Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami seseorang tidak kunjung reda, atau dapat pula berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru terjadi atau menimpa seseorang. Depresi adalah masalah yang bisa dialami oleh siapapun di dunia ini.
Banyak orang yang enggan mengaku mengalami depresi karena khawatir dianggap sakit jiwa. Padahal, depresi sebagai gangguan mental yang paling banyak menimbulkan beban disabilitas, meningkatkan morbiditas, mortalitas & risiko bunuh-diri, serta bisa berdampak menurunkan kualitas hidup pasien dan seluruh keluarganya. Berdasarkan studi Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), gangguan mental menempati urutan keempat penyebab disabilitas pada 2000.
Setiap tahap perubahan dalam perjalanan hidup manusia senantiasa mendatangkan perasaan tegang atau stres dalam jiwa manusia. Isi perasaan tegang itu tidak saja rasa gembira karena mendapatkan suatu keadaan atau benda yang sejak lama telah diidamkan atau yang sama sekali tidak dinyana, baik yang menggembirakan atau sebaliknya.
Perasaan tegang juga timbul karena kecewa mengalami situasi yang sama sekali tak diduga dan tak diharapkan terjadi dalam hidupnya. Perasaan gembira dan sedih tertekan (depresif) merupakan ketegangan jiwa yang sama dampaknya menjadikan jiwa manusia bergolak gelombang tidak tenteram seperti sebelumnya satu sampai tiga bulan menurut para ahli.
Secara perlahan pergolakan gelombang rasa suka dan duka itu bergulir mulai gelombang kecil sederhana sampai membesar kemudian melandai dan akhirnya mendatar kembali mencapai ketenangan.
DEFENISI
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psokomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya serta gagasan bunuh diri.
EPIDEMIOLOGI
Gejala depresi memang sering tidak terasa dan tidak diketahui. Bahkan, lebih dari 30 persen kasus depresi di tempat praktik dokter tidak terdeteksi. Karena, gejala utama depresi seperti perasaan depresif (murung, sedih), hilangnya minat/gairah, dan rasa lemas pernah terjadi pada siapa pun.
Depresi merupakan gangguan mental yang paling banyak menimbulkan beban distabilitas, meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan risiko bunuh diri. Berdasarkan studi Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), gangguan mental menempati urutan keempat penyebab disabilitas pada tahun 2000.
Diperkirakan, 121 juta manusia di muka bumi ini menderita depresi. Ironisnya, mereka yang menderita depresi berada dalam usia produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun.
Tidak mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait dengan depresi (termasuk skizofrenia). Depresi juga berdampak pada penurunan kualitas hidup pasien dan seluruh keluarganya.
ETIOLOGI
Penyebab gangguan neurosa depresi tidak diketahui dengan pasti. Etiologi secara hipotetis diperbincangkan antara lain karena faktor gangguan biologik (termasuk faktor genetik) dan faktor psiko-sosial.
Faktor Biologik
Diduga kuat bahwa norepinephrine dan serotonin adalah dua jenis neurotransmitter yang bertanggung jawab mengendalikan patofisiologi ganguan alam perasaan pada manusia. Pada binatang percobaan. Pemberian antidepresan dalam waktu sekurang kurangnya dua sampai tiga minggu, berkaitan dengan melambatnya penurunan sensitifitas pada receptor post synaptic beta adrenergic dan 5HT2.
Temuan terakhir penelitian biogenic amine menunjukkan dukungan terhadap hipotesa bahwa pada gangguan alam perasaan (mood) pada umumnya, khususnya episode depresif terjadi kekacauan regulasi norepinephrine dan serotonin dijaringan otak yang dapat dikoreksi oleh zat antidepressant dalam jangka waktu dua sampai tiga minggu.
Masalah genetik
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) baik tipe bipolar (adanya episode manik dan depresi) dan tipe unipolar (hanya depresi saja) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi biologik.
Psikososial
Peristiwa traumatik kehidupan dan lingkungan sosial dengan suasana yang menegangkan dapat menjadi kausa gangguan neurosa depresi. Sejumlah data yang kuat menunjukkan kehilangan orangtua sebelum usia 11 tahun dan kehilangan pasangan hidup harmoni dapat memacu serangan awal gangguan neurosa depresi.
GAMBARAN KLINIK
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):
- afek depresif
- kehilngan minat dan kegembiraan, dan
- berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya:
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentaang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya dua minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
DIAGNOSIS
Berdasarkan PPDGJ III, Pedoman Diagnostik Episode Depresif Ringan terdiri dari :
F32.0 Episode Depresif Ringan
– sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
– ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
– tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
– lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
– hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya
F32.1 Episode Depresif Sedang
– sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresif ringan
– ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya
– lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu
– menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
– semua 3 gejala utama depresi harus ada
– ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkibn tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
– Episode depresif biasanya haarus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu
– Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga kecuali paada taraf yang sangat terbatas.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
– episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F.32 tersebut
– disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
F 32.8 Episode Depresif Lainnya
F 32.9 Episode Depresif YTT
F 33. Gangguan Depresif Berulang
– gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :
– episode depresi ringan (F32.0)
– episode depresi sedang (F32.1)
– epidode depresi berat (F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan. Akan tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2). Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari peninggian afek dan hiperaktiviats ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0), segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi).
