Keberhasilan penyelenggaraan pelayanan kesehatan ditentukan dan diukur dengan angka kematian ibu dan kematian perinatal, sedang kesejahteraannya ditentukan oleh penerimaan gerakan keluarga berencana.
Jangan Lewatkan:
Di dalam GBHN 1988 disebutkan bahwa peranan wanita dalam pembangunan perlu terus kita tingkatkan dan kita arahkan sehingga kaum wanita dapat memberikan sumbangan yang sebesar-besarnya bagi pembangunan bangsa, sesuai dengan kodrat dan harkatnya sebagai wanita.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan wanita sangat vital dalam pembangunan kehidupan bangsa:
- Peranannya sebagai penerus generasi
- Pendamping suami dalam keharmonisan rumah tangga
- Pendidikan kedewasaan sikap mental anak
- Penunjang meningkatkan pendapatan keluarga.
Mengingat pentingnya tugas dan fungsi wanita, WHO dan UNICEF pada tahun 1978 menyelenggarakan pertemuan di Alma Ata Uni Sovyet dan mencetuskan gagasan “Primary Health Care” dengan tujuan :” health for all by the year 2000”.
Setelah pertemuan tersebut masih banyak lagi pertemuan-pertemuan lain yang diselenggarakan seperti WHO-PBB yang menyelenggarakan First International Meeting on Prevention of Maternal Mortality pada tahun 1985.
Lalu pertemuan yang tidak kalah pentingnya adalah pertemuan di Nairobi, Kenya, tahun 1987 tentang Safe Motherhood.
Indonesia dengan amanat GBHN dan system kesehatan Nasional juga ikut meramaikan dengan menyelenggarakan Simposium nasional Kesejahteraan Ibu pada tanggal 29 Juni 1988.
Penyelenggaraan symposium nasional merupakan kesepakatan politik yang menyangkut sector terkait, untuk bersama-sama mewujudkan peningkatan kesejahteraan Ibu.
Kesepakatan politik tersebut ditekankan kembali pada saat Bapak Presiden Soeharto membuka Kongres Dunia ke-8 tentang reproduksi manusia dan Konferensi Dunia ke-4 tentang Tuba Fallopi dalam keadaan sehat dan Sakit.
Isinya antara lain Pemerintah Indonesia akan menempatkan 50.000 bidan didaerah pedesaan untuk dapat meningkatkan kesehatan reproduksi masyarakat pedesaan.