Suatu penelitian yang dilakukan oleh Dr. Marc Spehr dari Rohr University Bochum di Jerman berhasil mengenali suatu pencium bau pada permukaan sperma. Diketahui, pencium bau ini bertugas menggerakkan sperma ke arah sumber aroma tertentu. Mekanisme ini menyiratkan bahwa sperma tergantung pada indra penciuman untuk menemukan telur yang siap dibuahi.
Begitu penjelasan peneliti seperti dilaporkan Science pada akhir Maret lalu. Diharapkan, pengkajian lebih jauh tentang proses ini suatu hari akan bermanfaat bagi periset untuk membuat alat kontrasepsi alternatif atau bahkan suatu sarana baru untuk menunjang kesuburan. Pencium bau pada sperma yang dikenali tim peneliti itu diidentifikasikan sebagai hOR17-4. Zat ini merupakan suatu kelompok protein yang dikenal sebagai pengenal bau (olfactory receptors), yang bertugas untuk mendeteksi aroma. Meski banyak di antara kelompok protein ini ditemukan di hidung, beberapa di antaranya, semisal hOR17-4, ditemukan di seluruh bagian tubuh. Sebelumnya periset sudah tahu bahwa olfactory receptors juga terdapat di sperma, tapi apa kerjanya di tempat itu belum jelas diketahui.
Dalam penelitiannya, Spehr dan rekan memaparkan hOR17-4 pada berbagai zat kimia untuk mengetahui mana yang bisa membuat aktif protein itu. Dari situ mereka mendapati, dengan adanya subtansi yang disebut bourgeonal, sperma manusia menjadi aktif dan mulai bergerak ke arah sumber zat kimia tersebut. Bourgeonal adalah suatu kandungan sintetis yang digunakan dalam industri parfum dan rasa-rasanya bukan zat yang dipakai tubuh untuk memandu sperma untuk menghampiri telur. “Kami tidak melihat molekul pada bourgeonal terdapat pula pada tubuh manusia, tapi sedang berusaha mempelajari susunannya. Siapa tahu ada yang ikut berperan di dalam saluran kelamin wanita,” tutur Spehr.
Untuk diketahui saja, menurut Spehr, periset telah menemukan antara 20 hingga 40 olfactory receptors yang seperti hOR17-4, terpusat di testikel. Namun, masih belum jelas apakah untuk mencapai sel telur semua sperma hanya menggunakan satu protein saja atau seluruhnya. Dalam editorial mengomentari penelitian itu, Dr. Donner F. Babcock menuliskan bahwa bila benar sperma menggunakan penciuman untuk membuahi sel telur, ini akan bermanfaat bagi penanganan kasus ketidaksuburan. “Bukannya tidak mungkin sejumlah ketidaksuburan klinis disebabkan oleh rusaknya sinyal yang dipancarkan oleh sel telur. Atau bisa juga sperma salah menerjemahkan sinyal yang diterima,” kata Babcock. Ditambahkan, pada masa mendatang, tes diagnostik yang dirancang untuk mendeteksi ketidaknormalan seperti itu bisa menjelaskan mengapa sejumlah orang tidak bisa hamil.