Re-covalescent


Perjalanan kemarin memang menyisakan sejumlah kisah. Suka maupun duka. Mengenangnya bukan berarti menafikkan masa datang, yang dengannya, hari ini kita masih mampu berpijak dan menatap jejak mimpi semalam.

Tak perlu saling menyalahkan. Berucap terima kasih dalam ketulusan menjadi bagian yang mestinya kita giatkan sehari-hari. Bangkit dan tataplah masa depan dengan tegap, tak pantang menyerah atau pun lelah. Semangat ini tak pernah boleh pupus sedikit pun, sehingga tak lagi ada ruang untuk keluh.

 

Jika guratan takdir-Nya menghentikan langkah mungil jemari kaki kemanusiaan, maka jangan menyesal telah melalui hari. Peluh dan air mata menjadi artefak yang selalu dibaca oleh zaman ketika tak ada lagi penghargaan dan pengakuan.

BACA:  Cerita tentang Tulang Rusuk

Pun, bermimpi dalam ketiadaan menjadi jumud dilakukan sebab hari semakin menggila. Kadang kita menganggap semua laku dan harapan kita adalah yang terbaik, sementara orang lain menilainya negatif. Jangan sok jago atau sok hebat.


Narsis mungkin boleh, tapi jangan sampai mengindividualkan jiwa-jiwa kerontang kita! Kita masih perlu banyak berbenah, sebelum teguran itu datang lagi, sebelum kita benar-benar tidak lagi mampu mengerti pesan-pesan kosmik tentang kehidupan dan jejak-jejak peradaban di dalamnya.

Teruslah berjuang, menemukan diri dan memaknakan kemanusiaan kita. Mulailah, sebab terlambat kini telah menjadi musuh harapan dan hari depan. Jangan berhenti sebelum melakukan, pun jangan berpuas sebelum membaktikan darma untuk keberlanjutan pengharapan.