudak langsung karena hilangnya cairan yang berasal dari plasma (misalnya, diare berat, pengeluaran urin berlebihan, atau keringat berlebihan) (sherwood, )
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisacedera.


B. Etiologi
Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1. kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.

2. trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya: fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.

3. kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
a. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis
b. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison
c. Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis

C. Manifestasi klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.

Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
1. Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.

4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.

D. Patofisiologi
Tahap-tahap syok:
Karena sifat-sifat khas dari syok sirkulasi dapat berubah pada berbagai derajat keseriusan, Menurut Guyton, (1997) syok dibagi dalam tida tahap utama yaitu:
a. Tahap nonprogresif (atau tahap kompensasi), sehingga mekanisme kompensasi sirkulasi normal akhirnya akan menyebabkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar.
b. Tahap progresif, ketika syok menjadi semakin buruk sampai timbul kematian.
c. Tahap ireversibel, ketika syok telah jauh berkembang sedemikian rupa sehingga semua bentuk terapi yang diketahui tidak mampu lagi menolong penderita, meskipun pada saat itu, orang tersebut masih hidup.

BACA JUGA:  Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Nefrotik Syndrom

E. Penatalaksanaan
a. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan ventilator tambahan sesuai kebutuhan.

b. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi jaringan.

1) Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume cairan darurat.

2) Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih kateter mungkin perlu untuk penggantiaqn cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.

a) Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.

b) Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan pencocokan silang, dan hemtokrit.

c) Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis pasien.

3) Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk pemeriksaan golongan darah danm pencocockan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebgai tambahan terapi komponen darah.

4) Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.

5) Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan.

6) Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan dan darah sesuai ketentuan.

c. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.

d. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.

e. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menytakan perbaikan atau pentimpangan pasien.

f. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.

g. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk meningkatkan kerja kardiovaskuler.

BACA JUGA:  Asuhan Keperawatan Pada Atresia Ani (Anus Imperformata)

h. Dukung mekanisme devensif tubuh
– Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa khawatir.
– Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.
– Pertahankan suhu tubuh.

1) Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.
2) Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan efek metabolik selular terhadap syok.

F. Komplikasi
G. Primari survay
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
1. Airway dan breathing
prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

2. Sirkulasi – kontrol perdarahan
termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.

3. disability – pemeriksaan neurologi
dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.

4. Exposure – pemeriksaan lengkap
setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.

5. Dilasi lambung – dikompresi.
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.

6. Pemasangan kateter urin
Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.

BACA JUGA:  Penatalaksanaan dan Keperawatan Dermatitis Seborea

H. Skunderu survey
Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding lirus dengan empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan terbesar dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembulu darah lengan bawah.

Kalau keadaan tidak memungkunkan pembulu darah periver, maka digunakan akses pembulu sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena dikaki, tergantung tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil.

Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.

Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.

I. Tersieri survey
Terapi awal cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi ginjalnya kurang baik.

Tabel 1. Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi
Cairan Na+ (mEq/L) K+ (mEq/L) Cl- (mEq/L) Ca++ (mEq/L) HCO3 (mEq/L) Tekanan Osmotik mOsm/L
Ringer Laktat 130 4 109 3 28* 273
Ringer Asetat 130 4 109 3 28: 273
NaCl 0.9% 154 – 154 – – 308

* sebagai laktat

: sebagai asetat

J. Diagnosa
1. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.
2. Perubahan perfusi jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.
3. Nyeri b/d trauma hebat.
4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.
5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.
6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan.