Ketika seorang ibu mengandung janin dalam rahimnya, benarkah hanya sang ibu yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup sang janin? Tentu tidak. Allah telah menentukan keberadaan nyawa si janin atas usaha dari dua manusia, ibu dan ayahnya. Kepada mereka berdualah Allah menitipkan amanat yang sangat berat itu. Sayangnya, lebih banyak ayah yang kurang menyadari tanggung jawabnya selama kurun waktu kehamilan tersebut. Penyebab utamanya, karena mereka tak mengalami beban itu secara
langsung.
Jadilah selama sembilan bulan dalam kandungan ibu, janin sebenarnya lebih banyak yatim secara psikologis, karena tak mendapat perhatian dari ayahnya. Setelah si orok terlahir, dapat dilihat mata, dapat dipeluk dan dicium, barulah tumbuh kesadaran suami bahwa ia adalah seorang ayah! Sungguh, sebuah kesadaran yang terlambat. Dan yang rugi bukan saja si janin, tapi juga ayahnya. Berikut di antara kewajiban ayah terhadap calon bayinya.
Kebutuhan Fisik
Orang tua tak boleh meremehkan faktor pemenuhan kebutuhan fisik janin. Pertumbuhan sel-sel otak, kualitas pertumbuhan badan serta tulang, sudah mulai ditentukan semenjak masa janin. Jangan sampai orang tua menyesal kemudian, saat menemui rendahnya kualitas pertumbuhan bayinya gara-gara lalai mempertahankan kebutuhan gizi di masa ini.
Secara kuantitas saja, ibu perlu makan lebih banyak dari biasanya untuk disubsidikan kepada janin dalam rahim. Belum lagi masalah kualitas, di mana makanan yang masuk harus cukup kandungan protein, vitamin, serta zat-zat gizi lainnya. Dan kewajiban ayahlah untuk menyediakan semua kebutuhan pangan ibu demi pertumbuhan janin
tersebut.
Ayah harus rela memberikan kebutuhan ini, walau itu berarti ia harus menyediakan makanan berkualitas bagi istrinya dua kali lebih banyak dari biasanya. Jika hanya ada sepotong, tak ada salahnya ayah mengalah untuk memberikannya kepada ibu, karena akan bermanfaat untuk dua orang. Jangan pula lupa memberikan kebutuhan tambahan vitamin, penambah darah, serta kalsium bagi ibu. Ayah yang bijaksana akan rajin mengontrol pola makan ibu hamil, menyediakan makanan ekstra berkualitas dan memberikan motivasi kepada istrinya untuk rajin mengkonsumsi makanan-makanan
bergizi tersebut.
Kasih Sayang dan Perhatian
Penelitian membuktikan, janin dalam kandungan sudah bisa merasakan sentuhan kasih sayang orang tua yang mengelus perut bundanya. Ia pun dapat menikmati suara lembut penuh kasih yang diperdengarkan orang tuanya di dekat perut ibu. Para ahli mengatakan, kelak setelah lahir, bayi akan lebih aktif merespons jenis suara yang kerap ia dengar semasa dalam rahim tersebut.
Memang, sentuhan kasih sayang dari ibu sudah cukup memenuhi kebutuhan kasih sayang bagi si janin. Namun penting diingat, bahwa untuk bisa memberikan perhatian dan kasih sayang penuh kepada janinnya, si ibu membutuhkan suasana kejiwaan yang tenang dan bahagia. Ibu yang tertekan dan stres tak akan bisa memberikan perhatian dan kasih sayangnya secara optimal kepada janin. Di sinilah suami akan mengambil peran besar dalam turut menjaga kesehatan kejiwaan istrinya agar tetap stabil, tenang,
dan bahagia. Sebagai orang terdekat yang menjadi belahan jiwa bagi istri, ia bisa menjadi penentu kesehatan jiwa si istri.
Suami harus bisa memberikan perhatian penuh kepada masalah kehamilan istrinya. Misalnya saling berdiskusi mengenai perkembangan yang terjadi pekan demi pekan, bersama-sama mencari informasi mengenai kehamilan dan pendidikan anak dari media cetak maupun dengan bertukar pengalaman, menemani istri memeriksakan kehamilan setiap bulan, mendiskusikan rencana-rencana ke depan bagi calon bayi, hingga menyempatkan diri secara rutin mengelus perut istrinya sambil mengucapkan kalimat kasih sayang.
