Asuhan Keperawatan Pada Pasien Spondilitis Tuberculosa


Asuhan Keperawatan Spondilitis Tuberculosa A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Spondilitis tuberculosa adalah bentuk arthritis. Ini terutama mempengaruhi punggung bawah. Sendi lain dan bagian lain dari tubuh kadang-kadang terpengaruh. Pengobatan termasuk olahraga teratur dan obat-obatan anti-inflamasi. Tingkat keparahan Spondilitis tuberculosa bervariasi dari ringan sampai parah. Hal ini ringan atau sedang dalam banyak kasus. Sekitar 8 dari 10 orang dengan Spondilitis tuberculosa tetap sepenuhnya independen atau minimal dinonaktifkan dalam jangka panjang dan mampu bekerja penuh waktu untuk seluruh kehidupan kerja normal.

Satu hal penting untuk diingat untuk keperawatan spondilitis tuberculosa seharusnya memberitahu dokter segera jika Anda memiliki AS dan mengembangkan mata menyakitkan atau merah. Sebuah komplikasi mata yang disebut uveitis bisa serius tapi bisa diobati dengan sukses jika pengobatan diberikan segera.

 

2. Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah.
a. Anatomi dan fisiologi


Kolumna vertebra atau rangkaian tulang belakang adalah pilar mobile melengkung yang kuat sebagai penahan tengkorak, rongga thorak, anggota gerak atas, membagi berat badan ke anggota gerak bawah dan melindungi medula spinalis. ( John Gibson MD, 1995 : 25 )
Kolumna vertebra terdiri dari beberapa tulang vertabra yang di hubungkan oleh diskus Intervertebra dan beberapa ligamen. Masing – masing vertabra di bentuk oleh tulang Spongiosa yang diisi oleh sumsum merah dan ditutupi oleh selaput tipis tulang kompakta.

Kolumna vertebra terdiri atas 33 ruas tulang yang terdiri dari :
– 7 ruas tulang cervikal
– 12 ruas tulang thorakal
– 5 ruas tulang lumbal
– 5 ruas tulang sakral (sacrum)
– 5 ruas tulang ekor (coccygis)
Vertebra dan persendiannya.
Vertebra memiliki perbedaan yang khas yang memperlihatkan seperti :
Korpus yaitu lempeng tulang yang tebal, dengan permukaan yang agak melengkung diatas dan bawah .

Arkus vertebra terdiri dari :
1. Pedikulus di sebelah depan : Tulang berbentuk batang memanjang kebelakang dari korpus, dengan takik pada perbatasan vertebra membentuk foramen intervertebralis.
2. Lamina di sebelah belakang : lempeng tulang datar memanjang ke belakang dan ke samping bergabung satu sama lain pada sisi yang berbeda.
Foramen vertebra : Suatu lubang besar dibatasi oleh korpus pada bagian depan, pedikulus di samping dan di belakang.
Foremen Transversarium : lubang disamping , diantara dua batasan vertebra , di dalamnya terdapat saraf spinal yang bersesuaian.
Processus articularis posterior dan inferior ; berarti kulasi dengan processus yang serupa pada vertebra diatas dan dibawah.
Processus tranversus : memproyeksikan batang tulang secara tranversal.
Spina : Suatu processus yang mengarah ke belakang dan ke bawah.
Diskus intervertebra adalah diskus yang melekatkan kepermukaan korpus dari dua takik vertebra : Diskus tersebut terbentuk dari anulus fibrosus,jaringan fibrokartilago yang berbentuk cincin pada bagian luar, dan nukreus pulposus, substansi semi-cair yang mengandung beberapa sarat dan terbungkus di dalam anulus fibrosus.

Ligamentum.
Beberapa ligamentum yang menghubungkan vertebra :
a) Dari Ligamentum longitudinalis anterior melebar ke bawah pada bagian depan korpus vertebra
b) Ligamentum longitudinalis posterior melebar ke bawah pada bagian belakang dari korpus vertebra ( yaitu didalam kanalis vertebra ).
c) Ligamen pendek menghubungkan processus tranversus dan spinalis dan mengelilingi persendian processus artikuler.
Vertebra cervicalis atau ruas tulang leher:
Vertebra cervucalis bentuknya kecil, mempunyai korpus yang tipis, dan processus tranversus yang di tandai dengan jelas karena mempunyai foramen ( didalamnya terdapat arteri vertebralis ) dan berakhir dalam dua tuberkolosis.
Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung :
Vertebra torakalis bentuknya lebih besar daripada yang cervikal dan disebelah bawah menjadi lebih besar.
Ciri khas vertebra torakalis adalah sebagai berikut :
Badannya berbentuk lebar lonjong ( bentuk jantung ) dengan faset atau lekukan kecil disetiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, prosesus panjang dan mengarah kebawah, sedangkan prosesus tranversus , yang membantu faset persendian untuk iga.
Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang :
Vertebra lumbalis bentuknya adalah yang terbesar, badannya sangat besar dibandingkan dengan badab vertebra yang lainnya dan berbentuk seperti ginjal, prosesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil, prosesus
tranversusnya panjang dan langsing, ruas kelima membentuk sendi dengan sakrum pada sendi lumbo sakral.
Sakrum atau tulang kelangkang.

