Terapi Untuk Bayi Kuning (Jaundice)


Bayi Kuning (Jaundice) adalah warna kekuningan yang didapatkan pada kulit dan lapisan mukosa (seperti bagian putih mata) sebagian bayi baru lahir.

Terapi Untuk Bayi Kuning (Jaundice)Dalam bahasa Indonesia hal ini lebih sering disebut sebagai ‘bayi kuning’ saja.


Istilah lain yang kadang digunakan adalah ikterik. Hal ini dapat terjadi pada bayi dengan warna kulit apapun.

Warna kekuningan terjadi karena penumpukan zat kimia yang disebut bilirubin. Sel darah merah manusia memiliki waktu hidup tertentu. Setelah waktu hidupnya selesai, sel darah merah akan diuraikan menjadi beberapa zat, salah satunya bilirubin.

Bilirubin ini akan diproses lebih lanjut oleh hati untuk kemudian dibuang sebagai empedu. Kadar normal untuk bayi cukup bulan: 12,5 mg/dl, bayi prematur 10 mg/dl.

Gejala hiperbilirubin:

Kulit dan bagian putih mata bayi tampak kuning tapi suhu badan normal. Walau wajar, orangtua perlu waspada sebab kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus) yang berakibat menimbulkan gangguan perkembangan (keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran).

BACA JUGA:  Manfaat Terapi Minum Air Putih

Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel darah merah yang memungkinkan darah mengangkut oksigen). Dalam kadar tinggi bilirubin bebas ini bersifat racun; sulit larut dalam air dan sulit dibuang.

Untuk menetralisirnya, organ hati akan mengubah bilirubin indirect menjadi direct yang larut dalam air. Tapi, organ hati sebagian bayi baru lahir dapat berfungsi optimal dalam mengeluarkan bilirubin setelah 7 atau 10 hari.

Bila bayi terdeteksi memiliki kadar bilirubin di atas ambang normal, perlu dirawat di rumah sakit. Tak cukup dengan terapi sinar ultra-violet dari sinar matahari karena hanya efektif mengurangi kadar bilirubin pada jam 07-09. Apalagi jika cuaca mendung.

BACA JUGA:  Cegah Kanker Dengan Terapi Herbal

Di rumah sakit, terapi untuk bayi hiperbilirubin:

1. Terapi Sinar (fototerapi)

Dilakukan untuk memecahkan bilirubin sehingga mudah larut dalam air dan juga agar kadar bilirubin tak terus meningkat. Jika kadar bilirubin sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, rata-rata setelah dua hari, terapi bisa dihentikan.

Dampak fototerapi: bayi yang menjalani terapi sinar mengalami dehidrasi karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Untuk menghindari dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI pada si kecil.

2. Terapi Transfusi

Jika setelah fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, perlu dilakukan terapi transfusi darah.

BACA JUGA:  Terapi Untuk Kanker Darah

Darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain. Bila kadar bilirubin sudah menunjukkan angka normal, terapi transfusi bisa berhenti.

3.Terapi Obat-obatan

Misalnya obat phenobarbital atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct.

Terapi obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi si kecil sudah bisa ditangani.

4. Menyusui Bayi dengan ASI

Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI.

5. Terapi Sinar Matahari

Setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit, bisa dilakukan terapi tambahan dengan sinar matahari, selama setengah jam antara pukul 07.00 – 09.00, dengan menjemur bayi dengan posisi berbeda dan mata tidak melihat langsung matahari.