Indonesia masih perlu memperjuangkan soal-soal mendasar dalam pertukaran virus dengan negara-negara maju. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, mengatakan, hingga saat ini masih ada jurang perbedaan antara negara maju dan berkembang. Menurut Endang, persoalan pertama adalah belum adanya kepastian soal keuntungan apa yang akan diperoleh negara-negara berkembang, terutama Indonesia, jika menyerahkan virus-virus untuk dibagi. Persoalan kedua ialah belum disepakatinya soal hak atas kekayaan intelektual atas virus-virus yang berasal dari Indonesia.
”Mereka (negara-negara maju) menganggap yang bisa dipatenkan hanya teknologi dan virus tidak bisa. Tetapi, menurut kita, (virus) termasuk keanekaragaman hayati (yang bisa dipatenkan),” ujar Endang, seusai meresmikan program pemagangan dokter Indonesia di Aula Gubernuran Provinsi Sumatera Barat. Kesempatan terakhir bagi Indonesia untuk memperjuangkan itu adalah pada sidang ke-127 Executive Board (EB) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang akan dilangsungkan Mei 2010, seiring dengan berakhirnya masa tugas Indonesia di badan eksekutif itu. Sebelumnya, pada sidang ke-126 EB WHO di Geneva, Swiss, 18-23 Januari 2010, Indonesia juga memperjuangkan soal resolusi World Health Assembly (WHA) 60.28 (”Pandemic Influenza Preparedness: Sharing of Influenza Viruses and Access to Vaccines and Other Benefits”).
Endang menambahkan, sebelum sidang EB WHO, pertemuan awal akan dilakukan dengan sejumlah negara pada 10-12 Mei 2010 dengan agenda pembahasan mengenai hal-hal penting soal pertukaran virus antarnegara yang penyelesaian kesepakatannya belum menyeluruh. Ia menambahkan, sejauh ini suara sejumlah negara berkembang, seperti India dan Banglades, dalam isu ini masih sama. Adapun EB WHO adalah lembaga beranggotakan 34 negara yang dipilih WHA untuk masa tugas tiga tahun. Tugasnya, yaitu memberikan masukan untuk kebijakan-kebijakan WHA.
Endang mengatakan, masa keanggotaan Indonesia di EB WHO yang habis Mei 2010 bukan masalah bagi negara-negara berkembang dan kepentingan Indonesia. ”Akan selalu ada perwakilan dari tiap region,” katanya. Pada sidang ke-126 EB WHO, Januari lalu, Indonesia mengajukan rancangan resolusi soal pengelolaan limbah berbahaya, ”The Improvement of Health through Safe and Environmentally Sound Waste Management”, yang sudah diterima. Selain itu, ada pula rancangan resolusi soal viral hepatitis, yang dipastikan juga diterima pengajuannya. Ia belum bisa mengevaluasi hasil keanggotaan Indonesia di EB WHO karena dia kurang dari satu tahun terakhir baru aktif. ”Tetapi, saya lihat Indonesia sangat aktif,” kata Endang.