Akan lebih baik jika suami memberikan hak-hak istimewa kepada istrinya semasa hamil. Bukankah istrinya sedang mengalami perjuangan berat demi keluarga mereka? Suami bisa memilihkan hak-hak istimewa yang mendukung perkembangan kesehatan janin. Misalnya, dengan memberikan makanan ekstra bergizi, memberikan uang belanja tambahan, atau membelikan sebanyak mungkin buku dan majalah yang memuat informasi mengenai kehamilan dan pendidikan anak.
Hal lain yang penting diingat, bahwa dalam proses kehamilan terjadi perubahan kadar hormon yang bisa memberikan pengaruh besar pada kebanyakan wanita hamil, di mana emosi mereka menjadi lebih labil. Ditambah lagi dengan beban fisik yang tak ringan, wajar jika mereka lebih banyak membutuhkan perhatian dibanding sebelum hamil. Begitu beratnya beban yang harus ditanggung ibu hamil, sampai Allah berkenan
memfirmankannya dalam kitab suci al-Qur’an, surat Luqman:14, “…Ibunya
mengandung dalam keadaan lemah dan semakin lemah…
Pendidikan
Pendidikan sudah bisa diterima manusia semenjak masih dalam kandungan. Ayah dan ibu punya kewajiban sama untuk memberikan pendidikan ini. Karena janin berusia tujuh bulan sudah mulai terangsang mendengar suara-suara di sekitar perut ibu, maka orang tua bisa memperdengarkan sesuatu untuknya. Memperdengarkan alunan ayat-ayat suci al-Qur’an adalah pilihan yang baik. Dan jika tak ada tape recorder yang bisa dilekatkan
ke perut ibu, maka ayah dan ibu bisa bergantian untuk mengaji dengan suara keras di dekat perut ibu!
Suara-suara lembut yang mengasah rasa keindahan, merangsang pertumbuhan otak dan kecerdasan, juga diupayakan sering diperdengarkan kepada si janin.
Proses Kelahiran
Suami yang bertanggung jawab pun tak akan kalah repot dan tegangnya dalam mempersiapkan saat-saat kelahiran janin, dibanding sang istri. Banyak sekali yang harus dilakukan suami untuk mempersiapkan masa genting ini, seperti menyediakan biaya persalinan, kebutuhan hidup calon bayi, pemulihan kesehatan ibu, hingga persiapan aqiqah calon bayi.
Selanjutnya, suami pun bertanggung jawab mempersiapkan kekuatan mental istri untuk melahirkan. Harus diingat bahwa ini adalah saat perjuangan hidup dan mati istri bagi keluarganya. Suami harus banyak memberikan perhatian, dorongan, serta motivasi kepada istrinya menghadapi masa sulit ini. Beberapa cara bisa ditempuh, seperti mengikutkan istri ke dalam kelas pelatihan pranatal (pendidikan pra kelahiran) yang banyak diselenggarakan di rumah sakit, hingga turut menemani proses kelahiran itu sendiri.
Adalah satu hal yang sangat positif, jika suami bisa ikut hadir saat proses kelahiran. Kehadiran suami ini, walau sekadar menemani, memegang tangan istri dan membisikkan kata-kata penghibur kepada istri, akan memberikan dorongan kekuatan mental ekstra bagi istri. Walaupun tak dapat mengurangi rasa sakit, namun kekuatan mental yang diperoleh istri akan membuatnya lebih kuat menahan sakit, yang pada akhirnya akan mempermudah proses kelahiran.
Mengenai keterlibatan suami pada proses kelahiran yang sekarang mulai banyak disadari orang ini, para ahli mengatakan bahwa selain bermanfaat untuk istri, inipun bermanfaat bagi suami sendiri. Ketika suami menyaksikan kesakitan yang diderita istri, perjuangan beratnya melawan maut, maka kelak suami akan lebih mampu menghargai dan memahami perasaan istrinya. Selain itu akan tumbuh perasaan khusus dalam hati suami terhadap sang bayi, sehingga akan lebih mengakrabkan ikatan batin
antara ayah dan anak. Dan tentang rumor dampak negatif yang menyebutkan bahwa
kehadiran suami saat kelahiran dapat membuatnya impoten, itu hanya kasus langka yang mungkin terjadi pada satu dari sejuta suami.