Tulang sakram berbentuk segitiga dan terletak padambagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa ) dan membentuk bagian belakabg rongga pelvis ( panggul ). Dasar dari sakrum terletak diatas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervetebra yang khas,tepi anterior dari basis saklrum ,membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis ( saluran tulang belakang ) dan lanjuan dari padanya. Dinding kanalis sakralis berlubang – lubang untuk dilalui saraf sakral. Prosesus spinosus yang indemeter dapat dilihat pada pandangan posterior dari sakrum. Permukaan anterior sakrum adalah lekung dan memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis pada ujung gili-gili ini disetiap sisi terdapat lubang – lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang – lubang ini di sebut foramina. Apex dari sakrum bersendi,dengan tulang koksigius. Disisinya, sakrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi sakroiliaka kanan dan kiri.
Koksigeus atau tulang ekor.

BACA JUGA:  Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Nefrotik Syndrom

Koksigeus terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimater yang bergabung menjadi satu, di atasnya ia bersendi dengan sakrum ( Evelyn C pearce 1989 : )
b. Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk “tuberculos squestra”. Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh karena dirusak jaringan granulasi TBC.

Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kiposis.
c. Dampak Masalah
a) Terhadap Individu.
Sebagai orang sakit, khusus klien spondilitis tuberkolosa akan mengalami suatau perubahan, baik iru bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak yang di karenakan baik itu oleh proses penyakit ataupun pengobatan dan perawatan oelh karena adanya perubahan tersebut akan mempengaruhi pola – pola fungsi kesehatan antara lain :
1) Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan anoreksia, sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya.
2) Pola aktifitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung menyebabkan klien membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktifitas fisik tersebut.
3) Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang – kadang mengisolasi diri.
b) Dampak terhadap keluarga.
Dalam sebuah keluarga, jika salah satu anggota keluarga sakit, maka yang lain akan merasakan akibatnya yang akan mempengaruhi atau merubah segala kondisi aktivitas rutin dalam keluarga itu.

B. Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. ( Lismidar, 1990 : IX ).
Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelomp[okan data, perumusan diagnosa keperawatan. ( Lismidar 1990 : 1)
a. Pengumpulan data.
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 : 20).
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
6) Pola – pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.

b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)

BACA JUGA:  Asuhan Keperawatan Pneumonia Pneumocystis Carinii

c. Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi.

d. Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.

e. Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.

f. Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.

g. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang – kadang mengisolasi diri.

h. Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.

i. Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari – hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.

j. Pola penaggulangan stres.
Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya – tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari – hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.

7) Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi.
Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.
b. Palpasi.
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
c. Perkusi.
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
d. Auskultasi.
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan. ( Abdurahman, et al 1994 : 145 ).

8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a. Radiologi
– Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang area posterior.
– Terdapat penyempitan diskus.
– Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).
b. Laboratorium
– Laju endap darah meningkat
c. Tes tuberkulin.
Reaksi tuberkulin biasanya positif.
b. Analisa.
Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang di alami oleh klien. ( Mi Ja Kim, et al 1994 ).

Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. ( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 : 17 ).
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.
c. Perubahan konsep diri : Body image.
d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.
( Susan Martin Tucker, 1998 : 445 )

Perencanaan Keperawatan.
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien. ( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 :20 ).
Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :
a. Diagnosa Perawatan Satu
Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.
1. Tujuan
Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
2. Kriteria hasil
a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan
c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
3. Rencana tindakan
a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :

1) mattress
2) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
d) mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
1) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri (bersandar pada tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.
2) Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit.
3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
e) monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.
f) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet.
g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare.

BACA JUGA:  Asuhan Keperawatan Hidronefrosis

4. Rasional
a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.
e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.
g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.
h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat menimbulkan efek samping.
b. Diagnosa Keperawatan Kedua
Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi.

1) Tujuan
a. Rasa nyaman terpenuhi
b. Nyeri berkurang / hilang

2) Kriteria hasil
a. klien melaporkan penurunan nyeri
b. menunjukkan perilaku yang lebih relaks
c. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang di [elajari dengan peningkatan keberhasilan.

3) Rencana tindakan
a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru.
b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.
e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.

4) Rasional.
a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.
b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.
c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
d. Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
e. Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.

c. Diagnosa Keperawatan ketiga
Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
1) Tujuan
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.
2) Kriteria hasil
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
3) Rencana tindakan
a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.
b. Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.
c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image.
4) Rasional
a. meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.
b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak merasa rendah diri.
d. Diagnosa Keperawatan keempat

Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan perawatan di rumah.
1) Tujuan
Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.
2) Kriteria hasil
a. Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset
b. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan
c. Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.
3) Rencana tindakan
a. Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya.
b. Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.
c. Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.
d. Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.
e. Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.
f. Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.

Pelaksanaan
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.
Komponen tahap Implementasi:
a. tindakan keperawatan mandiri
b. tindakan keperawatan kolaboratif
c. dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.
( Carol vestal Allen, 1998 : 105 )

Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan hasil – hasil yang di amati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.
a. pencapaian kriteria hasil
b. ke efektipan tahap – tahap proses keperawatan
c. revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.
Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa adalah:
1. Adanya peningkatan kegiatan sehari –hari ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan rasa nyaman .
2. Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.
3. Nyeri dapat teratasi
4. Tidak terjadi komplikasi.
5. Memahami cara perawatan dirumah