Pemulihan keadaan biasanya sempurna di antara episode, namun sebagian kecil pasien mungkn mendapat depresi yang akhirnya menetap, teruatam pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan).
Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan seringkali dicetuskan oleh perisitiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak essensial untuk penegakan diagnosis).
DIAGNOSIS BANDING
Dalam diagnosis banding bisa dipertimbangkan sindrom mental organik dan kesedihan (berkabung) bila cocok dengan situasi penderita. Gejala-gejala fisiologik dari keadaan sedih dan depresi dapat saja sama, tetapi hilangnya rasa percaya diri, perasaan bersalah, dan membenci diri sendiri mengisyaratkan depresi, terutama bila gejala-gejala ini menetap lebih dari sebulan.
Sikap pesimis merupakan ciri diagnostik yang dapat membantu dalam membedakan kesedihan dengan depresi. Ide-ide bunuh diri juga mengarah pada depresi.
Pertanyaan mengenai keinginan bunuh diri perlu dikeluarkan selama wawancara secara terbuka dan langsung. Penderita yang berisiko tinggi bunuh diri adalah pecandu alkohol, jenis kelamin pria, mereka yang hidup sendiri, mereka yang mempunyai suatu rencana bunuh diri yang spesifik, dan orang-orang tua.
Perlu diketahui bahwa kebanyakan korban bunuh diri yang berhasil telah berkonsultasi dengan dokter (tidak mesti karena depresinya) sebelum kematiannya. Dalam membedakan depresi dengan perasaan berkabung, maka waktu dan gejala-gejala dapat membantu.
Proses berkabung yang berlangsung lebih dari 6 bulan mengisyaratkan adanya penyakit sekunder. Dua petunjuk dari rasa kehilangan yang berlarut-larut adalah hilangnya ini. Kestabilan emosional bila orang yang dikasihi disebut-sebut, dan yang berduka merasa bahwa orang yang dicintai tersebut masih ada.
Baik delirium maupun demensia sulit dibedakan dari depresi. Membedakan delirium dengan dmenesia adalah penting untuk penatalaksanaan penderita. Pada delirium, terjadi perkabutan kesadaran dengan berkurangnya kapasitas untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian terhadap rangsang, biasanya disertai disorientasi.
Gambaran klinis ini timbul dalam waktu singkat. Pada demensia, terjadi penurunan fungsi yang tidak nyata. Penyebab psudodemensia yang paling sering adalah depresi: pasien yang depresi dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, sementara penderita yang benar-benar mengalami demensia tidak akan dapat menjawab. Pada depresi juga terjadi perubahan mendadak, citra diri yang buruk, menarik diri, dan apatis.
Penggunaan kuesioner tentang kesehatan secara umum atau inventaris depresi Beck (keduanya dapat memberi kesimpulan sendiri) dapat membantu spesialis dalam diagnosis banding kasus-kasus yang sulit. Akhir-akhir ini telah digunakan tes penekanan dengan deksametason untuk membantu diagnosis.
Tes ini merupakan suatu teknik riset, namun kesulitan interpretasi timbul pada kasus alkoholik dan obesitas. Selain itu, tes ini juga tidak spesifik untuk depresi; hampir separuh dari penderita dengan depresi endogen gagal dalam menjalani tes penekanan
PENATALAKSANAAN
Psikoterapi adalah pilihan utama dalam pengobatan depresi. Selain itu pengobatan dengan psikofarmako dengan mengutamakan antidepresan, terutama yang mengandung agen serotonergik seperti sertraline (zoloft 50 mg/hari).
Beberapa pasien memberikan respon yang cukup bagus dengan pemberian obat psikostimulan dalam dosis kecil seperti amfetamin 5-15 mg/ hari. Dalam semua kasus harus ada kombinasi kedua hal tadi.
Pengobatan lainnya adalah dengan ECT digunakan pada depresi berat, terutama pada penderita psikotik, mengancam melakukan bunuh diri dan penderita yang tidak mau makan.
Obat-obatan yang juga bisa digunakan:
– Anti depresi Trisiklik
– Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)
– Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)
– Psikostimulan
PROGNOSIS
Jika tidak diobati, depresi bisa berlangsung sampai 6 bulan atau lebih. Sebagian besar penderita menglami episode depresi berulang, sekitaar 4-5 kali sepanjang hidupnya.