Data UNICEF tahun 1999 menunjukan, 10 -12 juta (50 – 69, 7 %) anak balita di Indonesia (4 juta diantaranya dibawah satu tahun) bersatus gizi sangat buruk dan mengakibatkan kematian, malnutrisi berkelanjutan meningkatkan angka kematian anak.
Setiap tahun diperkirakan 7 % anak balita Indonesia (sekitar 300. 000 jiwa) meninggal ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak balita dan 170. 000 anak (60 %) diantaranya akibat gizi buruk.
Dari seluruh anak usia 4 -24 bulan yang berjumlah 4, 9 juta di Indonesia, sekitar seperempat sekarang berada dalam kondisi kurang gizi (Wahyuni, 2001, dalam Herwin. B. 2004).
Masih banyaknya bayi dan balita di Makassar yang berstatus gizi buruk (marasmus kwasriorkor) terutama disebabkan oleh masalah ekonomi, karena ternyata, sebagian besar penderita marasmur berasal dari keluarga kurang mampu.
Hingga kini pemerintah di Sulawesi Selatan belum melihat masalah kekurangan gizi dan rawan pangan sebagai persoalan serius dan mendesak untuk ditangani. Buktinya persentase balita yang kurang gizi tingkat berat masih stagnan di angka 43,59 persen (sekitar 352.000 balita) sejak tahun 1998 lalu. Padahal bila keadaan itu dibiarkan, 30 tahun ke depan Sulsel terancam lost generation.
Sulawesi Selatan (Sulsel) yang dikenal luas sebagai lumbung pangan nasional ternyata memiliki angka kejadian gizi kurang yang tinggi. Survei Konsumsi Gizi menunjukkan bahwa sejak tahun 1995 sampai tahun 1998 terjadi peningkatan persentase keluarga di Sulsel yang mengalami defisit konsumsi energi dari 39% menjadi 57% .
Padahal, pada saat yang sama produksi beras, sumber utama kalori di daerah ini, mengalami surplus 1,4 juta sampai 1,5 juta ton (BKP Sulsel, 2001 dan 2002, dalam Thaha, 2003).
Sejalan dengan sasaran global dan perkembangan keadaan gizi masyarakat, rumusan tujuan umum program pangan dan gizi tahun 2001-2005 yaitu menjamin ketahanan pangan tingkat keluarga, mencegah dan menurunkan masalah gizi, mewujudkan hidup sehat dan status gizi optimal.
Menurut kerangka yang disusunn oleh WHO, terjadinya kekurangan gizi dalam hal ini gizi kurang dan gizi buruk lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni, penyakit infeksi dan asupan makanan yang secara langsung berpengaruh terhadap kejadian kekurangan gizi, pola asuh serta pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kekurangan gizi, seperti pada bagan UNICEF berikut ini yang telah dimodifikasi oleh Prof. Dr. Soekirman.
Makanan untuk anak harus mengandung kualitas dan kuantitas cukup untuk menghasilkan kesehatan yang baik. Kekurangan gizi akan mengakibatkan anak mudah diserang penyakit, pengetahuan gizi dan pemberian makanan bergizi disarankan untuk anak wajib diketahui bagi pendidik di Taman Kanak-Kanak.
Anak membiasakan diri makan melalui makanan disekolah, anak belajar memilih makanan yang baik, jika makanan masuk kebadan adalah makanan bergizi, maka anak akan memiliki daya tahan tubuh yang kuat.
Pengasuhan anak oleh Ibu (Orang Dewasa) terhadap pemenuhan kebutuhan gizi, perawatan dasar termasuk imunisasi, pengobatan bila sakit, tempat tinggal yang layak, higyene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani, (Soetjiningsih, 1995 dalam Herwin. B. 2004).
Masalah gizi kurang dan gizi buruk bila tak ditangani secara serius akan mengakibatkan bangsa Indonesia akan mengalami “LOS GENERATION“ keterlibatan keluarga yang selama 24 jam mendampingi anak yang menderita kekurangan gizi tersebut. Perhatian cukup dan pola asuh anak yang tepat akan memberi pengaruh yang besar dalam memperbaiki status gizinya.
Dengan melihat tabel Distribusi Anak Balita Gizi Kurang Menurut Jenis Kelamin Di Wilayah Puskesmas Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang Tahun 2003 menunjukan bahwa, status gizi buruk/kurang menunjukan bahwa kejadian kerawanan gizi pada keluarga adanya berbagai multifaktor pada pola pengasuhan dan perawatan anak balita.
Anak balita adalah anak – anak yang berusia dibawah lima tahun yang sedang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang lebih tinggi setiap kilogram berat badan.
Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya asupan makanan yang diterima setiap harinya tidak sesuai dengan kebutuhan untuk beraktifitas, adanya penyakit infeksi yang diderita oleh anak balita sehingga daya tahan tubuh menurun berakibat menurunnya berat badan dan kehilangan energi dalam tubuh.
Hal tersebut dapat pula disebabkan oleh karena kuranya kontrol / pola asuh pada balita baik terhadap asuhan makanan, higyene perorangan maupun kebersihan lingkungan sekitar tempat balita berinteraksi dan beraktifitas.
DAFTAR PUSTAKA
- Herwin, Beberapa Faktor Yang Berkaitan Dengan Penyebab Gizi Kurang pada Anak Balita di Kecamatan Maiwa Kabupatan Enrekang Tahun 2003, Skripsi Sarjana tidak Diterbitkan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2004.
- Supriambodo, Singgih, Analisis Hubungan Pola Asuhan Dan Status Gizi Anak Baduta Pada Ibu Pekerja Di Kecamatan Turikalle Kabupaten Maros Tahun 2005.. Tesis Sarjana tidak Diterbitkan Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2005
- ———-,http/www.kapanlagi.com.html, Masalah Ekonomi Sebabkan Banyak Balita di Makasar Berstatus Gizi Buruk. 2003
- ———–,https://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/.htm), 43 Persen Balita di Sulsel Kurang Gizi Tingkat Berat, 2001
- ———-,https://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi. newsid, Ironi Anak Bawah Lima Tahun di Provinsi Lumbung Pangan, 2004